REPOST : PART 1
Okey ... sebelum ada yang mau baca, aku kasih info dulu.
Cerita ini dibuat sebagai salah satu Challenge, dari mbak Asri Tahir, soal salah satu cast dari novelnya, Langit malam dan Over The Rain.
Biar aku ceritain dulu, Bulan sama Reza nikah, tapi Bulan selingkuh sama Bintang. lalu Bulan sama Reza cerai, dan ada cewek namanya Friska, dia suka sama Reza. Tapi akhirnya, Reza sama Bulan rujuk, sementara Bintang sama Friska luntang lantung/?
Nah, di sini yang aku bikin adalah kisah Friska sama bintang.
Alurnya cepet, karena aku bikinnya satu minggu doang :D
Dan cerita ini cerita kedua aku di wattpad setelah papa Reno, tapi cerita ini lebih dulu tamat karena 10 hari doang wkwk
Aku repost buat yang pengen baca dan penasaran aja. Cacatnya banyak banget hahaha tapi boleh deh kalau mau baca.
EYD masih berantakan dan aku ga kuat editnya wkwkwk
Jadi cerita mentah ini aku repost tanpa aku edit, maaf ya masih berantakan :D
Selamat membaca derrsss :*
*
Ini diaaa :D
Nyobain ikutan challenge.. semoga aja pada suka :D
-
-
-
Tingkat tertinggi dari mencintai adalah merelakannya berbahagia dengan orang lain.. sesederhana itu. Tapi sayangnya, tidak semudah itu.
"Sah?"
"Saah."
Friska memejamkan matanya kuat-kuat, tangannya meremas pakaian yang dipakainya, mencoba mencari kekuatan untuk tubuhnya yang begitu lemas. Dadanya serasa dihimpit oleh sesuatu yang membuatnya begitu sesak, hatinya hancur. Sudah tak berbentuk lagi, tapi ia mengeluarkan sebuah senyuman dari bibir manisnya. Sebuah senyuman kebahagiaan. Bahagia karena menyaksikan cintanya kembali pada pusat kehidupannya, bahagia karena cintanya kembali mendapatkan kebahagiaannya, dan bahagia karena ia telah berhasil mewujudkan sebuah cinta yang penuh dengan ketulusan. Sebuah cinta yang tak meminta balasan, sebuah cinta yang begitu besar karena mampu untuk merelakan, dan sebuah cinta yang menjunjung tinggi kebahagiaan orang yang di cintainya. yang tentu saja menorehkan sebuah luka dalam hatinya.
Hari ini adalah akad nikah Reza dan Bulan yang sudah memutuskan untuk rujuk. Kebahagiaan terpancar dengan sangat jelas dari raut wajah mereka dan siapapun yang melihat pasti ikut merasakan kebahagiaan mereka juga. Terlebih lagi mereka sudah dikaruniai anak mereka yang kedua. Semua orang yang hadir disini berbahagia, tapi Friska jelas tidak. Bukan, ia bukannya tidak mau melihat kebahagiaan orang lain. Ia juga bukannya melarang mereka untuk bahagia, hanya saja hatinya tidak sekuat itu. Ia tetap saja merasakan sakit yang teramat sangat atas kenyataan yang diterimanya. Tapi ia bisa apa selain menerima? Selama ini ia sudah cukup berjuang dan bersabar, dan Tuhan telah memberikan keputusan untuk hidupnya. Untuk menyerah pada semuanya, dan meninggalkan perasaan itu jauh di dalam hatinya. karena sejak awal pun resiko nya untuk terluka benar-benar besar dan pada akhirnya terwujud juga.
"Selamat ya! Mbak Bulan." Friska menghampiri Reza dan Bulan yang sudah kembali menjadi pasangan suami istri. Dia tersenyum ke arah Bulan.
'Ya Tuhan... dia juga begitu mencintai pria ini.
"Loh? Saya gak dikasih selamat Fris?" ucap Reza. Friska menatapnya dalam.
"Ucapin selamat ke kamu berarti ucapin selamat juga ke diri aku sendiri atas kesakitan ini."
Reza mencelos, sementara Bulan menatap Friska penuh rasa bersalah.
"Tapi, selamat yaa... mas Reza." Seraya tersenyum bahagia, ia menatap Reza dan mengulurkan tangannya.
'Selamat karena sudah membuatku menyerah padamu'
"Mas?" Tanya Reza. Friska mengangguk. "Ya, untuk hari ini aja aku gak mau manggil bapak. Boleh ya? Untuk yang terakhir kalinya aku panggil... mas," ucapnya lagi. Reza tertawa di buatnya.
"Terserah kamu," jawab Reza. Ia menatap Bulan lalu mereka tersenyum, dan Friska merasa seluruh organ tubuhnya ditarik paksa saat melihat interaksi kecil mereka.
'Tahan Friska, tahan!'
"Satu hal lagi, mbak Bulan... boleh gak aku meluk mas Reza? Sekali aja. Sebelum aku Move on dari dia." Friska menyuarakan keinginannya, dan Bulan membalasnya dengan menganggukkan kepalanya.
"Kamu boleh meluk dia, sepuasnya," ucap Bulan, membuat Reza memberenggut.
"Kamu emangnya gak cemburu bun?" tanya Reza. Bulan tersipu malu saat mendengar sebutan Reza.
"Nggak!" Ucapnya mengejek. Dan Reza tertawa, sementara Friska harus mati-matian menahan rasa sakitnya dan mencoba sekuat mungkin untuk berdiri.
'Kuat Friska, kuat. Kamu ceria! Kamu gak menyedihkan!'
"Nanti aja dong mas mesra-mesraannya. Nanti saya keburu nangis loh gak kuat liat kalian." Friska mengeluarkan suaranya untuk memisahkan mereka sejenak. Dan, berhasil! Bulan memisahkan dirinya dari Reza.
"Ya sudah, kalau begitu aku mau ke ibu dulu mas, Friska," ucap Bulan. Dibalas anggukkan oleh Reza dan senyuman oleh Friska.
Sepeninggalnya Bulan, Reza masih terdiam bersama Friska. Rona bahagia dalam wajahnya begitu jelas tergambar, dan itu karena pernikahannya bersama Bulan. Friska bisa merasakan itu, dan tanpa sadar ia juga ikut tersenyum.
"Kamu kenapa senyum-senyum gitu?" Tanya Reza.
"He, nggak mas. Bapak, eh mas bahagia banget" ucapnya. Reza tersenyum. "Ya, saya sangat bahagia" Jawabnya. Friska mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Tau kok pak, jadi ya gak usah bilang juga. Kan saya makin ngenes nantinya"
"Ya mau bagaimana lagi, kalau bahagia kan gak bisa di sembunyiin"
"Ya, senggaknya tolong hargai luka hati saya dong pak eh mas"
"Kamu itu lucu loh Fris!"
"Ya, saya memang lucu. Tapi lucu saja gak cukup. Buktinya bapak gak bisa suka sama saya"
"Saya menyukai kamu, bahkan saya menyayangi kamu"
"Ya, saya tahu kok pak. Sebagai adik kan?" Tanya Friska. Reza menganggukkan kepalanya, ia tersenyum manis ke arah Friska dan mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut kepala Friska.
"Semoga kamu bisa mendapatkan kebahagiaan kamu ya?" Ucapnya. Friska menahan napasnya, jantungnya berdetak tak beraturan seiring dengan usapan lembut di kepalanya akibat ulah Reza.
"Aduh pak, jangan usap-usap kepala saya gini dong. Kan makin berat saya lepasnya, makin susah move on nanti" Protes Friska. Reza kembali tertawa. Friska benar-benar gadis yang sangat hebat. Dalam situasi begini pun dia bisa dengan mudah mengatur perasaannya, bukannya menangis dia justru malah membuat orang yang melukainya tertawa.
"Bapak juga jangan ketawa" Seketika Reza menghentikan tawanya saat mendengar Friska.
"Loh? Kenapa?"
"Karena, ada orang yang bilang.. untuk membuat seseorang jatuh cinta pada kita adalah membuatnya tertawa. Tapi, sialnya. Malah saya yang dibuat jatuh cinta saat liat bapak tertawa" Terang Friska. Seketika tatapan Reza padanya berubah menjadi sebuah tatapan bersalah dan iba.
"Aduh pak, biasa aja litanya. Saya gak apa-apa kok" Friska tau betul, ia menyadari tatapan yang ditujukan Reza padanya. Dan ia tidak bisa menerimanya, sebisa mungkin ia sudah bersikap seolah-olah tidak terlihat menyedihkan, jadi jika Reza menatapnya seperti itu ia akan merasa amat sangat menyedihkan.
"Ya udah sih pak, tadi bukannya saya minta peluk yah? Bapak kayaknya ngulur waktu banget. Kayak gak mau meluk saya. Padahal kan terakhir kalinya. Sebelum sa-"
Belum sempat Friska melanjutkan ucapannya, sebuah kehangatan melingkupi dirinya begitu saja. Reza memeluknya! Laki-laki itu memeluknya dengan lembut, dengan hangat, dan dengan erat.
"Bilang-bilang dong pak, saya kan kaget" Suara yang ia keluarkan sedikit gemetar, dan suara-suara lain yang ingin di ucapkannya tercekat begitu saja di tenggorokannya.
"Saya benar-benar berharap kamu bahagia Friska. Semoga kamu mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari saya" Dan harapan Reza padanya membuat air matanya yang sejak tadi ia tahan-tahan keluar begitu saja. Betapa kesakitan dalam hatinya begitu luar biasa. Dan ia harus segera pergi dari tempat ini. Ya! Segera!
Dengan menghela napasnya pelan dan mengusap air matanya kasar, Friska melepaskan pelukannya dari Reza dan tersenyum manis lalu menjulurkan tangannya ke hadapan Reza.
"Sekali lagi selamat ya mas Reza. Bilang sama mbak Bulan terimakasih karena sudah mau membiarkan saya meluk kamu dan.. terimakasih sudah membuat hidup mas Reza kembali lengkap. Kalau begitu, saya permisi"
Tanpa mendengar jawaban apapun dari Reza, Friska segera pergi meninggalkannya dan melangkahkan kakinya sejauh mungkin dari tempat itu. Langkahnya begitu cepat, dan remasan tangannya pada bajunya semakin kencang. Friska tengah mencoba mengendalikan seluruh perasaan yang sejak tadi membelitnya. Ia bisa! Ia bisa melewati semua ini. Ya.. pasti bisa. Ia harus bisa..
*****
Bintang terduduk diatas jok mobilnya dalam keheningan. Matanya tertuju pada sebuah rumah di hadapannya. Dalam kepalanya terdapat sebuah roda gigi yang terus berputar. Antara masuk, atau tinggal. Antara menyaksikan kebahagiaan orang yang di cintainya atau menyelamatkan dirinya dengan tidak melihatnya. Itulah yang sejak tadi ia pikirkan, peperangan antara logika dan hatinya. dan ia benci akan hal itu.
Sudah satu jam lamanya ia terduduk dalam keheningan yang ia ciptakan sendiri. Ia ingin pergi, sungguh. Ia ingin meninggalkan semuanya dan mengembalikan apa yang seharusnya ia kembalikan, karena memang ia sejak awal ia tak pernah memilikinya. Ia sudah akan pergi, sungguh. Satu jam yang lalu adalah jadwal penerbangannya menuju Jepang. Tapi hati kecilnya meronta, ia tak ingin pergi.
Setidaknya, untuk terakhir kali. Ia ingin melihat wanita yang di cintainya. Untuk terakhir kali, ia ingin menyaksikan kebahagiaan dari pusat bahagianya. Untuk terakhir kali, ia ingin terlibat dalam hidup orang yang di cintainya. Tidak, bukan sebagai pria yang memaksakan kehendaknya seperti dulu. Ia hanya ingin memulai semuanya kembali dari awal, memulai kembali persahabatannya dengan Bulan, dan bersikap seperti seorang sahabat. Meskipun itu sulit, meskipun itu nyaris tidak mungkin. Tapi ada sebuah lilin harapan yang menyala dalam hatinya. ia masih tidak ingin pergi. Ia masih ingin melindungi wanita yang di cintainya. Meskipun memang sangat tidak mungkin.
TTOK TTOK!
Sebuah ketukan pada kaca mobilnya membuatnya terperanjat. Bintang menolehkan kepalanya ke samping dan betapa terkejutnya dia saat melihat seorang wanita dengan senyuman miring di wajahnya.
"LOO?!" Pekiknya. Wanita itu tertawa mengejek ke arahnya. Dan ia malah kembali mengetuk kaca mobilnya. Tidak, itu sebenarnya bukan mengetuk. Itu menggedor. Dan dengan berat hati Bintang membuka kaca mobilnya.
"Hai" Ucap wanita itu. Bintang mencibir ke arahnya. "Gak usah so' Akrab. Kita sama sekali gak akrab" Dengusnya. Wanita itu mengerucutkan bibirnya.
"Yaudah biasa aja!" Pekiknya. "Kenapa lo gak masuk? Takut?" Ucap wanita itu. Bintang mendengus ke arahnya. "Jangan sok tahu" Kilahnya.
"Terus? Kalau bukan takut? Kenapa?" Tantang Friska. Bintang menatapnya tajam
"Masuk!" Perintahnya. Friska mengerutkan keningnya. "Hah?" Tanyanya.
"Gue bilang masuk"
"Oh, lo tadi masuk?"
"Bukan, lo yang masuk!"
"Yaelah emang gue masuk tadi"
"Maksud gue lo masuk ke mobil gue!" Teriak Bintang. Wanita itu menatapnya tak percaya.
"WHAAAT??! Lo nyuruh gue masuk ke mobil Lo? Ngapain?"
"Bukannya lo tadi nanya gue kenapa gue gak masuk?" Tanya Bintang. Wanita itu mengangguk.
"Ya memang"
"Terus kenapa lo masih nanya lagi. apa susahnya lo masuk ke mobil gue Friskaa" Geram Bintang. Dan wanita itu-Friska menatapnya dengan penuh selidik.
"Lo gak akan apa-apain gue kan? maksud gue.. ya, bukannya gue berharap di apa-apain sama lo. Cuman, biasanya laki-laki kalau frustasi suka kalap. Siapa yang tahu apa yang bakal lo lakuin ke gue waktu gue di dalem mobil lo" Ucapnya dan membuat Bintang menganga.
"Gue nyuruh lo masuk karena gue gak tega aja sama loe! Emangnya lo enak yah berdiri nungging gitu depan pintu mobil gue? Dan buat apa-apain lo? Sorry, ga nafsu!" Ucapnya. Membuat sebuah api menyala-nyala dalam mata Friska.
"Lo tuh ya!" Pekiknya. "Nyesel gue samperin lo!" Lanjut Friska lagi. Ia tadi sudah berniat pulang, tapi tanpa sengaja ia melihat Bintang duduk diam di mobilnya dan entah keisengan apa yang muncul dalam kepalanya sehingga ia dengan berani menghampiri pria itu. Bintang tersenyum ke arahnya.
"Gue masih berbaik hati sama lo. kalo lo masih terus mau ngajak ngobrol gue, lo bisa masuk ke mobil gue dan duduk"
"Iyeey, siapa juga yang ngajak ngobrol lo? pede banget sih!"
"Buktinya lo masih nungging disini dan terus ngomong sama gue. Sekarang siapa yang bener? Ya gue! Yang nyueruh lo masuk. Terus siapa yang salah? Ya Lo! yang tetep nungging sambil ngajak ngobrol gue" Ucap Bintang.
Sedetik kemudian Friska menjauhkan dirinya dan menghentakkan kakinya pergi meninggalkan Bintang.
BBBAMM!!
Dan Bintang hampir saja memekik kaget saat mendengar pintu mobilnya ditutup dengan begitu keras saat Friska sudah masuk ke dalam mobilnya. Gadis itu duduk bersandar di jok mobilnya dengan tangannya yang memegang tas yang ia letakkan di atas pahanya.
"Ter-"
Belum sempat Bintang mengeluarkan cibirannya untuk Friska, perhatian Bintang tertuju pada tangan gadis itu yang bergerak dengan gelisah saat memegang tas nya. Pergerakan itu jelas sekali terlihat karena tangannya yang gemetar. Bintang menyapukan pandangannya menatap wajah Friska, dan sedetik kemudian, suara isakan terdengar dari bibir Friska. Disertai dengan sebuah aliran deras yang menuruni pelupuk matanya.
"Eh? Lo kenapa?" Bintang menatapnya dengan panik. Friska menolehkan kepalanya dan menatap tajam Bintang dengan berurai air mata.
"Kenapa lo gak peka?!!" Pekiknya. Dan air matanya kembali turun dengan begitu deras. Sementara Bintang menatapnya semakin kebingungan.
"Ya gimana gue mau peka. Lo gak bilang apa-apa!" protesnya. Friska tidak menjawab, ia malah semakin menangis dan suaranya sungguh-sungguh mengganggu Bintang. Bintang memilih untuk membiarkannya, ia kemudian melihat ke arah depan dan betapa terkejutnya ia saat melihat tatapan orang-orang yang lewat begitu penuh selidik padanya. Tentu saja, siapa yang tidak curiga saat dalam sebuah mobil ada seorang wanita yang menangis sementara sang pria terlihat berteriak-teriak.
"Lo bisa berhenti dulu gak?" Ucap Bintang. Friska menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Suara isakannya terdengar bersahutan dengan suara hidungnya yang terus menerus mencegah ingusnya.
"Lo gak liat? Kaca mobil gue putih bersih gini! Orang-orang diluar bisa liat lo dengan jelas. Liat! Mereka ngeliatin gue kayak gue mau nyulik lo aja! Kalo kita disini lagi ciuman atau mesum ya mereka mungkin biasa aja. Tapi lo disini nangis sementara gue frustasi gak tau harus gimana ngadepin lo! jadi bisa gak nangisnya disimpen dulu?"
"Lo gak ngerasain! Lo gak tau rasanya" Friska akhirnya mengeluarkan suaranya. Bintang membeku ditempatnya, sepertinya ia tahu.
"Sakit.. lo tau gak? Sakit banget.. liat dia bahagia dan bukan sama gue. Liat senyuman dia yang gak pernah dia liatin selama ini, liat kemesraan mereka. Liat semuanya.. rasanya sakit. Meskipun gue ikut bahagia, lebih tepatnya maksain bahagia liat mereka. Tetep aja sakit. Meskipun gue mencoba untuk melepaskan perasaan gue, tetep aja gak bisa. Meskipun gue tau dari awal gue sama sekali gak pernah bisa buat sentuh hati dia, tapi rasanya tetep sakit. Gue manusia, gue cewek! Gue punya hati, gue punya perasaan. Dan perasaan gue udah begitu dalam sama dia. Gue harus apa? Gue harus gimana? Kita gak mungkin bersama dan dia udah balikan lagi sama mbak Bulan. Dia udah bahagia, dia bahagia.. sementara gue.. gue terlalu memaksakan diri kalo gue bilang gue bahagia" Lanjut Friska. Air matanya yang sejak tadi turun semakin deras menghiasi matanya. Dadanya naik turun dan isakannya semakin kencang. Ia sudah tidak bisa lagi menahan semuanya, sekuat tenaga ia sudah bersikap biasa saja di pernikahan Bulan dan Reza. Tapi tidak disini, bentengnya runtuh seketika. Dan friska tak habis pikir ia bisa menumpahkan semuanya disini, tepat di hadapan Bintang.
"Gue tau, hubungan kita bukan hubungan dimana kita bisa saling menghibur dan berbagi cerita. Tapi kalo gue boleh jujur, gue salut sama lo" Bintang meremas bahu Friska pelan, memberikan bentuk kekagumannya pada gadis yang menangis disampingnya. Friska menatapnya heran.
"Lo kuat. Demi Tuhan, lo itu perempuan. Tapi lo kuat menghadapi semuanya, lo hadir disana dan menyaksikan kebahagiaan mereka. Sementara gue? Sayangnya gue selalu bersikap seolah gue lari dari kenyataan. Terlalu pengecut" Bintang mengucapkannya dengan sebuah senyuman getir di bibirnya, matanya menatap kosong dan sedetik kemudian ia tertawa. Menyadari betapa bodohnya dia, betapa pengecutnya dia.
"Selain pengecut, lo bajingan. Jangan lupakan itu" Ucapan dari Friska membuat Bintang kembali tertawa. Gadis itu sudah berhenti menangis, dan sekarang mulai menghinanya.
"Ya, gue bajingan yang pengecut"
"Lo pengusik kebahagiaan orang lain" Friska berkata lagi. Bintang mengangguk.
"Iya.."
"Lo egois"
"Memang"
"Lo perusak rumah tangga orang lain"
"Gue akui itu. Tapi gue cuman memperjuangkan apa yang pengen gue perjuangkan. Setidaknya, berhasil. Gue tahu Bulan juga cinta sama gue"
"Dan lo menghacurkan hidupnya"
Bintang mematung, ucapan Friska yang terakhir terasa seperti sebuah samurai yang menyabit tubuhnya. Benar, ia sudah mengakui semuanya. Ia seorang bajingan pengecut yang egois dan mengusik kebahagiaan orang lain, sialya dia juga pemicu keretakan sebuah keharmonisan keluarga dan pada akhirnya dia menghancurkan hidup seseorang yang sangat ingin dia bahagiakan.
"Setidaknya sekarang gue sudah mengembalikan apa yang seharusnya dikembalikan. Dan gue udah rela sepenuhnya, demi kebahagiaannya"
"Gue gak percaya" Cibir Friska. Bintang mendengus ke arahnya.
"Terserah lo" Jawabnya. Ia lalu menyalakan mesin mobilnya dan menancap gas lalu melajukan mobilnya meninggalkan rumah Reza dan Bulan.
"Eh, kok maju? Lo mau bawa gue kemana?!"
"Kemana lagi, keadaan sama-sama menyedihkan buat kita"
"Ya tapi kemana?"
"Kemana aja asal gue lupa sama semua ini"
"Dan please jangan ajak gue!"
"Terlambat. Lo udah terlanjur duduk nempel di jok mobil gue"
"Kalo gitu lo jawab gue, sekarang kita mau kemanaa??!"
"Ke Jurang !!!! puas lo?"
"WHAAAAAT???!!!!"
- TBC -
HAHAHAHA Appaaa iniiii ??
Wkwk aku sekedar berpartisipasi aja hihi dan berhubung waktunya mepet, jadi dipendek pendekkin ajalah ya~
Lebih suka lanjutin kisahnya bintang friska aja, kalo mereka sama yang lain, aku gak rela :v
(Tuh, author note nya aja nggak aku edit wkwkwk masih yang dulu)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro