Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 10

ASSALAMUALAIKUM ^^

WUHU.. tarik nafas dan renggangkan otot!

Ya ampun.. gak nyangka bisa beres juga..

Terimakasih ya untuk semua yang menemani aku satu minggu ini. Gak nyangka juga cerita ini 10 part dalam satu minggu -__- keliatan banget kalau aku pengangguran hahaha

Besok UAS, untung banget ini udah beres jadi bisa tenang..

Oh iya, semoga semuanya yang membaca bisa menuliskan pesan dan kesannya tentang oh baby ini ya..

TIBA JUGA KITA DI PENGHUJUNG ACARA TT.TT

CUSS~

-

-

-

-

Ketika semua hal di dunia ini tidak ada yang bisa membahagiakanmu

Aku ingin menjadi seseorang yang membuatmu bahagia lebih dari apapun ..


Friska sudah duduk menunggu selama satu jam di dalam mobil Bintang, tetapi pria itu tidak juga kembali ke mobilnya, ia benar-benar marah dan ia pergi entah kemana. Ponselnya, bahkan dompetnya berada di saku jaketnya yang tergeletak di kursi belakang mobilnya. Dengan berjalan kaki tanpa tujuan, kemana pria itu pergi?

"Friska.. sudah ya?" Raka sejak tadi sudah masuk kedalam mobil Bintang dan mencoba menenangkannya tapi Friska tidak juga tenang, ia malah terus-terusan menangis, dan membuat Raka benar-benar merasa bersalah. Saat Bintang pergi dan Friska menyusulnya, Raka pun menyusul mereka berdua dan tanpa sengaja ia mendengar semua pembicaraan mereka, meskipun mereka berbicara di dalam mobil tetapi teriakan Bintang sangat keras dan sampai terdengar keluar olehnya. Ya, ia mendengar semuanya dan ia menyimpulkan bahwa ada sesuatu diantara Friska dan Bintang, ia juga menyimpulkan bahwa yang dilihatnya tempo hari saat kembali ke rumah Friska adalah Bintang, dan yang ditemui oleh Bintang dikantornya selain Reza adalah Friska.

"Friska.. kita bisa cari Bintang, kamu jangan menangis. Sudah ya?" Bujuknya lagi. Friska akhirnya mengangkat wajahnya, matanya sudah sangat sembab dan hidungnya benar-benar merah. Ia menatap Raka penuh keprihatinan, ingin mengatakan sesuatu tapi dia tidak bisa, hatinya terlalu sakit atas perubahan Bintang yang tiba-tiba karena sebuah kesalah pahaman.

"Kakak minta maaf ya.." Ucap Raka lagi. Friska menenggelamkan kepalanya pada kedua lututnya dan kembali menangis.

"Semuanya salah Friska kak, Friska yang salah." Ucapnya ditengah isakannya.. jika biasanya ia menyalahkan Bintang atas semua kejadian yang menimpanya, kali ini murni benar-benar kesalahannya, dan Friska sangat mengakui itu. Ia terlalu lemah, kemarin saat Bintang menjelaskan tentang Zara, ia sempat bersikeras tapi Bintang berhasil membujuknya dan menjelaskan padanya. Sementara ia? Ketika sebuah penjelasan hanyalah satu-satunya hal yang bisa menyelamatkannya dan hubungannya dengan Bintang, justru ia hiraukan. Ia malah sibuk menangis dan pasrah dengan bentakan-bentakan Bintang. seharusnya ia membela dirinya, ya. seharusnya jika Bintang berteriak maka ia juga berteriak dan jika Bintang keluar ia juga kembali mengejarnya. Sejauh apapun pria itu pergi, ia harus mengejarnya. Sebelum ia tak bisa mengejarnya lagi. astaga..bagaimana kalau pria itu memutuskan untuk kembali ke Jepang?

"Bisa kamu jelaskan dulu pada kakak, ada apa diantara kalian? Kalian berpacaran?" Raka kembali bertanya pada Friska. Ia mengesampingkan perasaannya dan ingin mendengar sebuah cerita lengkap dari mulut Friska sendiri, agar ia tahu, agar ia bisa mencoba untuk mengerti semuanya, meskipun mungkin akan terasa sakit untuknya.

Dan dengan air matanya yang tak juga berhenti, Friska menceritakan pada Raka bagaimana pertemuannya dengan Bintang, bagaimana mereka saling menyelamatkan diri masing-masing dari kehancuran hatinya dan bagaimana mereka pada akhirnya bisa dekat setelah kepulangan Bintang dari Jepang.

"Dulu, sebenarnya dulu Bintang sempat membuat Rumah Tangga mbak Bulan dan pak Reza hancur, mereka bercerai, tetapi keadaannya sama sekali tidak baik. Pada akhirnya, Bintang tidak bisa mendapatkan apa yang dia perjuangkan sepenuh hatinya. dia bilang pada Friska kalau dia itu bajingan kak, dia bajingan paling brengsek, dia bilang juga dia adalah orang yang tidak pantas bahagia.."

"Setelah kebersamaan kita, Bintang mengirim Friska pesan kalau katanya ia ragu untuk pergi ke Jepang, dan bodohnya Friska baru membaca pesan itu dua hari setelah Bintang pergi dan Friska gak bisa berbuat apa-apa. Setiap hari Friska Cuma bisa menyesali kebodohan Friska dan kepergiannya. Hingga akhirnya ternyata Friska bisa bertemu dengannya setelah satu tahun. Waktu itu Friska menangis, dan dengan caranya sendiri Bintang selalu bisa menenangkan Friska.."

"Itu bukti kalau dia begitu berharga. Friska gak pernah minta apapun selama ini, bahkan ketika orang tua Friska bercerai pun Friska tidak pernah minta hal yang aneh-aneh pada Tuhan. Dan Setelah bertemu Bintang Friska hanya meminta pada Tuhan untuk selalu membahagiakan dia. Kalau dia bilang dia tidak pantas bahagia, dia salah besar. Dia salah. Lebih dari apapun dia sangat pantas bahagia, dan Friska ingin menjadi seseorang yang membuat dia bahagia ketika semua hal di dunia ini tidak bisa membahagiakannya, dia selalu menjadikan Friska orang yang pertama dalam hal apapun, dan Friska juga begitu kak.. apa yang Friska lakukan, dialah orang pertama yang selalu ingin Friska beritahu, ingin Friska libatkan.."

"Betapa baiknya pria itu.. ya ampun kak.. dan dengan tega nya Friska malah menyakitinya. Ia salah paham, memang salah paham. Tapi semua gara-gara Friska. dia menjelaskan sesuatu yang membuat Friska salah paham dan berhasil meyakinkan Friska. sementara Friska? ya Tuhan.. kak... Friska malah dengan santainya menunda sebuah hal penting yang seharusnya lebih Friska utamakan untuk Friska katakan pada Bintang. dan sekarang? Friska menanggung akibatnya. Dia pergi, dan mengingat sikapnya yang begitu keras. Gak akan mudah.. Friska harus bagaimana?"

Raka terdiam mendengar semua ucapan Friska, gadis itu mengucapkan semuanya dengan isakan yang begitu dahsyat dari bibirnya, benar-benar mengoyak seluaruh perasaan Raka. Jika saja.. jika saja sejak awal Raka tahu semuanya, ia mungkin tidak akan seperti ini. Ia sudah tahu Friska menolaknya tapi dengan bodohnya ia terus menerus menumbuhkan sebuah harapan dalam hatinya bahwa mungkin Friska akan menerimanya, dan Raka hanya bisa menyesali semuanya.

Masa lalu Bintang, sedikit banyak ia pun tahu karena Bintang cukup dekat dengannya. Tetapi ia tidak tahu kalau wanita itu adalah Bulan yang notabene nya adalh istri Reza. Dan mengenai seseorang yang selalu diceritakan Bintang pun, ia tidak tahu bahwa itu adalah gadis yang sama dengan yang selalu diceritakannya.

Dan saat ini, Raka duduk berdiam diri melihat kehancuran seseorang yang disayanginya, menyaksikan betapa tersiksanya dia, benar-benar membuat sebuah penyesalan yang besar dalam hatinya. ia meminta maaf pun tidak akan merubah kenyataan, sikap Friska yang tak ingin menyerah dan sikap Bintang yang begitu keras kepala, ia benar-benar mengkhawatirkannya. Friska pasti bersikeras ingin menemukan Bintang dan Bintang pun akan bersikeras tak ingin melihat Friska, pada akhirnya kedua orang itu akan terus menerus saling menyakiti, padahal justru mereka saling mencintai.

Raka mengulurkan tangannya, dan dengan penuh kelembutan ia meraih Friska ke dalam pelukannya. Rupanya air mata Friska masih begitu banyak karena gadis itu masih menangis dan malah kembali terisak semakin kencang. Raka mengelus rambutnya yang halus dan mengeratkan pelukannya. Ia memang menginginkan Friska, tapi jauh diatas segala-galanya ia lebih menginginkan Friska. tidak masalah, tidak masalah dengan sakit dan kecewa dalam hatinya. semua akan berangsur membaik pada waktunya, ia yakin akan hal itu.

Raka melepaskan pelukannya saat Friska sudah jauh lebih tenang dan saat sebuah tekad terkumpul dalam hatinya. ia merangkum wajah Friska dengan tangannya dan mengusap sisa-sisa air mata yang jatuh dari matanya. Raka menatap Friska dalam..

"sekarang, disini.. kakak benar-benar minta maaf sama kamu." Ucap Raka selembut mungkin. Air mata Friska kembali jatuh dan Raka kembali menghapusnya.

"Mulai saat ini, kakak akan pergi dari hidup kamu.. kakak.. menyerah untuk semuanya." Kata Raka, dia berucap dengan lirih dan membuat Friska sedikit terkejut, ia menatap Raka penuh tanya dan pria tampan di hadapannya menunjukkan sebuah senyuman terbaiknya untuk Friska.

"Sekarang, kamu mau janji satu hal sama kakak?" Tanya Raka, Friska terlihat ragu tapi pada akhirnya ia menganggukkan kepalanya dengan yakin.

"Kejar kebahagiaan kamu, kalau Bintang memang kebahagiaan kamu dan kalau kamu memang ingin menjadi alasan yang membuatnya bahagia, kamu harus bisa memperjuangkannya dan mewujudkannya. Jika Bintang menolak, bujuk dia. Jika dia berkeras hati, lunakkan hatinya, dan jika dia tetap bersikeras tidak mau mendengarkan kamu, serahkan semua padanya. Biarkan dia memilih, mengambil sebuah keputusan yang tepat atau menuruti egonya dan akan menyesal selama hidupnya.."

Friska masih mencerna semua hal yang dikatakan oleh Raka. Ya Tuhan.. betapa baiknya pria ini, disaat Friska yakin kalau pria itu juga sakit hati, ia malah menyampingkan kesakitannya dan malah mementingkan Friska lebih dari apapun. Betapa baiknya Raka.. astaga, seandainya ia bisa melakukan suatu hal untuk pria itu.

Tanpa berkata apa-apa, Friska langsung melemparkan dirinya kembali ke dalam pelukan Raka. Kembali menangis dengan begitu keras, menyampaikan rasa terimakasihnya juga perasaan bersalahnya pada Raka. Dalam hatinya ia mengucap berbagai do'a pada Tuhan untuk Raka, seorang malaikat yang mungkin singgah dalam hidupnya dan mengajarkannya tentang arti dari sebuah kesabaran dan ketulusan. Jika ketulusan ada wujudnya, maka itu adalah Raka. Biar, biar saja ia mengatakan semua hal manis dalam hatinya dan memuji Raka, semoga bisa menjadi sesuatu yang dapat meringankan perasaan bersalahnya pada Raka sekalipun itu tidak mungkin.

Raka melepas kembali pelukannya, ia menatap Friska yakin. "Kamu mau pergi sekarang?" Tanyanya, dan Friska menganggukkan kepalanya. "Mau kakak temenin?" Tawarnya. Friska menggeleng, dan Raka tersenyum.

"Kalau begitu hati-hati.. ingat pesan kakak ya? semoga kamu berhasil." Ucap Raka, ia lalu meraih pintu mobil Bintang dan keluar dari mobilnya, Friska sudah memutuskan bahwa ia tidak ingin ditemani dan Raka tidak akan memaksanya.

"Kak Raka!" Friska sedikit berteriak saat Raka sudah keluar dari mobil Bintang. pria itu berbalik ke arahnya dan tersenyum.

"Terimakasih.." Ucap Friska. Raka menganggukkan kepalanya dan Friska menyunggingkan senyumnya pada Raka. Senyum yang selama ini tidak pernah ia tunjukkan padanya, dan saat ini.. spesial ia berikan setulus hati untuk Raka.

Ketika pria itu kembali berbalik dan berjalan menjauhinya, Friska bergeser tempat dan berpindah pada kursi dibalik kemudimobil Bintang dan menyalakan mesin mobilnya lalu melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi dan mencari keberadaan Bintang.


*****


Bulan hampir saja menjatuhkan mangkuk makanan Rayya jika saja ia tidak menahannya dan menggenggamnya dengan erat. Pandangan matanya tertuju pada Bintang yang berjalan kaki dengan penampilan yang begitu kacau menuju rumahnya. Pria itu berjalan dengan tertatih-tatih, ia menatap sayu Bulan dan ketika Bulan menghampirinya lalu bertanya tentang keadaannya, Bintang malah berlutut di hadapannya dan terus menerus meminta maaf padanya karena telah melakukan sebuah kesalahan besar di masa lalunya. Karena telah menghancurkan hidup Bulan dan sempat memisahkan Bulan dari seseorang yang begitu berharga untuknya. Ketika Bulan bertanya kenapa Bintang mengatakan hal itu, pria itu malah kembali mengatakan permintaan maafnya dan setelah itu ia malah langsung berbalik pergi tanpa menyahut panggilan dari Bulan.

"Bintang kenapa?" Reza yang baru saja keluar dari rumahnya dan mendengar sedikit ucapan Bintang bertanya pada Bulan.

"Gak tahu mas, aneh sekali. Dia kacau banget." Jawab Bulan, dengan kepanikannya ia akhirnya mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Halo..mbak Bulan." Ucap seseorang di sebrang sana.

"Friska!" Ujar Bulan.

"Ya mbak? Kenapa?"

"Kamu lagi ada masalah sama Bintang?" Tanya Bulan, hening sejenak di sebrang sana.

"Memangnya kenapa mbak?"

"Nggak, aneh aja. Barusan Bintang kesini. Tiba-tiba dia mohon-mohon sama aku buat maafin dia, dia sampe berlutut segala. Waktu aku tanya ada masalah apa, dia malah kembali meminta maaf dan setelah itu pergi. Aku panggil-panggil juga dia gak nyaut."

"Ya ampun.. mbak! Terimakasih! Iya memang kita lagi ada masalah, aku juga lagi nyari dia. Makasih ya mba." Ucap Friska di sebrang sana, ah.. ternyata memang benar mereka ada masalah. Tetapi, jika Bintang sampai sekacau itu berarti masalah yang menimpa mereka sangat besar. Setahu Bulan, Bintang belum pernah sekacau itu sebelumnya.

"Iya.. sama-sama Friska." Gumamnya pelan, lalu ia memutuskan sambungan telponnya. Semoga saja mereka berdua bisa menyelesaikannya, harapnya.


****


Tepat pada saat Bulan memutuskan sambungan telpon dengannya, Friska melemparkan ponselnya ke sembarangan arah dan mengemudikan mobil Bintang menuju arah rumah Reza. Jarak rumah Reza dengan restoran tempat mobil Bintang di parkir cukup jauh, dan Bintang tidak membawa apapun selain dirinya sendiri. Apa pria itu berjalan kaki menuju rumah Bulan dan Reza?

Rasanya organ dalam tubuhnya seperti ditarik secara paksa saat memikirkan jika saja benar bintang berjalan sejauh itu, dan semua karenanya. Ia juga ingat ucapan Bulan di telpon barusan, bahwa Bintang berlutut padanya memohon-mohon untuk dimaafkan. Demi Tuhan! Bintang, ia tidak harus meminta maaf pada siapapun. Ia tidak salah, Bintang sama sekali tidak bersalah dan ia tidak harus melakukan semua hal ini..

Sekali saja, sekali saja Friska ingin diberikan sebuah kesempatan, sekecil apapun itu. Tidak muluk-muluk, untuk saat ini ia hanya ingin menemukan pria itu dan melihat keadaannya. Itu saja, tidak lebih.

Sepanjang perjalanan yang ia lewati menuju rumah Reza, sama sekali ia tidak menemukan Bintang disana, matanya terus berjelajah dan menyipit untuk memfokuskan penglihatannya pada sebuah objek yang dicarinya, tetapi sayangnya ia tidak menemukannya, ketika ia memutar balik pun ia juga tidak menemukan Bintang di sekitar sana. sementara langit sudah mulai gelap, hampir menuju malam hari tetapi ia masih belum menemukan Bintang. ya tuhan.. Bintang.. dimana dia?

Ditengah rasa khawatirnya, Friska akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah Bintang. beruntung gadis itu sudah beberapa kali mengantar Bintang dulu sehingga membuatnya tahu arah rumah Bintang.

Saat mobil yang ia kendarai sudah sampai di pelataran rumah Bintang, Friska keluar dari mobil yang dikendarainya dan melihat-lihat ke dalam rumah berpagar hitam itu. Lampunya masih padam, dan suasana di rumah itu juga sangat gelap. Itu berarti Bintang belum sampai disini. Friska mendesah kecewa dan kembali khawatir, kemana perginya Bintang sebenarnya? Bulan mengatakan kalau Bintang baru saja dari rumahnya dan tanpa menunggu lama Friska langsung menyusulnya tetapi ia tidak menemukan Bintang dan kali ini ia ke rumahnya pun Bintang tak juga ia temukan, ia sama sekali tidak mengetahui siapa saja orang terdekat Bintang. ia tidak tahu..

"Ah..Hari!" Ucapnya. tiba-tiba saja ia teringat dengan teman Bintang yang kemarin Bintang jemput di bandara. Ya, Hari.

Dengan segera, Friska berbalik kembali menuju mobil Bintang. ia meraih jaket Bintang dan mengambil ponsel milik Bintang. saat Friska menyalakan layarnya, sesuatu membuat hatinya mencelos.

Bintang memasang foto mereka berdua sebagai wallpaper ponselnya. Tanpa terasa air matanya yang sempat berhenti kini kembali jatuh. Dalam foto itu Friska berada dalam rangkulan Bintang dengan mulutnya yang sengaja dimanyunkan dan Bintang yang tertawa dengan jempolnya yang menempel di kening Friska, pose terfavorit Bintang yang hobi sekali menoyornya.

Sebuah senyuman tersungging dibibir manisnya, tetapi sebuah ketakutan merenggut kembali senyuman itu dan membuat air matanya semakin berjatuhan lebih banyak lagi. setelah ini, bagaimana kalau Bintang benar-benar tidak mau melihatnya lagi? bagaimana kalau Bintang tidak lagi menoyor kepalanya? karena meskipun kesal, ia suka dengan perilaku Bintang yang seperti itu, dan sedikitpun tidak terlintas dalam benaknya untuk kehilangan momen momen manis dan menyebalkannya bersama bintang. tidak..

Friska kembali mengusap air matanya dengan kasar dan dengan tangan gemetar, ia mencari nama Hari dalam kontak ponsel Bintang, berhasil! Ia menemukannya, dan segera menelponnya. Setelah menunggu nada sambung cukup lama, akhirnya suara pria di sebrang sana terdengar.

"Kenapa ta?" Tanya suara di sebrang sana. Friska menggigit bibirnya.

"i―ini.."

"Friska?" Tanya Hari. Friska mengerutkan keningnya, darimana pria ini tahu kalau ia Friska? tapi, nanti saja memikirkannya. Sekarang adalah Bintang.. ya, Bintang.

"i―iya, gue.. Friska.." Ucapnya.

"Kenapa? Kok nelpon pake Hp si Bintang?"

"gu―gue.."

"Ya? kenapa?"

"Gue, gue mau tanya. Lo tau Bintang dimana? Gue udah nyari dia kemana-mana tapi dia gak ada. Gue juga udah ke rumahnya tapi lampunya masih gelap, gak ada siapa-siapa disini. Bantuin gue.. lo temennya kan? lo pasti tau dimana dia? Gue takut, tadi dia pergi gak bawa apa-apa, dia dimana gue sama sekali gak tau.. bantuin gue.. gue mohon." Ucapnya, dibarengi dengan sebuah isakan yang begitu keras dari mulutnya.

"Tunggu dulu.. lo kenapa? Lo nangis?" Ucap suara di sebrang sana. Friska tidak menjawabnya karena ia masih terisak dengan keras.

"Oke.. oke.. sekarang. Lo tenang.. okay? Lo tenang dan lo jangan mikirin apa-apa. Si Bintang pasti baik-baik aja. Sekarang lo dimana?"

"Gue.. gue di rumahnya."

"Oke. Lo tunggu disana. gue sekarang cari Bintang dan secepat mungkin gue bakal samperin lo kesana. Sekarang lo mendingan tenangin diri lo dulu. Gak usah panik." Jelas Hari. Friska menganggukkan kepalanya, meskipun mungkin Hari tak bisa melihatnya. Setelah itu, Friska memutuskan sambungan telponnya dan menatapi wallpaper ponsel Bintang untuk sesaat lalu ia memasukkan lagi ponsel tersebut ke dalam saku jaket Bintang.

Hari, teman Bintang itu menyuruhnya untuk menunggu, pria itu akan membantunya menemukan Bintang. itu janjinya. Maka ia hanya tinggal menurut saja, menunggu disini dan semoga saja pria itu bisa menemukan dimana Bintang dan membawanya padanya.

Friska menutup pintu mobil Bintang dan berbalik, ia melangkahkan kakinya menuju pagar rumah Friska, baru beberapa langkah saja, ia berhenti. Disana, tepat dihadapannya.. bintang tengah berjalan lunglai seraya menghisap sebatang rokok dan mengepulkan asapnya dari mulutnya. Friska meringis, mendadak ia ingat pembicaraannya bersama Bintang waktu dulu.

"Lo perokok?"

"Nggak, gue merokok buat ilangin stress aja."

Hati Friska seperti di sengat jutaan lebah dalam waktu bersamaan, pria itu merokok sekarang. Itu berarti pria itu begitu kacau. Sebenarnya tanpa melihat sebatang rokok itu pun Friska tahu pria itu begitu kacau. Terlihat dengan jelas dari penampilannya yang sangat berantakan.

Kaki Friska yang sempat berhenti kembali bergerak, ia mendekati Bintang, meskipun Bintang tidak sadar karena ia sibuk terlarut dalam pikirannya.

"Bintang.." Ucap Friska, pada akhirnya. Dengan sara lirih, hampir tidak terdengar jika saja jarak mereka sedikit lebih jauh. Bintang mendongak ke arahnya, pria itu menatapnya tajam.

"Oh? Nganterin mobil gue ya? thanks!" Ucap Bintang, suaranya sangat dingin sekali, Bintang lalu berjalan menuju mobilnya, mengambil kuncinya juga tas Friska yang tertinggal di mobilnya dan menyerahkannya pada Friska.

"Lo boleh pulang, kunci mobil gue udah gue ambil nih tas lo." Ucapnya tanpa menatap ke arah Friska. Friska terdiam, ia sedang mengumpulkan keberaniannya saat ini dan mencoba menghentikan tangisnya yang sejak tadi tak mau berhenti. Bintang menghela nafasnya kasar, karena tidak mendapat sahutan apapun dari Friska, ia akhirnya meletakkan tas Friska di jalan tepat di samping kaki gadis itu. Dan ketika ia menunduk, Bintang melihat Friska yang bertelanjang kaki. Astaga, tadi siang ia memang melihat Friska melepas sepatunya, tetapi ia tidak menyangka kalau Friska akan tetap melepas sepatunya sampai sekarang. Apalagi sekarang sudah malam dan udara pun mulai dingin, dan dengan kaki yang bertelanjang seperti itu apa Friska tidak kedinginan atau mungkin apakah kakinya tidak apa-apa? Apa ada luka ataupun lecet?

Bintang mencoba mengusir berbagai macam pikiran yang berlarian di kepalanya. masa bodoh, meskipun ia merasa tak tega pada Friska, tapi gadis itu sudah melakukan hal yang jauh lebih tega padanya.

Bintang segera bangkit dari bungkukannya dan berjalan menuju pagar rumahnya lalu membuka pagarnya perlahan, terdengar bunyi berdecit dari pintunya, ia melangkahkan kakinya menuju rumahnya dan saat ia memutar kunci dari pintu rumahnya, Friska berlari mengejarnya dan memeluknya dari belakang.

"Maafin gue.. gue mohon..lo harus dengerin gue.." Ucap Friska, isakannya kembali terdengar.

Bintang terpaku, dirinya membeku sesaat. Terdiam oleh pelukan tiba-tiba dari Friska, jika dalam keadaan normal mungkin Bintang akan senang hati menerimanya, tetapi sekarang, yang menguasainya adalah emosinya.

Dengan keras, Bintang melepaskan dekapan tangan Friska pada tubunya, membuat Friska sedikit terjengkang dan menatapnya tak percaya.

"Lo bisa pulang, nunggu apalagi? Mobil gue udah sampe dengan selamat kan.." Ucap Bintang. suaranya masih begitu dingin, dan dalam hatinya ia sedikit menyesali perbuatannya.

"Gue gak tau lagi harus gimana, gue gak tau lagi harus bilang apa sama lo.." Ucap Friska lemah. Bintang mencibir ke arahnya.

"Kalau gitu lo gak usah bilang apa-apa, urusan beres. Sekarang lo boleh pulang. Gue cape, mau istirahat." Ucap Bintang lagi. setetes air mata jatuh dari mata Friska tepat di hadapannya dan rasanya seperti sebuah tusukan pisau pada jantungnya.

"Tapi gue harus bilang sama lo, gue gak mau lo salah paham.."

"Terserah.. gue cape.."

"Please.. lima menit aja. Setelah ini, gue janji gue bakal pulang dan gak akan maksa lo buat dengerin gue lagi." Ucap Friska pada akhirnya, rasa lelah ditubuhnya sekarang mulai terasa dan ia juga entah kenapa seperti hampir saja menyerah, air matanya terus mengalir tapi ia membiarkannya.

"Oke. Lima menit dari sekarang." Ucap Bintang pada akhirnya. Pria itu menyetujuinya, dia duduk dikursi kayu yang berada di beranda rumahnya, sementara Friska tetap berdiri di hadapannya. Baiklah, Bintang sudah menyetujuinya. Ia hanya harus memanfaatkan waktu sebisa mungkin.

"4 menit tiga puluh detik." Ucap Bintang, Friska mengerjap kaget. Air matanya kembali turun dan ia menghapusnya kasar.

"Gue.. gue bingung harus jelasin darimana.."

"Gue sama kak Raka, kita gak ada apa-apa. Sumpah, gue sama sekali gak bohong. Awalnya dia pegawai baru di kantor, dan setelah beberapa hari gue baru tahu ternyata dia anak temen papa gue dan sengaja masuk kantor yang sama dengan gue karena amanat papa gue yang suruh dia jagain gue. Gue marah, masa ia udah segede ini gue dijagain sama dia..." Friska mencoba mencairkan ketegangan diantara mereka dengan sebuah candaan, tapi raut wajah Bintang tidak berubah sedikitpun. Masih dingin dan keras.

"Gue lebih marah lagi saat tau diem-diem kak Raka udah lamar gue ke papa, dan demi Tuhan.. gue gak mau sama dia. Gue marah besar sama papa gue dan gue juga udah nolak kak Raka, gue udah bilang kalau gue gak bisa nerima dia. Gue udah bilang kalau mau segimanapun dia berusaha, keputusan gue tetap sama. Gue gak bisa nerima dia.." Bintang masih diam, pria itu malah asik sendiri dengan rokoknya. Friska menghela napasnya pelan. Sabar..

"Awalnya kak Raka memang masih begitu keukeuh, tapi dia punya permintaan terakhir. Dia bilang dia pengen kenalin gue sama sepupunya. Gue awalnya gak mau dan gue sempet marah, tapi kak Raka bilang cuman ketemu aja. Dan bujukan terakhirnya, dia bilang kalau acara bertemu sepupunya adalah pertemuan terakhirnya, setelah itu dia gak akan maksa gue lagi. dan gue, gue sama sekali gak tahu kalau sepupu kak Raka itu ternyata lo! Gue juga sama kagetnya kayak lo." Jelas Friska, ia sudah mengeluarkan semua apa yang ia katakana. Memang belum semuanya, tapi saat ini sudah cukup untuknya. Sejauh ini hanya itulah yang ia katakan.

Tetapi respon dari Bintang justru membuatnya jatuh terseok-seok dan berdarah-darah, pria itu dengan santai masih menghisap rokoknya, dan kali ini malah sengaja memainkan asapnya. Friska lelah, ia ingin Bintang mendengarkannya tapi pria itu malah seenaknya padanya. Dengan secepat kilat, rokok yang hampir habis dan tengah dihisap oleh Bintang langsung berpindah tempat ke tangan Friska, dan dengan nekat Friska menghisapnya seraya menangis, membuat Bintang menatapnya tak menyangka.

"Uhukk!!" Begitu hisapan pertama, Friska sudah terbatuk dan bukannya berhenti ia malah kembali menghisapnya, air matanya semakin berjatuhan dengan keras, ia sampai bertindak sejauh ini tapi Bintang masih saja diam. Bintang sebenarnya tidak diam, ekspresinya sudah menampilkan sebuah ekspresi keterkejutan dan tangannya juga sudah hendak bergerak untuk meraih Friska tapi kembali ia urungkan, salah satu ketololannya.

Dalam tangisnya Friska terus menerus menghisap rokok yang tinggal sedikit itu dengan susah payah, rasa perih ditenggorokannya menyatu bersama rasa sakit dalam hatinya dan suara isakannya bersahutan dengan suara batuknya. Anehnya, rokok yang ia hisap dengan susah payah meskipun tinggal sedikit lagi tetapi lama sekali habisnya, rasanya ia sudah tidak kuat lagi.

Bintang kesal, ia jengah dan ia marah dengan Friska yang seenaknya melakukan hal bodoh yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Dengan kasar, Bintang meraih kembali rokok itu dan menginjaknya dengan kasar. Matanya menatap tajam Friska dengan kemarahan yang semakin meledak-ledak.

"LO KENAPA SIH!" Bentaknya.

"LO YANG KENAPA!!" sahut Friska, ia berteriak seraya terbatuk pelan dan terhenti dengan isakan akibat tangisannya.

"Gue pengen tahu aja, seberapa nikmat rokok yang lo hisap, sampai-sampai lo bisa lupa kalau ada orang yang lagi ngomong di depan lo." Ucap Friska, Bintang terdiam. Sorot matanya yang diliputi kemarahan padam sedikit demi sedikit.

"Lo gak tahu perjuangan gue hari ini buat nyari lo seperti apa.lo juga gak tau betapa cemasnya gue sama lo, lo pergi tanpa bawa apapun dan gue gak tau lagi harus kayak gimana. Setelah gue ketemu sama lo, lo malah dengan seenak hati nyuruh gue pulang tanpa nanya keadaan gue kayak gimana, dan saat gue mnjelaskan dengan susah payah apa yang pengen gue sampein. Lo malah berlaku seenaknya. Gue tahu, gue tahu Bintang gue salah. Salah gue karena gue gak ngomong sama lo! Salah gue karena gue terlalu nunda sebuah penjelasan sama lo, tapi setidaknya lo hargai gue! Gue pun pada akhirnya dengerin penjelasan lo tentang Zara, tapi lo.. lo malah memperlakukan gue seperti ini." Air matanya sudah berhenti, terganti oleh raut kekecewaan yang begitu besar dari raut wajahnya. Bintang masih terdiam di tempatnya, sementara Friska merasakan tubuhnya menggigil kedinginan, tapi ia menahannya.

"Sekarang gue tahu.. gue sama sekali gak ada artinya buat lo." Ucap Friska lemah, Bintang menatap ke arahnya, mencoba menolak dugaan Friska bahwa yang ia katakana adalah salah. Tidak seperti itu.

"Gue terlalu percaya diri, menganggap mungkin lo bisa perjuangin gue dan bantu Raka untuk menyerah sama gue. Tapi sayangnya.. gue bukan mbak Bulan, cinta mati lo yang lo perjuangin sampe titik darah penghabisan."

Perkataan Friska barusan berhasil meruntuhkan seluruh emosinya dan keangkuhannya, Bintang tersadar. Ia salah, benar.. ia sudah sangat salah dan ia begitu keterlaluan.

"Friska―"

"Gue pergi, makasih buat waktu lima menit dari lo. Gue menghargai itu dan sangat berterimakasih untuk itu." Ujar Friska. melangkahkan kaki telanjangnya, Friska pergi meninggalkan Bintang yang kini menjambak rambutnya dengan begitu kencang. Pria itu meringis menatap kaki telanjang Friska, sudut dalam hatinya bergerak. Dan dengan langkah cepat, Bintang berjalan menyusul Friska, menghalaunya dari depan dan menghentikan langkah Friska. bintang menunduk, ia melepas tali sepatunya lalu melepasnya dan menyodorkannya tepat di depan kaki telanjang Friska. ia hendak menarik kaki Friska tapi tanpa ia duga, Friska malah berjalan melaluinya. Dan sedetik kemudian, Friska berlari dengan kaki telanjangnya menjauhi Bintang. bagus, Bintang..kau menyakitinya. Jangan salahkan dia kalau setelah ini dia akan meninggalkanmu.


*


Hari menarik pagar rumah Bintang dengan kasar, ia melihat sepasang sepatu tersimpan disana tapi ia tak menghiraukannya. Langkah besarnya semakin cepat dan dengan kembali kasar, ia membuka pintu rumah Bintang dengan kasar. Pria itu mencari-cari kehadiran Bintang dengan emosi di dadanya. Dan dapat! Bintang sedang duduk merenung diatas sofa ruang tamunya dengan tangan yang terus menerus menjambaki rambutnya. Hari mendekatinya, sedetik kemudian..

BUGGG!

Sebuah pukulan yang begitu keras mendarat di wajah Bintang, pukulan itu berasal dari tangan Hari. Bintang hanya tersenyum lemah membalasnya.

"Lo sadar Bintang? lo sadar apa yang udah lo lakuin sama dia?!" Pekik Hari. Bintang menundukkan wajahnya.

"Lo manusia bukan sebenarnya hah! Bintang! nama lo aja Bintang, nyatanya kelakuan lo kayak BINATANG!" Pekiknya lagi. bintang kembali tersenyum lemah.

"Gue gak tau apa yang terjadi sama lo dan dia, tapi kenapa lo malah biarin dia pulang dalam keadaan begitu? Dan lo tadi ngebiarin dia ngerokok? Demi Tuhan Bintang! dia udah nangis-nangis, udah kacau banget. Lo maunya apa? Lo mau nungu dia sampe mati baru lo sadar hah!!" Hari kembali mengeluarkan umpatannya untuk Bintang. ia marah, ya..karena secara tidak langsung ia menyaksikan kejadian saat Friska mencoba menjelaskan sesuatu pada Bintang. ia sebenarnya ingin melerai mereka berdua tapi gadis itu pasti semakin tidak punya kesempatan untuknya, jadilah ia hanya menyaksikan mereka dari kejauhan. Dan sungguh, Hari benar-benar tidak menyangka dengan apa yang Bintang lakukan pada Friska, persetan dengan kesalahan Friska, karena yang paling utama Friska adalah seorang wanita, dan Bintang malah membiarkan Friska pulang sendiri tanpa alas kaki. Beritahu dia apakah ada seseorang yang lebih kejam dari Bintang? dan jawabannya TIDAK!

Hari sempat mengejar Friska, begitu tahu Friska berjalan dengan kaki bertelanjang ia sempat menawarkan sebuah tumpangan pada Friska tetapi gadis itu menolaknya, Hari terus menerus memaksanya dan gadis itu juga terus menerus menolaknya. Hingga akhirnya setelah banyaknya paksaan, Friska menerima ajakannya untuk menumpang tetapi dengan syarat hanya sampai di pinggir jalan dimana Friska bisa mendapatkan taxi untuk pulang. Hari awalnya tidak menyetujuinya, tapi setidaknya itu lebih baik daripada membiarkan Frisk berjalan tanpa alas kaki untuk mencari Taxi.

Dan saat ia kembali, Bintang sepertinya baru tersadar atas semua perbuatannya. Tetapi pria itu tidak melakukan apapun, ia hanya diam dan diam lalu kembali diam.

"Lo gak tahu Bintang, sepanik apa dia waktu nelpon gue buat nanyain lo! Bahkan gue yang gak kenal dia pun langsung ikut panik karena dia nangis-nangis mohon-mohon buat bantuin gue nemuin lo. Hebat lo, Manusia kayak lo dicintai begitu tulus tapi lo malah buang dia.. hebat Bintang, gue harus masukin lo ke Muri biar semua orang tahu."

"Sekarang, apapun yang terjadi gue gak akan bantuin lo. Lo menyesal? Itu urusan lo.. dan kalau dia pergi, itu nasib lo. Kecuali kalau lo masih mau perjuangin dia. Dia udah berjuang sebegitu kerasnya demi sebuah waktu lima menit dari lo. Kalo lo masih menginginkan dia, waktunya lo buat berjuang. Itu pun kalau dia masih sudi bertemu sama lo. Mengingat betapa kejamnya lo, gue ragu."

Dan semua yang di ucapkan Hari membuat Bintang terperosok ke dalam sebuah lubang hitam tak berujung juga tak berdasar.



*****



SATU MINGGU KEMUDIAN


Friska duduk di kursinya dengan memakan satu batang coklat yang diberikan oleh Raka padanya saat makan siang tadi. Hari ini hari jum'at, dan besok adalah sabtu. Itu berarti besok ia akan bertemu dengan ayahnya. Double dengan ayah Raka juga. Sejak kejadian seminggu lalu Raka sudah membatalkan makan malamnya tetapi Friska memintanya untuk tetap melaksanakannya karena ia juga ingin bertemu ayahnya dan ayah Raka, bukan pertemuan resmi seperti terencana. Hanya sabuah pertemuan biasa saja, hanya acara makan bersama biasa.

Deringan dari telpon yang berada diatas mejanya membuat Friska dengan cepat menelan coklatnya dan meneguk segelas air lalu dengan susah payah mengangkatnya.

"Dengan Friska ada yang bisa dibatu?" Ucapnya. tidak ada sahutan diluar sana dan Friska menatap gagang telpon itu dengan sebal lalu menutupnya dengan sangat keras. Sudah satu minggu ini ia mengalami kejadian seperti ini setiap siang. Tepat setelah jam makan siang selesai akan ada telpon yang masuk padanya dan saat ia berbicara, telponnya akan hening sejenak lalu terputus. Begitu saja selama satu minggu ini, bahkan sejak pertama suaranya begitu parau nyaris tak terdengar.

Ya, sejak perilaku nekatnya yang memaksakan dirinya merokok membuat keadaannya sangat buruk. Keesokan harinya ia kehilangan suaranya dan dengan terpaksa harus banyak minum lalu suaranya sedkiti lebih baik walaupun setiap kali ia berbicara ia terdengar seperti sedang membisik, dan hari ini suaranya sudah jauh lebih baik. Ia sudah bisa kembali berteriak-teriak. Betapa bersyukurnya ia.

Friska menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan kembali memakan coklatnya, tiba-tiba saja ia ingat dengan apa yang dikatakan Hari―temannya Bintang yang berbaik hati mau mengantarnya sampai mendapat Taxi.

"Lo pasti bingung ya kenapa gue tahu lo?"

"si Binatang itu suka cerita semua tentang lo sama gue. Heuh, kuping gue rasanya mau robek. Tiap hari yang dia omongin lo aja terus, lagi ngomongin perusahaan pun ujung-ujungnya malah ngomongin lo."

"Maafin dia ya? dia udah keterlaluan banget. Gue bahkan malu wakilin dia."

"Kalo lo mau bertahan, gue harap lo bisa bersabar.. dia begini karena pikirannya gak dewasa. Heran gue, udah tua juga dia."

"Dia itu takut berkomitmen Friska, asal lo tahu aja. Gara-gara dosanya dulu, dia bilang gak mau berkomitmen karena takut kalau karma itu berlaku, dia takut aja kalau-kalau orang yang berkomitmen sama dia suatu saat direbut dari dia sendiri. Ya, kayak dia dulu.. lo juga mungkin udah tahu. Gimana dia."

"Maka dari itu, gue minta lo bersabar. Dia juga nanti pasti menyesal, dan sadar.. gue yakin itu"

Dan Friska sudah bersabar selama satu minggu! Tapi pria itu tidak juga menemuinya atau sekedar menghubunginya. Ia sudah menjelaskan semuanya, dan Hari bilang juga perlahan Bintang sudah mulai bisa menerimanya dan Raka bahkan sudah membantunya menjelaskan pada Bintang, selain itu Raka juga sudah bilang bahwa ia sudah menyerah terhadap Friska dan Bintang pun sudah menerimanya. Tapi menyebalkannya pria itu, menghubunginya saja tidak? Ya Tuhan..

Sebenarnya kalau menghubungi, pria itu mengubunginya setiap hari. Ya, benar. Telpon tak bersuara yang selalu diterimanya satu minggu ini ia yakin sekali kalau itu berasal dari Bintang. kenapa? Karena telpon ini tidak bisa menerima panggilan langsung dari luar kecuali disambungkan oleh pusatnya. Dan pusat dari telpon ini adalah telpon Reza. Friska tahu sekali, Reza pasti bersekongkol dengan Bintang. ya, benar. Pasti..

Tapi Friska tak perduli, biar saja. Mungkin ini keinginan Bintang. dan jika Bintang bekerjasama dengan Reza, maka ia akan bekerja sama dengan Bulan..


******


Tiba saatnya, hari sabtu yang ingin ia lewati dengan begitu cepat karena acara makan malam yang harus di lakukannya bersama ayahnya dan ayah Raka. Jam tujuh tadi Raka sudah menjemputnya dan saat ini mereka tengah duduk berbincang-bincang bersama.

"Sayang sekali kita tidak jadi besanan." Ucap ayah Raka, ayah Friska menyahutinya dengan ucapan serupa juga.

"Gak apa-apa dong pah, wanita kan banyak. Bukan Friska aja, lagian belum jodohnya kali." Ucp Raka pada ayahnya.

"Iya, mungkin memang belum jodohnya." Ucap ayah Raka.

"Belum waktunya juga.." Ucap ayah Friska. dan mereka tertawa bersama. Ternyata situasi yang Friska takutkan tidak terjadi, diluar dugaan justru ayahnya dan ayah Raka menerima keputusannya dengan lapang dada, dan saat ini mereka tengah berbincang seputar liburan bersama. Ayah Raka mengajak Friska dan ayahnya untuk bergabung dengan liburan Friska. sebenarnya Friska tidak mau, mengingat hubungannya dengan ayahnya, tetapi ia tidak enak juga pada ayah Raka, jadilah pada akhirnya ia menyetujuinya.

"Nah, karena sudah setuju. Kita tentukan saja dulu waktunya. Kira-kira yang cocok kapan ya? apa kita harus―"

"Tunggu dulu om!" Sebuah suara tiba-tiba terdengar dan memotong ucapan ayah Raka, mereka semua menatap ke sumber suara. Tepat di depan meja mereka berdiri seorang pria yang sedang membungkuk mengatur napasnya yang terengah-engah.

"Bintang?" Gumam Friska tanpa sadar.

"Kok kamu disini ta? Ngapain?" Tanya ayah Raka. Bintang sudah mengatur napasnya ia lalu menatap Friska sekilas dan mengedip padanya, membuat Friska tidak mengerti dengan apa yang di lakukan Bintang dan Bintang kali ini tersenyum pada ayah Raka.

"Maaf om, kalau niat om mau menikahkan bang Raka sama Friska, om gak bisa.." Ucap Bintang. ayah Raka menatapnya kebingungan. Memang tidak bisa, kan sudah di batalkan.

"Lah kan―"

"Dengerin dulu Bintang om. Se berusaha apapun om mau nikahkan mereka, om gak bisa. Dan Bintang gak akan membiarkan om melakukannya." Ucap Bintang lagi, mereka semua menatapi Bintang dengan penuh harap, menunggu ucapan selanjutnya dari Bintang. tetapi ayah Friska lebih dulu menimpalinya, ia penasaran..

"Memangnya kenapa?" Tanyanya. Bintang tersenyum dan mengangguk yakin.

"Karena.."

"Karena?" tanya mereka bersamaan.

"Karena―"

"Ah tolol! Kenapa bilang suka aja susah banget sih bintang?!!"

"Karena.."

"Ya? karena apa?"

"Karena Friska sudah pernah mengandung anak Bintang selama tiga bulan tetapi Friska keguguran dan Bintang sudah berjanji padanya untuk tidak membiarkannya bersama orang lain selain Bintang."

"APAAAA??"

"WHAAAAT?"

Dari sekian banyak alasan yang bisa ia kemukakan kenapa malah keluar kata-kata seperti itu? Bintang mau memfitnah Friska?

"Friska! kamu―" Ayah Friska menatapnya tajam dan Friska terdiam, tidak tahu harus berbuat apa tapi sedetik kemudian ia merasakan sebuah tangan menggenggamnya dan tiba-tiba saja ia merasa tertarik lalu kakinya melangkah menjauh dari tatapan amarah ayahnya.

"Maaf om saya pinjam Friska nya dulu." Ucap Bintang saat ia berhasil membawa Friska melarikan diri bersamanya.

Friska tidak berontak, ia juga tidak berbicara apapun, sampai mereka menghilang dari kerumunan dan Bintang membawanya menuju balkon yang berada di restoran ini. Suara air laut terdengar menyapa telinga mereka, karena restoran ini berada di pesisir pantai dengan gedung yang cukup tinggi.

"LO!" Tepat pada saat Friska hendak berteriak untu protes padanya, tepat saat itu pula Bintang membungkamnya dengan sebuah ciuman dari bibirnya. Friska membulatkan matanya dan sedetik kemudian Bintang melepaskannya.

Friska menatapnya penuha harap, sementara Bintang tersenyum dengan manis di hadapannya. Bintang yang ia kenal sudah kembali rupanya, disini. Bersamanya. Tangan bintang merangkum wajahnya, menatapnya dengan lembut.

"Maafin gue.." Ucap Bintang, terdengar begitu tulus dan penuh kelembutan. Friska menatapnya seraya tersenyum.

"Jauh sebelum lo minta maaf, gue udah maafin lo.." Ucapnya.

CUP!

Sebuah ciuman mendarat di bibir Friska.

"Gue udah sangat keerlaluan sama lo.." Ucap Bintang lagi, Friska kembali tersenyum.

"Gak apa-apa, gue ngerti."

CUP!

Satu ciuman lagi mendarat kembali di bibirnya.

"Gue pasti menyeramkan banget waktu itu, lo takut kan?" Tanya Bintang. Friska menggelengkan kepalanya.

"Gue memang harus setidaknya liat lo lagi serem kayak gitu sekali seumur hidup gue."

CUP!

"Sekarang gue boleh bilang sesuatu sama lo?" Tanya Bintang lagi. Friska menahan senyumnya, dengan malu ia menganggukkan kepalanya.

"Boleh.."

CUP!

"Gue.."

"Ya? loe?"

"Gue.."

"Hmm.."

"Gue..Friska, gue..cinta.. sama.. lo" Ucap Bintang pada akhirnya. Friska tersenyum senang, dalam hatinya ia bersorak kegirangan, tetapi sedetik kemudian, ia merenggut kecewa dan membuat Bintang menatapnya khawatir. Kenapa? Apa ia salah bicara?

"Kenapa?" Bintang menatapnya cemas, Friska masih kecewa.

"Rasanya aneh banget, bilang cinta tapi pake lo gue." Ucap Friska, membuat Bintang tertawa. Astaga, dia kira kenapa.

"Kalo gitu.. Aku cinta kamu Friska.. aku, mencintaimu.." Ucap Bintang lagi. kali ini Friska malah bergidik ngeri.

"Kenapa lagi?" Bintang Frustasi, sudah merubah bahasanya tapi gadis di hadapannya masih saja belum terlihat bahagia.

"Gue geli dengernya, kita kan gak pernah bicara aku-kamu, dan denger lo bilang gitu rasanya merinding!" astaga Friska! bintang menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kalo urusan hancurin suasana romantis itu emang lo ya jagonya. Ya Tuhan.. gue harus bilang apa? I Love You.. Wo ai ni.. Saranghae.?" Ucap Bintang dan..

CUP!

Bintang mendapat sapaan tiba-tiba di bibirnya yang berasal dari bibir Friska. membuat ia megerjapkan matanya tak percaya, Friska? menciumnya?

"Gue juga cinta sama lo.. aku juga cinta sama kamu.. I love you too, Bintang." Bisik Friska pelan, jangan ditanya lagi tentang warna wajahnya karena merah sudah mendominasi pipinya dan senyuman juga terus menerus tersungging dari bibirnya. Bintang tersenyum bahagia lalu tanpa permisi, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Friska dan dalam sekejap ia sudah mencium bibir Friska, menyalurkan seluruh perasaannya yang tulus dan besar pada Friska.

Bintang bergerak mundur, menarik Friska yang masih bertautan dengannya. Tangannya tidak lagi memegang wajah Friska karena sekarang tangannya sedang meraih-raih sesuatu, dan memasangkannya pada tubuh mereka berdua. Friska tidak menyadarinya, karena Bintang tak membiarkannya menyadarinya dan ia larut dalam ciumannya bersama Bintang dan ketika Bintang kembali mundur, ia merasa tubuhnya melayang dan dengan seketika ia menyadari kalau Bintang tengah melakukan Bungee Jumping dengannya. Ya tuhan.. disini? Di balkon sebuah Restoran?

"Aaaa.. Bintang gue takut!!" Friska memejamkan matanya saat ia merasakan bahwa tubuhnya benar-benar melayang,, dan terbalik. Meskipun ia berada dalam dekapan Bintang tetap saja ia ketakutan.

"Open your eyes honey.." Pinta Bintang. Friska masih berteriak-teriak karena ketakutan. Melihat itu, Bintang tertawa lalu tanganya meraih jemari Friska dan menautkannya dengan jemarinya.

"Please.. just one time. Open youe eyes.." Pinta Bintang lagi. Friska masih menggeleng kuat, tetapi remasan di jarinya membuatnya merasa mempunyai kekuatan hingga akhirnya ia membuka matanya dan apa yang ia lihat dibawahnya, membuatnya terpaku dan.. terdiam untuk beberapa saat.

Tepat dibawah mereka berdua, diatas air laut yang biru, di tengah gelapnya malam dan kerasnya ombak, terdapat sebuah banner besar yang mengambang di air laut dengan sebuah tulisan..

FRISKA.. I LOVE YOU!

WOULD YOU MARRY ME?

Dan dibawah banner tersebut ada sebuah gambar dirinya bersama Bintang, dua gambar! Yang satu adalah ketika ia tertidur di mobil Bintang dan Bintang disampingnya tengah mencium jempolnya, sedang gambar yang kedua adalah lanjutan gambar pertama dimana posisi Friska masih sama tetapi Bintang, pria itu menyimpan jempolnya di kening Friska dan tersenyum ke arah kamera. Ya ampun, jadi selama ini.. Friska bukan mendapat sebuah toyoran? Tapi sebuah ciuman?

Saat Friska menatap Bintang dalam posisi terbalik mereka, Bintang tersenyum. Sedetik kemudian pria itu megangkat tangannya dan tali yang menggantung mereka berdua lepas. Friska kembali menjerit ketakutan dan Bintang kembai tertawa lalu mereka berdua terjatuh dalam sebuah matras besar.

"Udah gak apa-apa, buka matanya sayang.." Ucap Bintang seketika saat ia sudah mendarat dengan sempurna. Friska terjatuh tepat diatasnya dan gadis itu menenggelamkan kepalanya di dada Bintang. malu.

"Gak ada orang Friska, tenang aja." Ucap Bintang lagi. Friska mengangkat kepalanya pelan, menelusuri setiap sudut dari restoran ini tapi memang benar.tidak ada orang.

Ketika menyadari posisinya yang berada di atas Bintang, Friska segera menjauh dari tubuh Bintang dan beranjak lalu melangkahkan kakinya menuju kursi panjang di depan pantai. Saat melihat pantai itu, ia kembali tersenyum dan wajahnya kembali merona.

"Jadi, selama ini bukan toyoran versi terbaru ya?" Tanya Friska, tepat pada saat Bintang duduk disampingnya.

"Hm.. this is thumb kiss for you, Girl!" Ucap Bintang dengan kembali menempelkan jempolnya pada kening Friska, kali ini Bintang memperlihatkan saat ia mencium jempolnya dan membuat Friska menggigit bibirnya karena menahan teriakan kebahagiaan dalam hatinya. ya tuhan.. sebuah Shock terapi terindah dalam hidupnya.

"Jadi gimana?" Tanya Bintang.

"Gimana apanya?" Friska malah membalikkan pertanyaannya pada Bintang.

"Ya itu, yang di tulis di banner yang ngambang di pantai.." Ucap Bintang. friska mengerutkan keningnya.

"Emang apa yang ditulis di banner?" Tanyanya. Bintang menatapnya kesal, tetapi gadis itu malah tertawa. Bagus sekali, dasar wanita! Tulisan saja tidak cukup, harus disertai sebuah ucapan. Ya tuhan..

"Ehm.. itu, di banner.. hm.." Bagus, bagus sekali. Mengucapkan tidak semudah menunjukkan, mengucapkan tidak semudah menulis. Argh! Bintang Frustasi, astaga..

"Jadi gak mau di jawab ya?" Friska sengaja menggodanya dan Bintang mendelik tajam ke arahnya.

"Okay. Okay.. Friska.." Dengan menghela nafasnya dan memejamkan matanya untuk meyakinkan dirinya, Bintang meraih tangan Friska dan menggenggamnya dengan lembut.

"Sebelumnya.. lo udah tau gimana masa lalu gue, dan lo mau nerimanya dengan lapang dada,, sebuah kebahagiaan buat gue. Dan Friska, disini. Gue.. Bintang yang pernah menjadi bajingan dan binatang buat lo ingin mengabdikan seluruh hidupnya.. bersama lo."

"Gak enak banget Bintang bahasanya." Ah, Friska. masih saja sempat protes.

"aku tahu, aku tidak sempurna. Tetapi sekalipun aku bukan orang yang sempurna, aku selalu berharap bahwa aku bisa menjadi orang yang terbaik untuk kamu. Sesulit apapun jalan kita ke depannya, aku cuman pengen kamu tahu.. alasan aku bahagia adalah kamu, dan pusat dari semua kehidupanku juga terpusat padamu. Maaf, jika membuatmu terlalu lama menunggu. Disini, aku menyerahkan semuanya. Aku menyerahkan hidupku untuk selalu bersamamu, mencintaimu dan terus menerus mencintaimu. Friska, maukah kau menikah denganku?" Tanya Bintang dengan tulus. Friska meneteskan air matanya dan dengan segera ia mengangguk yakin. Bintang mengerutkan keningnya, Friska harus mengatakannya bukan?

"Aaaa.. Bintaaang.. aku mauuuuu." Ucap Friska, gadis itu langsung melemparkan tubuhnya ke dalam dekapan Bintang.

"Kalau lamarannya seindah ini semua orang juga gak akan nolak." Ucap Friska lagi. ia melepaskan pelukannya dari Bintang.

"Jadi, udah ini kita nikah?" Tanya Friska, dibalas anggukkan oleh Bintang.

"Iya, sayang.." Ucap Bintang. Blush! Pipi Friska langsung kembali memerah mendengar sebutan baru dari Bintang untuknya. Ah, Bintaang.. Friska tidak tahan, rasanya terlalu manis sekali. Dan ia merasa kewalahan.

"Seneng?" Tanya Bintang lagi. friska mengangguk.

"Ya, tapi ekstrim juga ya. mainan Bungee Jumping gitu. Pantes aja pas pakein sabuk pengamannya kenceng banget tuh ciuman. Biar gak curiga kan?"

"Bilang aja kamu juga suka kan. atau kecewa? Karena ternyata tadi cuman dipakein sabuk pengaman aja? Bukan di ena ena?"

"AH BINTANG DIEM!"

"Hahahaha muka kamu merah sayang.."

"BINTAAAANG!"

"MAS! Mas Bintang.."

"WHAT? Gak mau! Jelek! Rasanya kayak tunangan sama mas tukang tambal Ban."

"Mungkin Honey?"

"Gak mau geli!"

"Oh jadi mau baby?"

"Hyyaa.. makin geli."

"Oh, jadi maunya kangmas?"

"AAA BINTANG CUKUPPP.. GUE GELI DENGERNYA!" Pekik Friska pada akhirnya, Bintang tertawa dengan puas. Dasar Friska..

"Ah iya!" Friska mengingat sesuatu dalam kepalanya.

"Kenapa?" Tanya Bintang.

"Tau darimana aku lagi makan malem sama papa?"

"Oh itu? Bulan yang bilang.."

"Oh.."

"Hmm.." Gumam Bintang. friska mengangguk pelan, jadi Bulan sudah berbicara dan menjalankan rencana mereka untuk memanas-manasi Bintang? pantas saja Bintang datang begitu saja dan mengganggu acaranya bersama ayahnya. Ayahnya.. tunggu dulu.. ayahnya? Apa? Ayahnya?

"BINTANG KAMU HARUS JELASIN SAMA PAPA AKU KALAU AKU GA PERNAH HAMIL SAMA KAMU!!" pekik Friska seketika. Bintang kembali tertawa.

"Gak usah lah, toh kita juga mau nikah kok."

"Tapi nanti papa jadi marahin aku!!"

"Gak akan, kan ada yang tanggung jawab."

"Tapi kan aku gak hamil!!"

"Kan aku bilangnya kamu pernah hamil terus keguguran!"

"Aaa Bintang, kamu fitnah aku!"

"Ya biarin aja, aku yang fitnah. Aku yang nikahin juga kan."

"Ini semua salah kamu!"

"Kok aku?"

"Ya, kenapa malah kasih alesan semacam itu sama mereka? Kan bisa langsung bilang aja suka sama aku."

"Tapi gak akan sureprise nantinya."

"Tapi malah merusak pencitraan aku! Ah Bintang nyebelin! Dasar Bintang dilangit senengnya bikin kesel aja. Aku benci sama kamu!!"

"Aku juga sangat mencintai kamu Friska.. selamanya.."

"BINTAAAANG!!"



END



Hahahahaha XD

Fyuhhh.. akhirnya booo tamat juga, ya allah, 21 halaman Ms world! Panjang -__-

Akhirnya aku merasa bucat bisul, wkwk

Maaf yah kalo sangat jauh dari ekspektasi dan maaf jika lamarannya aneh. Karena aku orangnya aneh jadi ide pun suka aneh-aneh. Maaf juga kalau masih ada typo karena mata ini sudah begitu lelah. Ngetik dari jam empat sore loh ini :") bayangkaaaan.. hahaha XD

Harusnya ini jadi dua part, tapi disatuin deh.. wkwk

Untuk semua orang yang sudah membaca tulisan aku ini, terimakasih sayang sayangku..

Kalian lebih berarti buat aku :*

Semoga kita bisa bertemu lagi di cerita aku yang selanjutnya ya, bukan Friska Bintang aja. Itu juga kalau kalian mau bacanya, hehe

Terimakasih juga pada Mbak Asri yang sudah memberikan kesempatan buat ikut challenge ini dan maaf kalau punya aku yang paling panjang :v dan paling nyeleneh mungkin..

Maaf juga ya mbak kalo karakter Bintang sama Friskanya begitu melenceng, wkwk 

aku suka lupa diri kadang.. 

Hayu atuh semuanya berkomentar untuk kesan dan pesannya mengenai si oh baby ini..

Akhir kata.. selalu terimakasih.. dan sampai jumpa.. ^^


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro