Jilid. 39
"Ibu, aku lapar," keluh Sheryl yang langsung menubruk Kala ketika bertemu sosok yang berdiri di ruang tunggu sekolah. Hidupnya kembali dengan ritme yang sama; bangun pagi, membuatkan Sheryl sarapan, mengantarnya sekolah hingga gadis kecil itu pulang. Seperti saat ini.
Kala membeku sesaat. Dirinya masih belum terbiasa dengan semat yang diberi sang anak padanya. Ini memang rahasia. Rahasia yang benar-benar juara membuat mood Kala berada dalam tingkat seratus persen.
"Memang Non—" Kala langsung membekap bibirnya saat bola mata kecil itu mendelik marah ke arahnya. "Memang Sheryl mau tunggu Ibu masak? Kan, laparnya sekarang." Diusapnya lembut puncak kepala sang anak.
"Sekarang nyamil donat aja, deh." Tangannya sengaja ia ayunkan dengan riang di udara. Tangan itu saling terkait dengan sang pengasuh. Mereka berjalan keluar gerbang sekolah menuju mobil jemputannya.
Kala tertawa. "Pipinya nanti makin bulat mirip donat."
"Enggak apa. Yang penting Papa bilang, aku masih manis seperti Ibu Kala."
Wanita itu hanya menggeleng dengan ucapan absurd yang ia yakini, berasal dari sang ayah. "Oke. Kita nyamil donat dulu."
Belum genap langkah mereka tiba di mobil, seseorang menghentikan Kala.
"Maaf mengganggu, perkenalkan saya Andri."
Kala mengerutkan kening kebingungan. Ia merasa tidak mengenal sama sekali dengan pria yang ada di depannya saat ini.
"Sebelumnya saya pernah bertemu?" tanya Kala hati-hati. Lalu ia menunduk sedikit untuk berbisik pada gadis kecil di sampingnya. "Sheryl masuk dulu. Nanti Ibu susul."
Beruntung anak itu segera menuruti apa pintanya.
Pria itu tersenyum mafhum dengan tindakan wanita berambut sebahu tadi. "Kita belum pernah bertemu sebelumnya."
"Lalu ada kepentingan apa?"
"Ini berkaitan dengan ibukandung Sheryl. Namanya... Sheryl, kan?"
***
Ponsel Kala berdering berkali-kali namun sang pemilik abai. Apalagi saat ia melihat ID caller sang penelepon. Buat apa ia angkat atau balas semua pesan yang masuk secara bertubi itu? Sudah tak ada gunanya. Urusannya sudah selesai.
Ia sudah memilih, kan? Kalau si penelepon tak terima, sudah bukan urusannya. Apalagi kini kepalanya penuh pada pembicaraan singkat dengan pria asing yang baru menemui dirinya. Bahkan kartu nama yang masih setia berada di kantung, ia pastikan tidak terjatuh atau tercecer di mana-mana.
Memperkenalkan diri sebagai Andri, asisten pribadi seorang Keana Grizelle. Menceritakan dengan singkat apa urusannya di sini, karena berkaitan dengan seorang Sheryl.
"Saya minta izin ayahnya Sheryl terlebih dahulu, Pak Andri," kata Kala yang tampak ragu saat menerima kartu nama tersebut siang tadi.
"No prob, Mbak Kala. Saya mengerti. Mbak Gisell pun sangat paham hal itu, kok."
"Mohon saya dihubungi segera kalau sudah mendapat izin dari beliau," katanya menambahkan.
Kala mengangguk ragu pada akhirnya sebelum pamit masuk ke dalam mobil.
"Ibu buat apa?" Sheryl langsung menyergap tubuh pengasuhnya yang mendadak kaku.
Lamun yang sedari tadi menguasai pikiran Kala buyar, terganti dengan sosok kecil yang kini menatapnya dengan berbinar.
"Brownies keju." Kala mengusap lembut puncak kepala Sheryl. "Makannya sudah?"
"Dari tadi," sahut Sheryl cepat. "Ibu bengong aja, sih. Ada apa, sih? Om-om tadi itu siapa?"
Kala tersenyum penuh pertimbangan. "Teman Papa."
Sebagai jawaban, Sheryl hanya membentuk bulatan pada bibirnya. "Bu, aku mau jus mangga, ya. Aku di gazebo. Nanti Ibu susulin, ya."
Dengan gegas, Kala mengangguk. Sosok itu pun berjalan menjauh darinya, hingga akhirnya menghilang di balik pintu kaca yang mengarah pada taman yang cukup luas di samping rumah besar itu.
"Mbak," panggil Nina dengan tergopoh. Ini membuat Kala menoleh dan menatap gadis itu dengan kebingungan.
"Bapak telepon. Katanya ponsel Mbak enggak diangkat-angkat. Penting."
Kala membeliak kaget. Segera ia terima ponsel Nina dan baru akan mengucap salam...
"Ponsel kamu nyemplung ke panci, Mbak Kala?"
Kalau bisa Kala tertawa pasti sudah ingin ia tertawakan suara Daru di ujung sana. "Maaf, Pak."
"Sheryl lagi apa?"
"Main di gazebo."
"Bisa saya bicara?"
Kala menimbang sebentar. "Sebenarnya saya masih di dapur, belum susul Non ke gazebo. Saya telepon Bapak lagi, ya, kalau sudah bersama Non?"
"Mbak buat apa memangnya?"
"Ehm... brownies keju."
"Sisakan saya beberapa potong. Sheryl pelit banget kalau kamu yang buat camilan. Saya selalu kehabisan."
Kala masih terdiam mencoba mencerna.
"Saya juga mau teh lemon buatan Mbak Kala, ya. Sudah berapa hari Mbak enggak buatkan untuk saya?"
****
Jangan lupa baca kisah aku yg lainnya yaaaa
Semoga sukaaa
Oiya di Karya Karsa untuk Kala Mantari memang belum ada. Hehehehe
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro