Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jilid. 25

Kala mengembuskan napas pelan. Berulang kali. Ini adalah titik yang berat selama Kala mengenai Sheryl. Gadis itu duduk di sebelahnya, sedikit bersandar pada dirinya sembari menikmati semangkuk sereal. Acara di TV benar-benar menyedot perhatiannya. Sesekali bibir kecil itu tertawa, lalu bergumam pelan.

"Non." Ia tak mungkin menunda lagi. Hari Rabu ini, Kala diundang untuk menandatangani kontrak perjanjian kerja sementara. Yang artinya, jika Kala setuju, mulai Senin depan Kala sudah bekerja di sana. Walau hanya tiga bulan, kontrak terhadap pekerja harus tetap ada.

"Mbak nanti sore temani aku bersepeda, ya." Sheryl hanya menoleh sekilas lalu kembali asyik dengan suguhannya.

"Mbak mau bicara boleh?"

Kali ini atensi sang nona muda benar-benar ke arah Kala. Alisnya yang tebal pun raut wajah cantik itu tampak bingung dan juga menunggu. Mungkin dalam pikiran kecilnya, si pengasuh hanya ingin bicara mengenai pelajaran untuk hari esok.

"Mulai besok, ada Mbak baru yang gantiin Mbak Kala, ya."

Mangkuk yang tersisa separuh itu meluncur sempurna ke atas karpet. Ini membuat Kala gelagapan.

***

"Non, sarapan dulu." Kala langsung menghampiri anak itu begitu ia mengarah ke dapur. Sheryl melengos. Tas punggungnya sudah tersampir. Biasanya Kala yang mengambil dan membawanya. Pun sepatu sekolahnya sudah rapi dikenakan Sheryl.

"Lho, Sheryl sudah siap? Sarapan dulu, Sayang." Anna mengusap puncak kepala sang cucu penuh sayang.

"Pa, aku tunggu di mobil. Aku mau diantar Papa aja. Enggak mau sama Mbak."

Kala yang baru saja menutup kotak bekal Ice Bear kesayangan Sheryl, hanya mampu menggigit bibir bawahnya. Padahal pagi ini ia sengaja bangun lebih pagi. Membuat satu loyang pizza untuk sarapan juga bekal nantinya. Berharap dengan apa yang ia buat, bisa membuat hati Sheryl sedikit membaik.

Semua orang yang ada di dapur saling pandang. Tak terkecuali Daru yang kini didekati Sheryl. Gadis itu hanya diam berdiri enggan duduk di samping sang ayah. Menunggu agar ayahnya segera menyelesaikan sarapan dan bergegas berangkat.

"Oke." Daru segera melahap satu tangkup roti selai kacang dan langsung menenggak kopi buatan Nina.

Sepeninggalan mereka berdua, bahu Kala merosot. Bahkan bekal yang sudah ia persiapkan, tidak mau dibawa. Anak itu hanya mau sekotak susu itu pun Nina yang beri. Semua yang Kala tawarkan dihargai gelengan.

"Sheryl beneran marah, Nak Kala." Anna menghampiri Kala, mengusap bahunya pelan. Tak dapat dipungkiri Anna kalau kedekatan mereka bukan sembarangan. Insting seorang ibu bisa melihat dengan jelas bagaimana seorang Kala Mantari menyayangi cucu satu-satunya itu.

Banyak hal yang berubah dalam diri Sheryl semenjak kedatangan Kala. Anak itu masih sering lost control dalam hal emosi namun, bisa dengan mudah dikendalikan Kala. Berbekal sabar yang segunung pun keterampilan Kala membujuk dengan seporsi makanan kesukaan cucunya, sudah mampu mengambil separuh hati Sheryl. Mungkin sekarang bukan lagi separuh yang dikuasai Kala tentang hati Sheryl namun, mendekati utuh.

Anna pun tak kurang berusaha menahan Kala agar tetap di sini namun sepertinya usaha itu sia-sia. Kala sudah meneguhkan hati. Katanya, "Biar saya punya pengalaman juga, Bu. Selama ini saya hanya bekerja sebatas membantu mengajar saja. Siapa tahu, nanti ada kesempatan saya bisa panjang rezekinya bekerja di sana. Saya ingin kuliah lagi."

Hati mana yang tidak tersentuh saat Kala mengemukakan alasan utama kenapa ia menerima walau hanya sementara. Kala juga bilang, "Rezeki kita enggak pernah tau, Bu. Saat ini rezeki saya sangat berlimpah. Bertemu dengan orang baik seperti keluarga Ibu, itu sudah rezeki besar buat saya." Saat Anna berkata kalau pekerjaan itu hanya tiga bulan lamanya. Sikap optimis yang Kala punya membuat Anna akhirnya menyerah.

Wanita berambut sebahu itu hanya mengangguk lemah. Ia sudah bisa menduga hal ini akan terjadi, namun mengalami langsung rasanya sangat menyedihkan. Saat ia memberitahu Sheryl dengan kata-kata yang demikian sederhana juga alasan yang sekiranya bisa diterima oleh sang anak, semuanya dimentahkan oleh Sheryl. Dengan nada cukup keras anak itu berkata, "Mbak pembohong!!! Aku benci Mbak!!!"

"Nanti saya bawa aja, Bu, bekalnya pas jemput." Kala mencoba tersenyum padahal tak bisa ia tutupi betapa sedih hatinya. "Siapa tau Non mau makan."

"Nak," panggil Anna.

"Ya, Bu?"

"Kamu yakin dengan keputusan kamu?"

Kala terdiam.

***

"Princess sakit gigi?" goda Daru sembari menjawil gemas dagu lancip sang anak. Namun sekali lagi, ledekannya diabaikan. Anak itu hanya melengos sedikit lalu kembali fokus menatap jalanan.

Daru mendesah pelan. Ia mengerti kenapa perubahan sikap Sheryl langsung drastis seperti ini. Pasti pengasuh sang anak sudah memberitahu apa keputusannya. Daru memang yakin Kala pasti memilih untuk meninggalkan keluarganya. Meninggalkan Sheryl terutama. Bisa saja ia menahan, dengan banyak alasan dan juga sedikit tipu muslihat. Tapi untuk apa?

Sebagian besar hati Daru masih bisa berpikir secara logis. Kala bukan lulusan sembarangan yang walau pekerjaannya sekarang tidak ada yang salah. Pasti ada keinginan yang timbul ketika mendapat kesempatan menggunakan ijazahnya secara benar dalam pekerjaan. Ia sudah memperhitungkan jika saja anaknya merajuk. Karena Daru menyaksikan sendiri bagaimana sikap sang anak pada pengasuhnya.

"Apa yang bisa Papa lakuin biar Princess Papa senyum lagi?"

Sheryl menoleh ke arahnya. Yang Daru tak siap, bukan sekadar merajuk yang akan ia hadapi, tapi air mata yang sudah membasahi pipi. "Aku mau Mbak Kala. Aku enggak mau Mbak lainnya."

Daru terdiam.

"Papa sayang Sheryl, kan?" Ia mengusap ujung hidungnya yang basah. Ia tak peduli kalau nanti matanya sembab dan akan ditanya banyak oleh Miss Rina. "Kalau sayang, aku cuma mau Mbak Kala. Aku sayang Mbak Kala. Bilangin Mbak Kala jangan pergi."

Daru menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Mbak Kala memang mau ke mana?" Ia tak tahu alasan apa yang Kala beri pada anaknya. Lebih baik ia mengorek sedikit informasi. Tak ada salahnya, kan?

"Mbak Kala bilang mau pulang kampung." Sheryl kini menatap sang ayah penuh harap. Siapa tahu dengan membujuk ayahnya agar mencegah sang pengasuh tidak kembali ke kampung halamannya akan berhasil.

"Mbak Kala ada urusan, Princess, makanya pulang kampung."

"Kalau gitu bisa balik lagi, kan? Urusannya selesai, kayak Papa yang dinas-dinas itu, langsung pulang ke rumah. Berarti Mbak Kala bisa dong seperti itu. Setelah urusannya selesai di kampung, dia pulang ke rumah."

"Rumah Mbak Kala di kampung, Princess."

"Aku ikut Mbak Kala aja, deh. Papa kan ada Eyang. Sekolah aku pindah ke tempat Mbak Kala aja. Aku juga udah enggak suka sekolah di sana. Aku mau sama Mbak Kala. Pokoknya sama Mbak Kala." Sheryl ngotot. Tangannya bersidekap. Bibirnya sengaja ia kerucutkan.

"Lho, Papa gimana kalau kamu tinggal gitu aja?" Sebenarnya Daru ingin tertawa mendengar Sheryl yang merajuk seperti itu.

"Papa, kan, sibuk. Jarang sama aku juga. Kalau Papa kangen, Papa ke rumah Mbak Kala aja ketemu aku di sana."

Mobil yang Daru kendarai sudah tiba tepat di dekat gerbang sekolah. "Nah, sudah sampai."

"Pokoknya aku mau ikut Mbak Kala pulang kampung."

"Sekolah dulu, ya." Daru mengusap puncak kepala anaknya pelan. Ajaib. Hari ini tak ada delikan marah dari sang putri karena perbuatannya. Justru sebuah kecupan kecil diterimanya, lengkap mulai dari pipi, kening dan ujung hidung.

"Izinin Sheryl ikut Mbak Kala, ya, Pa. Please."

****

Duh ... Sheryl kalau minta bikin Papa Daru bingung.


Oiya, jangan lupa baca story aku yang lain, ya.

- Kisah Xena dan Riga (Love you, Om)

- Kisah Aa' Rendra dan Lampir Sayana (Unconscious of Love)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro