Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jilid. 11

Dua hari sudah Sheryl bersikap dingin padanya. Emosi sang gadis kecil luar biasa menguji Kala. Seisi rumah bilang, dirinya adalah pengasuh tersabar yang masih bertahan untuk Sheryl. Kala menanggapinya dengan senyuman. Sebenarnya ia tak sesabar itu. Self healing yang ia lakukan menghadapi Sheryl cukup besar. Hanya saja ia tak mengeluh.

Baginya, Sheryl seperti sebuah kotak penuh rahasia. Dasar dari kotak itu ingin segera ia temukan. Dulu, Kala pernah bermimpi menjadi seperti apa dengan gelar yang ia punya. Semuanya dilindapkan dengan cinta dan Kala sudah tak ingin menyesalinya. Makanya, ketika dihadapkan dengan seorang Sheryl, ia merasa, seperti menemukan oase di padang tandus hidupnya. Mungkin sedikit lagi jika ia bersabar akan membuahkan hasil. Kala berharap sekali akan hal itu. Jiwa Sheryl baginya entah kenapa mendadak penting.

Pagi ini, Sheryl belum ada di meja makan. Majikannya dinas keluar kota sementara Ibu Anna, kemarin sore flight ke Palembang. Ada urusan keluarga katanya. Di sini, Kala mempelajari satu hal. Sheryl terbiasa ditinggal sendiri, hanya dengan pengasuh yang secara berkala melaporkan kegiatan gadis kecil itu. Secuil rasa peduli itu tanpa Kala sadar berubah dan mulai membukit.

"Non," panggil Kala sambil mengetuk pintu kamarnya. Tak ada sahutan setelahnya. Ini membuat Kala mendorong pelan pintu berstiker kuda poni itu. Fisaratnya bilang, gadis kecil itu kembali bergelung dengan selimutnya.

Tebakannya benar.

"Non enggak sarapan?"

Gadis itu menggeleng pelan. Seragamnya sudah kusut karena gadis itu berbaring di kasur, pun kepang rambutnya. Mencuat sana sini.

"Mau sarapan di kamar?"

Sheryl kembali menggeleng.

"Non nanti telat ke sekolah." Kala sudah duduk di tepi ranjang. Mendekat ke arah gadis yang sedari tadi memang terdiam. Biasanya setelah mandi, anak itu demikian cerewet ingin ini dan itu, walau dengan nada ketus.

"Aku enggak mau sekolah."

Kala pun sudah menduga hal itu. Suara itu begitu pelan, tidak seperti biasanya yang menantang dan tak pelak membuat pertahanan Kala runtuh perlahan.

"Mbak boleh tau kenapa?"

Gadis kecil itu bangkit, matanya berkaca-kaca. Ada ketakutan di sana dan itu membuat Kala merasa perih di hati. "Aku enggak mau cerita. Mbak Kala suka bohong sama aku."

Bibir Kala mengurva separuh, "Kalau menghadiri acara Non Anka, Mbak nyerah. Papa Non galak ke Mbak kalau Non enggak ikut."

Sorot mata Sheryl memicing sesaat, lalu tampak terkejut. "Papa begitu ke Mbak? Kok, Mbak enggak cerita ke aku?"

"Non dari kemarin aja judes ke Mbak. Mbak gimana mau cerita." Kala semakin mendekat ke arah gadis kecil itu. "Mbak buat roti goreng isi sosis, wortel dan kentang. Kata Mbak Nina, sih, enak. Mbak cuma takut habis sama Mbak Nina."

"Eh, jangan gitu dong. Aku mau. Mbak Nina kalau makan banyak, aku tau!" Sheryl langsung loncat dari ranjang besarnya. Sepertinya anak itu mulai melupakan kemarahannya. Penuh gegas, Kala ambil tas sekolah yang ada di meja belajar dan menyusulnya.

"Non, hati-hati turunnya," kata Kala memperingati.

Untuk dua hari berlalu dengan Sheryl tanpa tawa, Kala akhirnya mendengar suara itu lagi. Jenis tawa renyah yang tak sabar untuk menyongsong sesuatu. "Enggak, Mbak. Aku pelan-pelan, kok."

Tiba di ruang makan, Sheryl langsung menarik kursi cukup keras. Nina yang sedang membereskan area daput terkejut akan kedatangannya.

"Roti goreng aku enggak dihabiskan Mbak Nina, kan?"

Nina tertawa setelahnya. Kala segera menyusul Sheryl, memberi segelas susu hangat yang sudah dipersiapkan untuknya. Gadis itu menurut, menenggak susunya pelan-pelan, lalu mulai sarapannya.

"Aku boleh enggak sih, enggak sekolah di hari Rabu?" tanya Sheryl seraya menatap Kala yang duduk bersisian. Sesekali wanita itu mengelap sudut bibir Sheryl yang berlumuran mayonaise.

"Hari sekolah kan lima hari, dari Senin sampai Jumat. Enggak ada yang boleh bolong. Kalau bolong namanya bolos. Itu enggak baik."

"Can I skip school on Wednesday? Every Wednesday? I really hate Wednesday." Sheryl menggunting tatapannya, mengalihkan dengan segera. Enggan menatap Kala, lebih memilih memainkan garpunya. Menusuk asal risol yang ada di piring sajinya.

"What happened on Wednesday? Do you want to tell me why?" tanya Kala hati-hati.

"I was ashamed. There were holes and stains on my swimwear. I was angry because I could not participate, and it was graded! I didn't know who did that to me. Mr. Donny said that I got a C! I'm afraid someone will do the same thing today, and then I will get another C. And Papa will be disappointed." Gadis itu berkata dengan lirihnya.

Kala memejamkan mata sejenak. "You don't need to be scared. I will be there and talk to Mr. Donny."

"Can you do that?" tanya Sheryl tak percaya. Matanya kembali menatap pengasuhnya.

"I will try, but you have to go to school today." Usapan lembut Kala bagi agar Sheryl kembali memberikan kepercayaannya yang sempat luntur.

"I'm not sure you can't talk to Mr. Donny. He's so grumpy!" Bahu Sheryl terkulai lemah mengingat dengan siapa nanti mereka akan berhubungan.

"InsyaAllah." Senyum Kala masih setia di bibirnya. Senyum untuk menguatkan Sheryl kalau anak itu tidak sendiri. Ada dirinya.

"Do you understand what I'm talking about? Oh my God! Can you keep this as a secret? I don't want Papa to know that I got C. Please don't tell Papa, please ... I promise to do better." Mata Sheryl mendadak melotot mengetahui apa yang baru saja ia lewatkan.

Pengasuhnya tahu rahasia yang ia sembunyikan!

"Keep my promise." Kala mengulurkan jari kelingkingnya. Sempat mendapat tatapan ragu namun akhirnya jemari itu saling terkait dengan senyum kecil yang Kala tahu, itu senyum yang ditunggu olehnya selama ini. Senyum kepercayaan seorang anak pada wanita yang berjanji dalam hatinya, akan membela gadis kecil itu mulai kini.

***

"Mbak, tadi aku disuruh kerjakan essai dan kuis sama Pak Donny untuk tebus nilai kemarin dan hari ini karena kurang sehat."

Kala tersenyum. Mendapati mata anak itu kembali berbinar adalah prioritasnya hari ini. "Tapi bisa ngisinya, kan?"

Gadis berkepang itu mengangguk semangat. "Aku yakin dapat nilai A."

"Alhamdulillah."

Kala segera mengambil tas gendong dan juga tas kecil berisi baju renang Sheryl. Saat menggenggam tali tas renang itu, ada kejanggalan yang terjadi tapi Kala sudah mempersiapkan kalau hal ini akan terjadi. Lagi.

"Hari ini aku mau makan es krim."

"Mbak buatkan roti es krim goreng gimana?" Kala membuka pintu mobil yang sudah menunggu mereka. Bersapa kecil pada Ahmad yang menyambut kedatangan mereka.

Sheryl duduk dengan nyaman di kursi penumpang tapi keningnya berkerut. "Aku enggak yakin Mbak Kala bisa."

Wanita itu menarik garis lengkung pada bibirnya. "InsyaAllah bisa."

"Aku mau rasa cokelat dan vanila dicampur jadi satu, ditabur meises warna warni. Di atas rotinya aku mau diberi sirup."

Kala tertawa kecil mendengar semua permintaan dari Sheryl. "Oke, Non." Sepanjang perjalanan pulang hari ini, Sheryl bersenandung ria. Kala yang melihatnya sungguh merasa bahagia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro