chapter 5
Selamat membaca
Hari sabtu biasanya digunakan kebanyakan orang untuk menghabiskan waktu dengan keluarga, teman atau bahkan kekasih. Ada juga yang menikmatinya dengan bersantai di rumah atau berbelanja kebutuhan selama seminggu. Tapi tidak untuk sekawanan pencari berita yang harus selalu melewatkan weekend dengan gerumulan tugas demi sebuah berita.
Bogor, kota pinggiran Jakarta yang memiliki udara sejuk berkisaran 21° celcius menjadi tujuan mereka kali ini.
Daihatsu Xenia berwarna silver dengan logo salah satu infotainment yang hampir menutupi seluruh bodinya tengah merangkak. Suara bising perbaikan tengah jalan menjadi faktor mengularnya antrean mobil-mobil itu, walau harus diakui itu sebagai bentuk realisasi dari janji orang yang kini berada di gedung parlemen.
Imel berdecak, ia lalu menyisir surai hitamnya membuka ikatan dan kembali mengikat dengan posisi lebih atas. Dilihatnya mesin-mesin raksasa guna mengalahkan rasa bosannya. Wisnu menyodorkan bungkus permen berwarna merah dengan rasa cherry padanya.
"Mau 'Mbak?"
Imel tersenyum sedikit dan mengambil satu dari dalam bungkus yang disodorkan Wisnu. Wisnu juga menawarkan pada Lisa yang hanya dibalas gelengan olehnya.
"Kira-kira Aksa sudah sampai di sana belum, ya?" monolog Wisnu memecah keheningan.
Imel menghela napas. Menurut feelling-nya Aksa sudah sampai di lokasi. Mengingat di daerah sana banyak sekali penginapan atau hotel. Kenapa ia tidak kepikiran untuk datang jum'at sore kemarin dan menginap semalam. Sungguh kebodohan yang tak akan dilupakan perempuan cantik itu.
"Mbak Imel tidur aja kaya Lisa, jadi nanti pas sudah sampai kalian bisa fresh. Masa mau ketemu artis ganteng kalian kusut."
"Ganteng kalo sukanya sama yang ganteng juga buat apa?" Salah satu crew yang ikut bertugas menyetir mobil langsung terpekik ketika merasakan cubitan di pinggangnya.
Imel menyandarkan bahunya. Sedikit memejamkan mata mungkin bisa mengurangi kebosanannya pada kemacetan.
Tidak lama mobil tersebut sampai di lokasi. Setelah memastikan ijin sudah diurus oleh pihak management. Mereka turun dan menyiapkan HDV Camcorder juga Voice recorder yang disiapkan di bagasi mobil. Lalu kembali masuk ke dalam mobil untuk masuk ke area Taman Safari.
Imel tersenyum ketika melihat beberapa Jerapah dari dalam mobil. Tidak lupa ia mengambil gambar hewan berleher panjang itu untuk di upload di sosial medianya. Inilah yang Imel sukai dari pekerjaan sebagai reporter. Ia bisa bekerja sekaligus berlibur dalam waktu bersamaan. Hingga mereka sampai di penakaran hewan yang sakit.
"Kak Imel! Itu Aksa!"
Lisa berseru heboh, melihat laki-laki yang mereka ketahui berusia 26, tahun ini. Nampak gagah dengan kaos polo berwarna putih dan tappered fit jeans berwarna hitam, rambut yang sedikit panjang ditutupi oleh topi berwarna senada kaosnya, tidak lupa kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
Imel dan ketiga rekannya menghampiri Aksa dan rombongan para relawan konservasi alam. Aksa sedikit terperanjat ketika mata mereka bertemu. Pertama, karena seragam yang digunakan keempat orang yang menghampirinya. Kedua, karena ia masih ingat betul dengan reporter aneh yang menyebutnya pencuri mobil, entah kenapa wajahnya sulit dilupakan Aksa.
"Selamat siang, Pak." Imel menjabat laki-laki paruh baya si samping Aksa yang menjabat sebagai penanggung jawab Taman Safari.
"Kalian yang mau liputan di sini, ya?" balasnya dengan senyuman teduh.
"Liputan?" Aksa bersuara. "Liputan apa?"
"Loh? 'Nak Aksa tidak diberitahu?" Laki-laki itu mengarah pada Dhanu. Manager Aksa.
"Lo tau soal ini?"
Pandangan Aksa menggelap, ia paling tidak suka tahu kenyataan dari orang lain. Terlebih lagi, untuk saat ini Aksa belum ingin bertemu dengan satu orangpun wartawan. Ia menghela napasnya kasar sebelum berlalu meninggalkan kerumunan itu. Bahkan saat Aksa melewati Imel, laki-laki tinggi tersebut sempat menyenggol bahu Imel.
"Sa, denger gue dulu."
Dhanu mencoba mengejar Aksa yang menjauh. Sementara Imel menitipkan voice recordernya pada Wisnu dan berlari menyusul Aksa.
"Apa?!" Aksa menyentak Dhanu. "Kenapa lo ngga bilang soal wartawan? Ohh... Biar gue tebak." Aksa mengacungkan jari telunjuk tangan kanannya.
"Mas Satriyo?" Nada rendah Aksa memberikan signal bahaya bagi Dhanu. "Dia yang nyuruh lo bawa wartawan ke sini, dan ngga bilang apa-apa sama gue?"
Dhanu hanya bisa diam, semua yang menjadi dugaan Aksa tidak ada yang salah.
"Gue balik, dan makasih buat hari ini, Nu." Aksa berbalik, siap untuk meninggalkan Dhanu yang masih diam seribu bahasa sampai tangannya ditarik oleh tangan kecil yang membuat pergerakkannya terhenti.
"Aksa, apa saya bisa minta waktunya sedikit?"
"Gak!"
"Saya mohon, kasih saya waktu sedikit untuk—"
"Untuk apa? Untuk klarifikasi kalau saya ini gay? Kenapa memangnya kalau saya gay? Itu merugikan kalian?"
"Bukan—"
"Kalau kalian ke sini untuk bersimpati pada saya, maaf saya ngga butuh itu. Atau kalian ingin tulis artikel soal saya? Ya. Saya memang gay! Puas kamu?"
Imel mengerutkan keningnya. Aksa tidak memberikannya sama sekali kesempatan berbicara.
"Tapi—"
"Tapi apa? Bukankah cinta tidak memandang perbedaan? Si kaya dan si miskin saja boleh berhubungan. Kenapa justru saya yang memilki banyak kesamaan dilarang?"
Aksa sudah sampai pada emosinya. Ia bahkan mengabaikan tatapan pias Dhanu saat ia mengakui pada wartawan di depan mereka jika Aksa benar-benar seorang gay. Aksa mengalihkan pandangannya pada Dhanu.
"Ini 'kan yang lo mau? Puas sekarang?" Aksa kembali menatap Imel. "Sekarang kamu sudah dapat apa yang kamu mau 'kan? Jadi kamu bisa bersenang-senang, dapat bonus dari atasan kamu karena berhasil dapat berita heboh. Ini kan memang kerjaan kalian, mencari keburukan orang lain untuk dijadikan bahan hiburan kalian!"
"Cuma demi uang kalian semua tega melakukan hal kaya gini?" Aksa tersenyum getir. "Menjijikan!"
"Sudah selesai Tuan Aksa Delvan Arion?" Imel menekan setiap kata yang diucap.
"Jika anda bilang saya puas. Ya! Saya benar-benar puas!setidaknya saya tahu jenis laki-laki seperti apa yang ada di hadapan saya sekarang," ucap Imel, "laki-laki pengecut yang melampiaskan kesalahan pada orang lain!"
Imel mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan Aksa. "Satu hal yang harus anda ketahui, saya bukan orang yang suka mencari kesalahan orang lain. Saya datang ke sini justru mau mencari kebenaran akan rumor yang tersebar. Tapi sepertinya saya tidak perlu bertanya lagi, mengingat anda sendiri yang mengakuinya tadi."
Imel menarik sudut bibirnya melihat Aksa terdiam. Aksa sudah ingin membalas perkataan Imel jika Okky tidak datang dan melerai mereka. Juga Dhanu yang mencoba meminta maaf pada Imel atas sikap Aksa padanya.
"Lain kali, lebih baik kalian jujur sama dia, repot kalo sampai dia bersikap kaya tadi di depan banyak orang." Imel memperingatkan Dhanu.
"Bersikap kaya tadi apa maksudnya?" Sentak Aksa tidak terima.
"Kaya tadi, kaya anak kecil yang ngga dibeliin balon. Ngambekan!" Imel melontarkan kata-kata yang membuat Aksa kesal setengah mati.
Aksa berjalan mendekati Imel lagi setelah dijauhkan oleh Okky tadi. Sementara Imel mendongak balas menatap Aksa dengan tajam.
"Hei, kecil. Jaga bicara kamu sama saya, saya bisa buat kamu menyesal sama apa yang kamu ucapkan barusan." Aksa menoyor kening Imel dengan telunjuknya.
Imel yang tidak terima, mencengkram tangan Aksa dan memelintirnya. Membuat Dhanu dan Okky panik dan mencoba melepaskan. Lisa dan Wisnu yang menyusul Imel bersama penanggung jawab berseru panik karena posisi Imel yang sedang memelintir tangan Aksa.
"Siapa yang kecil?"
Aksa berteriak kesakitan, sebelum Okky berhasil melepaskan tangan Imel dari tangan Aksa. Okky mengakui, walau berbadan kecil, Imel punya kekuatan yang luar biasa.
"Kak Imel, astaga!"
Lisa berseru panik, ketika melihat idolanya berteriak kesakitan.
"Mbak, saya mewakili Aksa meminta maaf atas sikap Aksa." Dhanu sedikit membungkukkan badannya.
"Kenapa lo yang minta maaf? Gue korbannya di sini!" sungut Aksa tidak terima, "Saya akan laporin ini ke pihak yang berwajib, awas aja kamu!"
Okky menarik Aksa agar menjauh dari Imel sebelum ia kembali meledak-ledak. Sementara Wisnu hanya menganga melihat interaksi Imel dengan Aksa barusan.
Imel melihat mobil Aksa sudah meninggalkan pekarangan tempat penangkaran hewan tersebut tertawa. Ia tidak menyangka, jika ternyata Aksa adalah laki-laki childish. Tapi, satu hal yang mengganggu pikirannya. Apa ia harus menulis artikel jika Aksa memang mengakui dirinya gay?
Karena saya udah lama ngga ngeberisik di dunia wattpad. Jadi kita akhiri part ini dengan ucapan terima kasih.
-kimnurand
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro