Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

chapter 4


Tatapan tajam ternuhus pada deretan 24 tuts, ditekan dengan ritme penuh menghasilkan irama yang terdengar emosi. Dada yang sedikit bergemuruh, menambah kecepatan ritme musik, sebelum gebrakan pada tuts pojok kiri menghentikan alunan luapan emosi tersebut.

"Ini keyboard ngga salah."

Laki-laki yang sejak tadi duduk dan meluapkan emosinya di depan piano hanya mendengus. Melanjutkan tarian jemarinya pada piano digital 2 oktaf di depannya yang terdengar menggema di ruangan senyap bergaya modern. Selain keyboard yang berada di sisi terjauh dari pintu masuk, terdapat beberapa gitar listrik dan gitar akustik yang berjejer rapi lengkap dengan standnya tak ketinggalan stand mic yang bertengger di barisan paling depan dan sebuah drum yang berada di sisi pojok lainnya.

Bersebrangan dengan alat musik ada ruangan yang hanya disekat oleh separuh dinding dan sisanya menggunakan kaca tebal. Tepat di tengah ruangan tersebut terdapat satu perangkat komputer lengkap dengan digital audio workspace juga audio interface dan beberapa microphone juga headphone yang menggantung rapi.

"Aksa."

Seseorang yang duduk tepat di depan layar komputer menghentikan kegiatan Aksa. Laki-laki itu mengambil jaketnya dan melangkahkan kakinya keluar studio musik.

"Ra usah ditanggapi komentar-komentar koyo ngono, lebih baik kamu selesaikan lagumu, wes rampung urung?"

Aksa menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan beraksen Jawa halus dari sang produser.

"Nyinyiran itu biasa, apalagi kamu sedang jadi sorotan. Nanti juga hilang sendirinya kalo kamu bisa buktiin sama prestasi kamu."

Aksa diam, walaupun tangannya mengepal hingga buku jarinya memutih. Memang mudah mengucapkan, semudah mengatakan di tv bahwa minyak yang baik adalah minyak yang bisa diminum. Nyatanya? Siapa juga yang mau meminumnya.

"Dan soal lagumu, saya berharap lagu baru itu kalo bisa bertemakan cinta." Satriyo mengetukkan pulpen di tangan kanannya pada meja komputer. "Kamu tau, jaman sekarang orang itu lebih suka sama lirik lagu yang sederhana. Jadi saya harap yo kamu iso diandalkan soal koyo gini."

Helaan napas mengudara seraya matanya terpejam. Aksa benar-benar tidak habis pikir. Jadi produsernya minta ia diam saja dengan gosip yang beredar. Dan lebih fokus dengan lagunya. Bagaimana jika semua orang mengatakan kalau dia benar-benar gay? Apa Aksa harus menerima itu semua.

Setelah urusannya dengan Satriyo selesai, Aksa keluar dari dapur rekaman dan berjalan menuju parkiran mobilnya diikuti oleh Dhanu sang manager dan Okky asistennya.

Aksa men-swipe pintu mobil dan mengempaskan bokongnya keras dan menyenderkan bahunya dengan sedikit melesak, tangan kanan ia letakkan di kening, berusaha menghalau pikiran kacau yang mengganggunya belakangan ini. Tak memperdulikan jika mobil yang ditumpanginya sudah melesat menjauhi gedung perusahaan rekaman musik.

Jalanan kota Jakarta hari itu nampak padat, walau tak sepadat biasanya. Aksa sedikit terganggu dengan bunyi remah yang dikunyah Dhanu di kursi depan.

"Nu, gue udah sering bilang 'kan kalo jangan makan di dalam mobil?"

"Kita ngga ada waktu buat mampir makan, Sa. Ini udah sore, dan gue belum sempet makan siang tadi." Dhanu mengambil satu keping biskuit gandum yang tengahnya terdapat selai kacang dan memasukkannya ke dalam mulut.

"Ya tapi tetap aja jorok." Aksa mendengus. Ia tak pernah suka jika mobilnya kotor.

"Nanti sebelum pulang gue bawa ke steam mobil, Sa." Okky yang fokus mengemudi ikut menjawab ketika kedua orang itu tak mau mengalah. "Besok gue pastiin sebelum berangkat ke Bogor ini mobil udah bersih."

Aksa kembali mengembuskan napasnya, ia lupa jika besok adalah waktunya untuk bersenang-senang. Aksa memang tipikal laki-laki penyuka binatang. Karena itu, ia tidak ragu saat ada kelompok organisasi yang mengajaknya untuk aksi penyelamatan hewan.

"Sa, gue ada saran buat lo." Dhanu sedikit memutar tubuhnya menghadap Aksa yang duduk di jok belakang.

Hanya deheman yang menjadi jawaban Aksa. Namun, tak menyurutkan niat Dhanu menyampaikan sarannya.

"Gimana kalo lo coba cari cewek aja? Pacaran atau apalah," ucap Dhanu sambil menunggu reaksi Aksa. "Yang pernah gue baca, orang bisa nulis lagu cinta karena inspirasinya dari sini." Dhanu menunjuk dada bagian kirinya.

"Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Lo bisa nulis lagu, gosip soal gay juga hilang." Okky menjentikkan jarinya.

Bukannya senang, Aksa justru mengeratkan kembali rahangnya ketika Okky mengingatkan perihal isu gay padanya.

"Iya, Sa. Dari pada lo dianggap gay beneran, atau lo lebih suka sama orang utan dari pada perempuan?"

Perkataan Dhanu sukses membuat Aksa melemparkan gumpalan tisu yang tadi ia gunakan untuk mengelap keringatnya. Laki-laki itu kemudian melemparkan pandangannya ke arah billboard yang menampilkan iklan masyarakat tentang bahaya polusi yang bergambar orang-orang memakai masker.

"Maling ya!"

Bibir sebelah kanan Aksa sedikit terangkat mengingat tuduhan yang dilayangkan reporter cantik itu.

Melihat Aksa yang tengah tersenyum, Dhanu mengerutkan keningnya. "Stres kan."

"Aksa, jangan kebanyakan melamun, kesambet nanti," kata Okky menambahkan.

Kesal akan perkataan Okky dan Dhanu, Aksa membuka pintu mobil dan berlalu meninggalkan kedua orang yang sudah dianggap saudaranya. Menggunakan kacamata bening tanpa rasio minus dan masker, Aksa menyebrang jalan menghiraukan teriakan Dhanu dan Okky memasuki stasiun MRT dan menempelkan kartu prepaid-nya pada pintu masuk jalur MRT.

Dua menit berdiri sebelum kereta yang ditunggunya datang. Setelah pembatas terbuka Aksa masuk ke dalam gerbong dan duduk di salah satu bangku samping remaja perempuan yang sedang menggunakan ponselnya.

Tinggi badan Aksa yang melebihi remaja di sampingnya membuat Aksa dapat melihat layar ponsel remaja tersebut dengan jelas.

'Penyanyi yang cuma modal tampang dan berita-berita heboh kok dibanggain? Merusak moral bangsa aja.'

'Ganteng-ganteng kok homo, bikin jijik aja.'

Mata Aksa membelalak ketika melihat remaja itu menuliskan komentar pada postingan Instagram akun gosip. Ia mendekatkan wajahnya pada layar ponsel tersebut, membuat si pemilik mengerut bingung. Sebelum ia membuka sedikit maskernya.

"Kalo mau komentar dipikir dulu, hidup kamu sudah benar belum," ucap Aksa dingin. Tepat saat kereta berhenti di salah satu stasiun, Aksa melenggang keluar dari kereta meninggalkan remaja yang terpaku melihat seorang Aksa tepat di depannya.

Aksa sebenarnya tidak tahu akan kemana, saat ia turun dari eskalator stasiun yang berada tepat di depan mall laki-laki itu duduk di sebuah coffe shop dan membuka aplikasi Instagram. Dadanya begitu sakit, ketika melihat banyak sekali komentar negatif tentang dirinya.

Apa ini akhir dari karir gue?

Mata Aksa menerawang jauh pada sudut mall tersebut. Sampai matanya menangkap sosok yang tidak asing baginya. Sosok yang menyebutnya 'pencuri mobil' itu sedang berada di toko peralatan kamera.

Bibirnya kembali membentuk sebuah senyuman ketika mengingat sorot tajam mata perempuan itu. Namun, hanya sedetik ketika ia mengingat bahwa perempuan itu adalah seorang wartawan.

Iya, pekerjaan yang menurut Aksa adalah pengganggu hidup orang lain. Berusaha mencari kesenangan dari masalah orang lain. Sejak saat itulah Aksa memutuskan jika kini ia membenci seorang wartawan.


Ini sumpah kenapa alurnya lambat banget :"(
yaudah kalo ada yang kurang berkenan mohon koreksinya. . .

-kimnurand

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro