
chapter 20
Berhatilah dalam menerima kata, karena percaya bisa berujung pada luka. Rangkaian kata yang kau percaya bisa menerbangkan hingga ke angkasa, ternyata juga menghempasmu seketika.
° Reportalove °
Angin menerbangkan sisa-sisa rambut yang tidak ikut terikat. Serupa belaian lembut, Imel sedikit terlena dengan dengan angin pagi kala itu. Setidaknya, angin pagi dapat menenangkannya dari penat setelah begadang semalaman.
Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Kemudian beranjak dari bawah pohon rambutan, tempatnya dulu istirahat dengan teman lamanya di liputan berita. Baru saja ingin menjauh, matanya menangkap sosok yang ia kenal menghampirinya.
"Gue kira kuntilanak keluarnya malem doang, pagi juga ternyata," ucapnya seraya duduk bersandar pada pohon dan mengeluarkan kamera dari dalam tas.
"Kalo gue kuntilanak lo pocongnya berarti."
"Berarti gue satu-satunya pocong yang bisa motret." Ia tertawa pelan seraya mengecek hasil jepretannya. Kemudian menggaruk kepala hingga potongan rambut pendeknya terlihat acak-acakan.
Imel kembali duduk—di sebelah laki-laki itu—dan bersandar pada pundak kiri laki-laki tersebut.
"Kalo belum mau cerita nggak papa kok. Tapi, gue pasti nunggu lo sampe siap cerita sama gue." Seolah tak terganggu dengan beratnya tubuh Imel. Ubay, laki-laki yang sejak tadi sibuk dengan kamera itu masih mengotak-atik focal length pada lensa kameranya.
"Bay ... menurut lo, kalo gue nyembunyiin satu kebenaran gimana?" Imel bertanya, suaranya sedikit berat. Susah payah ia menyuarakan pertanyaan kala hatinya sendiri tak memercayai kebenaran tersebut. Rasa sakit menghimpit, antara perasaan tak terbalas juga perasaan mengkhianati. Membuat dadanya semakin sesak.
"Kebenaran emang ada yang nyakitin, Mel," ujar Ubay yang sekarang menatap nanar pada biru langit, "tapi ada kalanya kita harus menyembunyikan kebenaran itu sendiri. Bukan untuk egois, tapi justru untuk ketenangan semua."
Imel tertawa. Tapi telinga Ubay menangkap suara menyentuh, hampir sumbang. "Tapi bukannya tugas kita mengungkap kebenaran? Itu 'kan prinsip kerja kita?"
Ubay menoleh ke samping. Matanya menangkap sosok rapuh yang biasa berpura-pura tegas itu. Kemudian mengulurkan tangan guna mengusap pelan surai hitam Imel. Lalu menghapus jejak air mata yang sudah turun.
Ubay tidak berkata apa-apa lagi. Hanya isakan Imel di dadanya yang terdengar untuk beberapa menit. Ubay tahu, luka itu kembali dirasakan Imel. Tangan kirinya yang bebas mengepalkan tangan keras.
"Mel, denger gue. Lo nggak harus membeberkan semuanya. Cukup nggak menuliskan sebuah kebohongan. Beres."
Imel menatap Ubay. Tangannya bergerak mengusap kasar sisa-sisa jejak air mata. Kemudian tersenyum.
"Lo bener, makasih buat semuanya ya, Bay."
Laki-laki itu mengangguk. Kemudian menyugar rambutnya yang sedikit panjang di depan.
"Gue tebak. Ini soal si cowok homo itu 'kan?"
Imel kembali memasang wajah mendung. Luka itu kembali menganga ketika Ubay mengingatkannya akan orientasi seksual Aksa. Lukanya semakin dalam. Semakin perih terasa. Iris itu kembali mengembun.
Tebakan Ubay tidak salah. Karena ia telah diberi tahu oleh Nara perihal Imel yang sering menghabiskan waktu bersama Aksa.
"Gue minta maaf." Ubay kembali menghapus jejak kristal di sudut mata Imel sebelum meluruh ke pipi.
Imel mengangguk. Tapi bibirnya sedikit maju. Menandakan ia tengah merajuk. Membuat Ubay gemas ingin mencubit pipi bulat perempuan itu.
"Kaya bebek lo manyun gitu." Ubay mencubit pipi Imel. Membuat sahabatnya itu terpekik kencang.
"Sakit tau!" Imel berusaha melepaskan tangan Ubay. Kemudian memukul kencang lengan Ubay. "Bay ... ayo! Traktir gue sarapan."
"Iyaa ... iya ...." Ubay memelas kala tangannya ditarik paksa oleh Imel menuju antrean nasi uduk yang berada tidak jauh dari sana.
"Udah lama ya kita nggak makan bareng," ujar Imel. Tangannya terulur mengambil tempe goreng.
"Sombong sih!"
Bukan suara Ubay, melainkan suara Afriandar—pimpinan redaksi liputan berita tempat kerja Imel dulu—yang datang kemudian duduk di samping Imel.
"Andar!"
"Apa kabar, Mel?" Andar meneguk teh yang disuguhkan ibu-ibu penjual nasi uduk.
"Gue baik, Henry sering bahas tentang lo," jawabnya bernada riang.
"Hari ini lo nggak kerja, Mel?" Andar bertanya lagi. Karena biasanya Imel sudah ada di lokasi tempatnya bekerja—rumah Aksa.
"Nanti," jawabnya cepat.
Ubay mengkode Andar lewat kedipan mata—agar tak membahas pekerjaan—tapi rupanya Andar tidak mengerti pada kode yang diberikan Ubay. Dan hanya mengerutkan kening memberi respon tak mengerti.
Imel terkikik pada melihat interaksi Ubay dan Andar. "Bay, serius, jangan ngedip-ngedip gitu ke Andar, kalian masih normal 'kan?"
"Bah ... sembarangan lo! Gue kalo mau belok juga milih kali, nggak yang kaya Andar juga."
Gelak tawa Imel menyeruak. Melihat Ubay yang tak terima akan dipasangkan bersama Andar. Juga Andar yang tak terima ucapan Ubay yang menjawab seolah-olah ia bukan laki-laki pilihan. Tapi sikap Andar seolah-olah menunjukan ia tak terima ditolak Ubay.
Tidak berlangsung lama, gelak tawa Imel berhenti seketika saat gebrakan pada meja di depannya. Imel kemudian melebarkan pupil mata ketika siapa pelaku penggebrakan tersebut. Bukan hanya Imel. Tapi seluruh pengunjung juga pemilik warung nasi uduk itu.
"Ngapain lo di sini? Gue udah nungguin lo dari pagi!" Matanya berkilat marah tertuju pada Imel yang tengah duduk bersama Ubay dan Andar.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Imel saat tak menemukan dugaan alasan kenapa Aksa ada di depannya saat ini.
"Kita punya kontrak kerja satu hari lagi, ingat?"
Nada sarkas Aksa terdengar aneh di telinga Andar juga Ubay. Tapi mereka tak berniat sama sekali untuk bersuara. Mengenal Aksa saja tidak, pikirnya.
"Saya tahu, tapi ngapain kamu ke sini? Di perjanjian juga nggak ditulis kalo saya harus datang pagi." Imel merubah posisi. Dari duduk menjadi berdiri berhadapan dengan Aksa.
Aksa tak bersuara. Ia sendiri tidak mengerti kenapa saat Imel tidak datang dan menghubunginya. Dengan bodoh Aksa mencari Imel hingga ke kantornya dan malah menemukan Imel bersama dua orang laki-laki, menyebalkan.
"Yaudah ayo! Kamu ada jadwal shooting kan?" Imel berlalu melewati Aksa. "Bay, Ndar ... gue duluan, ya."
Ubay dan Andar mengangguk kompak seraya tersenyum pada Imel.
"Kalo ada apa-apa telpon gue."
Imel mengangguk kemudian pergi mengajak Aksa dengan gerakan tangan tanpa bersuara.
****
"Kamu kenapa cemberut aja?"
Di dalam mobil Imel mencoba membuka suara. Sementara Aksa yang masih sibuk dengan ponselnya tak menidahkan pertanyaan Imel. Membuat Imel memicingkan mata. Menatap tajam Aksa.
Sampai mobil Aksa memasuki pekarangan sebuah rumah bercat putih gading. Dengan halaman luas, ada lapangan basket di depannya. Yang Imel tahu, rumah itu memang sering digunakan untuk shooting iklan maupun film.
Ia kemudian berjalan lebih cepat dan kembali meninggalkan Imel. Beruntung, Imel ketemu dengan Okky yang baru saja kembali dari membeli minum. Terbukti bungkus es teh manis dengan sedotan plastik yang ia genggam.
"Dia kesambet apaan, Mbak?" Okky menyeruput es teh yang digenggamnya seraya berjalan menghampiri Imel.
"Nggak tau, tiba-tiba nongol di daerah kantor saya."
Okky tersedak es teh yang ia minum. Dengan kasar ia mengusap bibirnya yang sedikit basah. "Hah? Aksa jemput Mbak Imel maksudnya?" tanyanya sedikit tak percaya. "Dia debat sama Dhanu harus ke suatu tempat. Sampe berantem-berantem cuma buat jemput Mbak Imel maksudnya?"
Imel mengangkat bahu acuh. Namun tak bisa dipungkiri, hatinya mendadak senang saat mendengar pengakuan Okky.
"Mungkin dia ada perlu sama saya."
"Iya perlu, urusan hati ya, Mbak? Kayanya Aksa naksir lo, Mbak." Okky berucap mantap. Laki-laki berstatus jomlo lima tahun yang sok-sokan jadi 'mak comblang' untuk Aksa itu berharap Imel bisa peka terhadap tingkah Aksa.
Sedari tadi Imel menguatkan hati. Mencoba mengatur napas. Ia mendengar jelas rentetan kalimat yang di ucapkan Okky. Tapi tidak mau berharap lebih, bisa saja Okky hanya mengada agar Imel tidak menulis tentang apapun orientasi seksual Aksa.
"Ngaco kamu! Saya sama Aksa itu cuma sebatas profesionalitas saja, yang saya lihat Aksa itu baik sama semua orang. Nggak cuma sama saya." Imel mencoba bersikap diplomatis di depan Okky. Baginya Okky tidak perlu mengetahui bagaimana perasaannya pada Aksa.
"Tapi selama ini Aksa nggak pernah sepeduli kaya dia peduli sama lo." Okky masih kukuh pada pendapatnya.
"Kaya nggak ada perempuan lain aja suka sama saya." Imel tertawa ringan, kemudian berjalan meninggalkan Okky.
Sulit buat Imel percaya akan kata-kata Okky. Jelas saja, perbedaan di antara keduanya terpampang sangat nyata. Karena itu ia tak mau berharap banyak jika perasaannya akan terbalas oleh Aksa.
Siapa dia sampai bisa dicintai oleh seorang Aksa? Membayangkannya saja Imel merasa bodoh. Berharap bintang seperti Aksa bisa menyukainya, bodoh. Imel benar-benar harus berusaha keras agar hatinya tidak jatuh pada cinta Aksa.
Ia masuk ke dalam rumah dari depan dan menyusul Aksa menuju taman belakang yang terdapat kolam renang. Cantik, pikirnya saat melihat lokasi video klip tempat Aksa shooting. Ia mengulas senyum ketika irisnya menangkap sosok Aksa yang duduk dengan script di tangan.
"Sibuk?"
Hanya deheman yang menjadi jawaban Aksa. Imel memutar otaknya mencari topik agar bisa memancing Aksa. Matanya menangkap rambut hitam pekat Aksa yang terlihat baru.
"Pantes keliatan beda, rambut baru kamu bagus."
Seulas senyum muncul dari bibir manis Aksa. Laki-laki itu kalah, ucapan sederhana Imel saja bahkan bisa meruntuhkan emosinya dalam sesaat. Imel sungguh hebat bisa membuat Aksa sejatuh-jatuhnya seperti ini.
"Apaan sih? Ini udah dari kemaren kali." Aksa mencoba bersikap cool. Walau tak bisa dipungkiri perutnya merasa geli mendengar Imel memujinya. Dengan sekuat tenaga ia menahan tawa.
"Masa? Mungkin karena matahari kali ya, kamu keliatan lebih ganteng. Harusnya nama kamu jangan Arion, tapi Surya."
Tawa Aksa menyeruak. Baru kali ini ia mendengar Imel memujinya. "Lagi ngegodain gue nih ceritanya."
Imel memberikan cengiran. "Jelek ya gombalannya?"
"Cheesy banget!" jawab Aksa cepat. Senyumnya mengembang sempurna sampai-sampai pipinya memerah. "Dasar Betegeuse!"
"Ish! Kamu masih ngatain saya sekarat? Padahal saya bilang kamu kaya matahari loh." Imel memberengut sebal. Ia tidak suka Aksa menyamakan dirinya dengan bintang sekarat.
"Gue itu bukan matahari, gue nggak pernah sehebat matahari. Gue cukup jadi 'Orion' aja. Dan lo! Tetep jadi Betelgeuse gue," ucapnya final. Sebelum kemudian para crew memanggil Aksa untuk pengambilan gambar.
Setelah satu jam Aksa menjalani proses pengambilan gambar. Imel tetap sibuk dengan pengambilan gambar dan mengetikkan semua kegiatan Aksa pada tablet yang ia bawa. Sesekali membalas pesan dari Ubay.
Perempuan itu menoleh ketika pundaknya ditepuk oleh seseorang. "Maaf?"
"Saya Saka. Saya harap. Hari ini terakhir kamu bisa menulis apapun tentang Aksa, Aksa itu punya privasi. Seharusnya orang-orang seperti kalian bisa bekerja lebih berguna lagi dari pada mengurusi hal-hal yang jadi privasi seseorang."
Imel diam. Masih memproses ucapan laki-laki berparas tampan dengan wajah yang kental Asia itu. Seingatnya, kemarin laki-laki itu sangat ramah di depan Dhanu juga Okky.
"Saya menulis ini semua atas izin dari Aksa, jadi nggak ada yang diberatkan di sini."
Saka mendengus, kemudian melipat tangannya seraya berjalan menghampiri Aksa yang sudah masuk ke ruang wardrobe.
Imel merasa ada satu hal yang salah pada Saka. Ia terlihat tidak suka dengan kehadiran Imel. Perempuan itu memasukkan kamera Canon M10 miliknya ke dalam kantong dan membawa tablet untuk menyusul Aksa.
****
"Sa, kamu suka sama wartawan perempuan itu?" tanya Saka dengan kening berkerut.
Ditanya dengan tiba-tiba, membuat Aksa gelagapan sendiri. Ia belum siap jika harus jujur pada Saka perihal perasaannya pada Imel.
"Ya nggak lah! Apaan sih?" Aksa berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Yakin?" tanya Saka memastikan. "Yang Kakak liat kamu deket banget sama dia. Care banget lagi? Udah jangan bohong kamu!"
Saka meninggikan suaranya. Ia tidak suka jika Aksa berhubungan dengan Imel. Mau ditaruh di mana nama baik keluarga mereka jika Aksa berpasangan dengan seorang wartawan gosip.
Aksa bukan tidak tahu. Ia mengenal baik seperti apa Saka dan kedua orang tuanya. Aksa tidak mau Saka mengatakan hal yang tidak-tidak pada Imel jika Saka tahu perasaan Aksa.
"Kakak kira siapa yang dimaksud Okky. Ternyata cuma seorang wartawan gosip. Nggak faedah banget kerjaannya!"
"Nggak! Aku nggak mungkin suka sama Imel! Memang dia siapa? Kayak nggak ada cewek lain aja suka sama dia!"
"Tapi kamu kelihatan dekat sama dia?" Saka mencoba memancing Aksa agar mengucapkan hal yang tidak disukai Imel.
"Aku kan memang deket sama semua orang. Bukan berarti suka, cuma kasian aja sama dia. Kali aja kan, kalo deket sama seorang Aksa dia bisa ada yang lirik." Aksa memejamkan matanya, berusaha mengutuk dirinya sendiri karena sudah mengatakan hal buruk tentang Imel. "Lagian itu semua trik, biar dia nggak nulis yang jelek tentang Aku."
Jujur saja, hati Aksa terasa sakit saat mengucapkan kata demi kata itu. Jika bisa, ia ingin mencuci mulutnys saat ini juga, dengan tanah sekalian.
Saka tersenyum tipis. Dari jauh ia bisa melihat siluet perempuan yang dibicarakannya dengan Aksa menjauhi ruang wardrobe.
Rencana Saka berhasil, Imel pergi selamanya dari hidup Aksa.
Sementara Imel, seharusnya Imel tahu. Kenapa Aksa bersikap baik padanya. Kenapa Aksa bersikap manis padanya. Bodohnya, kenapa justru setelah mengetahui kebenarannya Imel malah merasa sakit.
Setelah berpamitan pada Okky dan Dhanu. Imel pulang menggunakan taksi online yang ia pesan. Ia membaringkan tubuhnya pada ranjang kecil tanpa bermaksud membuat ruangan menjadi terang.
Seandainya Imel memiliki pasangan. Seandainya dirinya tidak melajang sampai umur sekarang. Pasti ia tidak akan menerima kenyataan sakit seperti ini.
Dan.
Untuk pertama kalinya. Imel menangisi statusnya yang masih sendiri.
Ini kepanjangan nggak sih babnya ??
wkwkwkwkwk ...
Halooo semua ...
Aku mau ucapin terima kasih buat kalian yang sudah mampir dan memberikan support berupa vote atau comment buat Aksa dan Imel. Terima kasih banyak
Dan setelah bab 20 akhirnya project ini selesai sampai di sini. Karena memang project berjalan sampai bab 20
hehehehe ...
Tapi ternyata cerita Aksa-Imel melebar sampai lebih dari 20 part wkwkwk ...
Aku sih target kalo setelah ini akan up tetap di hari rabu dan sabtu. Jadi tetap dukung Aksa-Imel supaya bisa ending yaa ...
Terima kasih ...
Regard
Kimnurand_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro