Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

chapter 13

Memang begitu sejati manusia, mereka pandai menyembunyikan luka. Berpura-pura bahagia, sehingga betah bermain dalam topeng belaka.

° Reportalove °

Hal yang paling Imel tidak suka di dunia adalah kebohongan dan orang yang suka mengulur-ngulur waktu. Perempuan itu lebih suka mengerjakan semuanya langsung, agar cepat selesai dan pulang ke rumahnya. Di rumah, Imel bisa leluasa menjadi dirinya sendiri tanpa harus bersembunyi di balik topeng ketegaran. Lain halnya di luar ia harus berpura-pura baik-baik saja akan semua ucapan orang yang selalu merasa dirinya benar.

Ketenangan Imel itu harus tertunda, mana kala Aksa justru memaksanya ikut ke tempat yang seharusnya tidak ia datangi. Imel baru tahu jika laki-laki yang pandai bernyanyi dan memainkan musik itu memiliki kelebihan lain. Yaitu memaksa orang.

Imel menatap langit yang sudah menggelap seutuhnya. Apalagi bintang sama sekali tidak terlihat, sudah bisa dipastikan akan turun hujan malam ini. Ia mengembuskan napas lelah, ketika harus mengikuti Aksa yang malah asik berselfie di ratusan lampu yang membentuk Sakura Park.

"Aksa kalo kamu masih lama saya pulang duluan, ya?" ujar Imel, matanya menyalang pada Aksa yang tengah membidiknya dengan kamera ponsel.

"Yah jangan ngambek dong, sini! Fotonya keren-keren loh." Aksa seperti tak menghiraukan ucapan Imel. Ia justru sibuk mengambil gambar Imel yang tengah kesal padanya. Sebelum kemudian Aksa berbalik arah dan mengambil gambar sebuah air mancur.

Tapi ketika Aksa berbalik sebuah benda mendarat tepat di belakang bahunya. Sontak membuatnya mengaduh. Untung saja, benda itu tidak mengenai kepalanya.

Aksa kembali membalikkan badannya dan mendapati sebuah sepatu berada di dekat kakinya dan dari kejauhan ia lihat Imel berjalan menjauh dari area Sakura Park tersebut dengan hanya memakai sebelah sepatunya.

Imel sendiri tidak tahu, keberanian apa yang merasukinya hingga nekat melempar sepatu ke arah Aksa. Bisa dipastikan besok ia akan menerima ocehan Henry karena managemen Aksa menuntut prilakunya. Namun, tidak disangka Aksa justru menghampiri Imel dan membawakan sepatu yang tadi ia lempar. Tidak hanya itu, Aksa meminta Imel duduk di kursi dan memasangkan sepatu itu kembali.

"Jangan pernah ngelempar sepatu lo ke sembarangan orang. Karena mereka ngga akan dateng buat makein balik, kaya gue." Napas Imel tercekat, ketika sepasang manik obsidian milik Aksa bersibobok dengannya.

Dengan cepat Imel memutus kontak mata di antara mereka. Ia tidak ingin, semakin menyukai pancaran cahaya dari kedua netra itu.

"Saya pulang, ya." Imel berdiri dan mencoba menghindari kontak mata dengan Aksa.

"Ayo! Gue anter lo balik."

Imel tidak bisa mengontrol degup jantungnya saat ini, Aksa dengan mudah menggandeng tangan kecilnya dan mengajaknya jalan beriringan. Tapi, bukan itu yang membuat Imel merasa jantungnya ingin meledak. Melainkan ketika mereka berdua justru berpapasan dengan laki-laki dan perempuan yang Aksa duga adalah sepasang suami–istri. Karena penampilan wanita cantik itu tengah hamil menatap Imel dengan senyum cerah.

"Imel! Astaga nggak nyangka banget bakalan ketemu di sini!" seru wanita dengan gerakkan pelan, menjaga perutnya yang terlihat besar ke depan.

"Gila! Ke mana aja, lo? Gue kira ilang dibawa Alien."

Aksa sedikit terperanjat, mana kala laki-laki di depannya menghampiri Imel dan mengacak-acak rambut perempuan itu tanpa rasa canggung sedikitpun.

Naratama Adhyaksa, laki-laki bodoh yang hingga kini masih betah menetap di hati Imel. Walau Imel tahu, laki-laki itu tidak akan pernah jadi miliknya. Lihatlah! Laki-laki itu sedang menggandeng seorang perempuan cantik yang tengah berbahagia karena akan segera menjadi seorang ibu.

Imel menyunggingkan senyumnya pada Nara dan Maudy—istri dari Nara. Berusaha untuk terlihat senang melihat kebahagiaan mereka. Tapi, hati tak bisa dibohongi, Imel masih saja merasakan sesak acap kali melihat senyum Nara. Itulah sebabnya Imel memutuskan untuk menjauh dari mereka semua. Meninggalkan semua yang ia raih demi kebaikan hatinya. Tapi kenyataannya? Sampai sekarang Imel belum bisa menata hatinya kembali.

"Imel gimana kabar kamu? Kenapa jarang keliatan?"

Dari tutur kata halus Maudy, Aksa tahu, jika wanita itu sangat lembut sangat berbanding terbalik dengan suaminya yang sudah seperti anak TK. Atau Imel yang galak dan suka bertingkah seenaknya.

Imel hanya tersenyum mendengar pertanyaan Maudy. Bibirnya seolah kelu, tak bisa berucap apa-apa. Sementara Aksa hanya diam menatap interaksi ketiganya. Sampai suara Nara memecah kecanggungan di antara mereka, "Dia siapa, Mel?"

Imel mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Nara. Imel hampir lupa keberadaan Aksa di sini.

"Dia pacar baru, lo?"

"Bukan!" respon Imel cepat. Seakan tidak mau laki-laki di depannya salah paham, "Maksud gue, masa lo nggak kenal dia?"

"Kamu Aksa, ya?" ujar Maudy. Wanita itu bisa mengenali wajah Aksa yang memang kerap sering muncul di televisi.

Aksa tersenyum canggung kemudian menganggukkan kepala sebagai jawaban. Wanita itu sedikit berbinar mengetahui penyanyi idola adiknya tengah berdiri di depannya sekarang. "Aksa," ujar Aksa memperkenalkan diri.

"Nara."

"Aku boleh minta foto sama kamu? Pasti Maura iri banget," ucapnl Maudy seraya melepas gandengan Nara dan mendekati Aksa.

Nara hanya menggelengkan kepala ketika Maudy memintanya mengambil fotonya bersama Aksa. Pemandangan itu tak lepas dari mata Imel yang masih setia menatap keduanya. Nara terlihat sangat menyayangi Maudy. Buktinya, laki-laki dengan tinggi 180 cm itu menurut saja dengan apa yang dikatakan istrinya.

"Thanks, Aksa." Maudy berucap sopan. Kemudian menatap Imel, "Imel makasih, ya. Kamu jangan lupa dateng ke acara ulang tahun Rama yang kedua, ya."

"Gue usahain dateng, tapi gue nggak janji, ya." Imel tersenyum. Hatinya kembali merasakan sakit ketika melihat Nara tengah mengelus puncak kepala Maudy, sayang.

"Ayo Aksa, kita udah ditunggu sama manager kamu." Sejurus Imel langsung menarik lengan Aksa menjauh dari pasangan suami–istri tersebut.

****

"Kenapa mesti buru-buru amat sih? Sakit tau!" Aksa melepaskan cengkraman Imel. Sebelah tangannya ia gunakan untuk mengusap tangan lainnya—bekas cengkraman Imel.

"Terserah! Saya harus pulang sekarang, lebih baik saya pulang sendiri. Kamu juga! Jangan mampir ke mana-mana, nanti saya yang susah!" Seloroh kata-kata ketus mengudara dari bibir berwarna nude Imel membuat Aksa mengerutkan keningnya.

"Kita memang mau pulang, jadi nggak perlu marah-marah gitu juga." Aksa yang tidak mengerti perubahan sikap Imel berlalu emosi. Baginya, Imel sungguh aneh. Bukankah tadi mereka masih baik-baik saja, pikirnya.

Imel tidak merespon ucapan Aksa. Ia melangkahkan kakinya semakin cepat. Berusaha sesegera mungkin keluar dari areal mall tersebut.

"Tunggu!" Aksa mencekal tangan Imel, menatap iris kelam perempuan itu dalam, "Kenapa, sih?"

Melihat sinar cerah dari netra Imel membuat Aksa sadar akan sesuatu. Imel sedamg berusaha menahan rasa sakit.

"Lo suka sama Nara?"

Imel diam, walau air mata sudah menggenang seakan siap tumpah kapan saja.

"Imel, lo gila! Lo suka sama suami orang?"

Aksa tidak bisa tidak terkejut mengetahui hal ini. Jujur, dalam hatinya merasakan sakit juga senang secara bersamaan. Sakit, ternyata Imel sudah memiliki laki-laki yang ia sukai. Senang, karena kenyataannya laki-laki itu sudah memiliki status sebagai suami orang.

"Lo bilang gue gila? Nggak sadar, kita berdua sama gilanya! Gue suka sama Nara sebelum dia deket sama Maudy. Sementara Lo?" Imel terkekeh sinis, "Lo suka sama sesama jenis! Itu yang lebih gila!"

Aksa hanya terfokus pada perkataan Imel yang mengatakan bahwa perempuan itu menyukai Nara sejak lama. Bukan pada perkataan yang mengatakan dirinya sebagai laki-laki penyuka sesama jenis.

"Jadi, lo keluar dari kerjaan lo yang lama gara-gara cowok itu?" tanya Aksa. Laki-laki itu kemudian mendengus ketika Imel hanya diam tak menjawab pertanyaanya.

"Trus apa yang lo harap saat lo keluar?" ujar Aksa lagi, "dia bakal ngejar lo gitu? Kehilangan lo, trus ninggalin Istrinya? Sinteron banget otak lo!"

Imel tahu, semua yang dikatakan Aksa ada benarnya. Tapi, semua itu tetap terasa sakit diterima oleh hati Imel.

"Lo harusnya sadar, di saat lo menderita ngarepin dia." Aksa menunjuk ke arah belakang. "Dia lagi seneng-seneng sama Istri dan Anaknya."

"Lo nggak akan ngerti apa yang gue rasain, gue juga mau ngelupain dia!" ujar Imel lantang. Selama ini Imel selalu berusaha melupakan Nara. Karena itu, Imel memutuskan menjauh dari kehidupan Nara. Dan Aksa tidak berhak menghakiminya di saat laki-laki itu tidak tahu apa yang Imel rasakan.

"Nggak usah lo ikut campur urusan gue, di saat gue salah, bukan berarti hidup lo juga bener!" balasnya seraya menunjuk dada Aksa. "Urusin aja pacar lo yang ganteng itu!"

"Iya, gue emang nggak ngerti. Lo bener." Aksa menganggukan kepalanya kemudian berucap, "Tapi, seenggaknya gue nggak pernah ngarepin laki orang!"

Imel diam, buliran air mata yang mulai membasahi wajah cantik Imel membuat Aksa ikut terdiam. Ia tahu, ucapannya pada Imel sudah keterlaluan.

Aksa tidak tahu perasaan apa itu, yang jelas. Ia merasakan sesak ketika Imel semakin terisak. Direngkuhnya tubuh ramping itu ke dalam pelukan seraya mengusap pelan punggung yang tengah bergetar.

"Maaf, gue kelepasan. Jangan nangis, itu buat gue sakit." Aksa berucap pelan sembari tangannya mengelus kepala Imel.

Perlahan isakkan itu mereda. Imel merasakan kehangatan dari pelukan Aksa. Juga degupan jantung Aksa yang bisa mengalihkan pendengaran Imel yang seakan menenangkan hatinya.

Aksa sekarang tahu, semua sikap keras Imel hanyalah topeng untuk menyembunyikan rasa sakit hati yang ada di dalam dirinya.

Hmm... Aku mau ngomong apa ya?
Lupa lah, yaudah aku akhiri part ini dengan ucapan terima kasih buat yang sudah bersedia mampir.


-kimnurand

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro