Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Memasak untuk Daska

Kirby menghela napasnya ketika melihat wajah keruh Raya. Gadis itu sama sekali tidak tersenyum sejak kedatangannya, satu jam yang lalu. Kirby sudah mencoba untuk mengajak Raya berbicara, sayangnya, hanya dibalas seadanya. Seperti sedang putus cinta, Raya benar-benar terlihat menyedihkan. Gadis itu seperti kehilangan gairah hidup, membuat Kirby hampir kehabisan akal.

"Ray, laper nggak?"

Raya menggeleng, ia malah sibuk menonton acara televisi yang menampilkan sosok bintang laut dan spons berwarna kuning yang tayang di salah satu televisi nasional. Jujur saja, di hari minggu seperti ini, Kirby sedang malas memasak. Biasanya sih, ia memilih untuk delivery atau makan di luar, sendirian. Maklum, jomlo akut.

"Makan mie ayam, yuk, Ray. Aku traktir deh," bujuk Kirby—lagi. Kirby berusaha berbicara santai dengan Raya, menempatkan diri sebagai teman Raya, dengan menghilangkan keformalan di antara mereka.

"Mie ayam?" Raya mengerutkan dahinya.

Kirby diam untuk beberapa saat, ia menduga kalau Raya ini belum pernah makan mie ayam—maklum, mungkin Raya terbiasa makan salad. Menu di kantin sekolah juga berkelas, bakso adalah satu-satunya makanan merakyat yang tersedia di sana. Sisanya, dipenuhi oleh menu-menu seperti salad, pasta dan lainnya.

"Belum pernah makan?"

"Belum."

Kirby menepuk dahinya, menatap Raya gemas. "Ya udah, ayo berangkat! Kamu harus nyobain makan mie ayam, jangan sampai cuma tahu spageti doang."

"Miss yakin itu enak?" Raya menatap Kirby tidak yakin, karena meski tahu bagaimana bentuk mie ayam, gadis itu sama sekali belum pernah mencobanya.

"Udah, ikut aja. Aku mau ambil dompet sama kunci sepeda motor dulu, kamu tunggu sini!"

"What? Naik sepeda motor? Panas-panas gini?"

"Astaghfirullah, Ray, deket tempatnya. Boros bahan bakar kalau pakai mobil, pertamax mahal."

"Bentar, Miss ... aku pake sunscreen dulu."

Kirby mengelus dadanya melihat tingkat Raya. Ya, namanya juga anak orang kaya, perawatan kulit Raya pasti mahal, beda dengan Kirby yang hanya bermodalkan luluran murah ditambah diskon dan lotion sejuta umat yang penggunaannya benar-benar dihemat.

***

"Miss yakin makan di sini?" ini kali ketiga Raya bertanya.

Kirby mengajak Raya makan mie ayam di sebuah kedai mie ayam dan bakso di depan komplek perumahannya. Untungnya, bukan di tepi jalan. Bisa langsung pesan taksi si Raya kalau Kirby mengajak anak itu makan di pinggir jalan. Padahal, mie ayam gerobak biru lebih enak, ya walaupun di sini juga enak. Tapi, bagi Kirby, makanan kaki lima itu punya cita rasa sendiri, asal pintar memilih mana yang higienis.

"Believe me, mienya enak dan bersih. Nggak perlu khawatir."

Raya mengangguk saja, lalu memainkan ponselnya sambil menunggu pesanan datang. Gadis itu terlihat murung lagi.

"Kenapa, Ray? Cerita dong sama Miss. Kan, kita teman sekarang."

"Sudah dua hari pesanku nggak dibalas sama Papa," kata Raya dengan pahit.

Kirby menatap iba gadis itu, tadi ... Daska mengantar Raya ke rumahnya dan gadis itu sudah murung sejak kedatangannya. Ternyata, ini salah satu alasannya. Kelihatannya sih sepele, perkara pesan yang belum dibalas. Tapi, untuk masalah Raya, ini bukan hal yang sepele. Apalagi Raya hidup jauh dari orang tuanya.

"Mungki Papa kamu sibuk. Pasti nanti dibalas."

"Kapan?" Raya meluruskan bibirnya.

"Daska bilang, mamamu sedang pengobatan di sana, siapa tahu papamu sedang sibuk mengurusnya dan nggak sempat pegang HP. Percaya deh, Ray .... papamu pasti sayang sama kamu."

"Sampai kapan aku harus percaya sama keyakinan yang nggak pernah ada kenyataannya, Miss?"

"Sampai kenyataan itu terjadi. Karena kadang, itu cara kita buat bertahan hidup."

"Miss tahu rasanya sendirian? Hampa?"

"Raya, sudah bertahun-tahun aku hidup sendiri, sejak lulus SMA. Di tempat yang cukup jauh dari keluarga. Awalnya memang rasanya nggak enak, tapi ... lama-lama terbiasa, karena aku menganggap, hidup sendiri itu tantangan. Hidup sendiri itu cara kita melatih diri kita untuk bisa menghadapi situasi apa pun. Yang nanti akan membentuk kita jadi manusia yang kuat, manusia yang kebal dengan seberapa besar pun masalah yang akan kita temui di masa depan."

"Nggak ada yang pernah ngajarin aku soal itu selama ini, Miss."

Kirby tersenyum hangat pada Raya, bertepatan dengan mie ayam mereka yang diantar oleh seorang pelayan.

"Nggak semua pelajaran hidup kamu dapat dari rumah, Ray. Itulah gunanya sosialisasi dengan orang lain, kehidupan sosial itu penting. Biar pengalaman kita dalam memahami kehidupan lebih beragam. Jangan cuma berhubungan dengan orang yang satu frekuensi dengan kita, sometimes kita juga harus mengenal, mereka yang mungkin nggak sepaham dengan kita."

Raya terdiam, ia lalu mengambil sumpit dan mengelapnya dengan tisu sebelum memakainya untuk memakan mie ayam. Kirby? Jangan ditanya, perempuan itu bahkan sudah memakan mie ayamnya dengan lahap.

"Gimana? Enak?"

"Emhh ... enak, lebih enak dari spageti."

Kirby tertawa seraya menambah jumlah sambal ke dalam mangkuk mie ayamnya, lalu tangan perempuan itu mengambil ceker ayam tulang lunak dan memakannya, membuat Raya menatapnya heran.

"Itu apa?"

"Ceker ayam."

Raya mengernyit jijik. "Ewh, apa enaknya?"

"Enak tahu. Mau?"

"Nggak, makasih," balas Raya cepat, gadis itu tidak bisa membayangkan, ia akan memakan ceker ayam, menggelikan.

***

Kirby mengajak Raya untuk hang out ke mal, yang sempat mendapatkan protes dari Raya, karena mereka harus naik motor, meski jarak mal dari tempat makan mie ayam tidak terlalu jauh. Kirby hanya tertawa saja saat Raya menggerutu sepanjang jalan. Ini adalah cara Kirby untuk mendekatkan hubungan mereka, agar nantinya Kirby mudah untuk mendalami masalah Raya dan mungkin membawa Raya berobat ke psikolog klinis.

"Miss jauh-jauh ke mal cuma beli segelas boba sama camilan ayam? Kenapa nggak sekalian makan di sana? Malah tadi makan mie ayam." Raya melayangkan protes.

"Tapi, nggak nyesel kan makan mie ayam?"

"Ya, enggak."

"Kapan lagi coba, kamu makan mie ayam? Haha, udah sih. Masuk yuk!"

Kirby memasukkan motornya ke pekarangan rumah kontrakannya yang mungil, perempuan itu mungkin tidak menyadari ada seorang laki-laki yang duduk di teras dengan pandangan mata yang sibuk pada tabletnya.

"Mas Daska ngapain?" Raya bertanya, sedikit ketus.

"Oh, sudah pulang? Mas cuma mampir buat ngantar ini."

Kirby sedikit terkejut dengan kehadiran Daska berupa lima dus yang entah berisi apa. Kirby sibuk menerka.

"Sori, itu apa?" Kirby bertanya, memenuhi rasa penasarannya.

"Tadi saya suruh asisten saya buat belanja, ini bahan-bahan makanan."

"Hah? Sebanyak ini? Buat apa?"

"Adik saya tinggal di sini, kamu menolak dibayar. Ya, saya berinisiatif untuk membelikan bahan makanan."

"Nggak perlu sebanyak ini, Ya, Gusti Pangeran!"

"Sudah, buka rumah kamu! Biar saya bawa masuk."

Kirby segera mengambil kunci rumah yang ia letakkan di dalam tas selempang kecil yang ia bawa, dan memberikan jalan masuk untuk Daska mengangangkut kardus-kardus berisi bahan makanan itu. Astagahfirullah! Kulkas Kirby bisa overload ini.

Sambil menunggu Daska selesai mengangkat kardus-kardus itu, Kirby berinisiatif untuk membuatkan secangkir kopi susu untuk laki-laki itu. Ia juga berencana akan memasak untuk makan malam karena ini sudah lewat magrib, tapi ia akan bertanya pada Daska terlebih dahulu, apakah laki-laki itu mau ikut makan malam di rumahnya atau tidak.

"Silakan diminum." Kirby meletakkan secangkir kopi susu untuk Daska, ia tidak bisa membuat kopi yang aneh-aneh, yang tersedia hanya kopi dan susu UHT, ya sudah ... Kirby membuatkan apa yang ada.

"Thanks."

"Raya, ke mana?"

"Mandi," jawab Daska, sambil menyesap kopi susu buatan Kirby.

"Oh ya, saya mau masak buat makan malam. Mau ikut makan malam di sini?"

Daska tidak segera menjawab, ia memilih untuk menikmati secangkir kopi susu ala Kirby. Cocok juga di lidahnya. Setelah meletakkan cangkir kopi susunya, ia lalu menjawab pertanyaan Kirby. "Kalau nggak merepotkan."

"Oh, nggak, kok. Bahan makanan darimu banyak tadi, sampai kulkasku nggak muat." Kirby tersenyum, malah terlihat sebagai ringisan. "Kalau gitu, aku ke dapur dulu."

Daska mengangguk sambil tersenyum singkat, membuat jantung Kirby kebat-kebit, untuk pertama kalinya Daska tersenyum manis di depannya, dan untuk pertama kalinya, Kirby akan memasak untuk laki-laki itu. Dalam khayalan paling liar pun, Kirby tak pernah membayangkannya.

Mimpi apa Kirby semalam? 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro