2. Ada Apa dengan Darja
Saat cemburu sama yang bukan miliknya itu, rasa nyeseknya berkali-kali lipat.
"Sumpah, Ai. Ini udah ke dua puluh enam kali lo nguap ya. Busetlah nyamuk masuk dah tuh ke mulut, tinggal dikasih asep biar jadi nyamuk bakar, mantap nggak tuh?"
Mika nyerocos sambil bersandar pada badan kursi. Sebenarnya cewek itu juga mengantuk, tapi masih bisa menjaga image di depan teman-temannya yang sibuk saling mengutarakan unek-unek selama rapat evaluasi.
"Bosen gue denger mereka ngoceh, sok paling bener aja. Apalagi tuh si nenek garong, yang tiap ada acara pasti marahin gue."
"Maksud lo pacarnya Mas Darja, si mak lampir Miranda?"
"Siapa lagi?"
Aika memutar kedua bola matanya malas. Membicarakan Miranda--pacar Darja yang juga kakak tingkatnya benar-benar membuatnya malas.
Tapi, terkadang ia juga merasa sebal luar biasa. Bagaimana bisa ia yang jatuh cinta pada Darja sejak zaman masih suka susu UHT sampai saat ini, tapi dengan mudahnya Miranda yang menjadi pacar cowok itu? Kalau ingat, ingin rasanya Aika tertawa kencang sampai ia lupa bagaimana ia begitu mengharapkan Darja sejak kecil. Lagian, bukan rahasia lagi kalau Darja juga sering gonta-ganti pacar selama ini.
"Lo nggak papa kan, Ai?"
Mika memastikan, ia sudah tahu bagaimana perasaan Aika pada Darja. Dua bulan lalu Aika menceritakan semuanya pada Mika dan Karyo.
"Halah, gagal move on bukan berarti gue sedih dan menye kan? Kayak nggak tahu gue aja. Nyesek boleh, bego jangan."
Aika mengibaskan rambutnya sambil tersenyum lebar--seperti luka di hatinya yang semakin lama semakin melebar.
"Lo bukan duta shampo, nggak usah ngibasin rambut deh, alay lo," kata seseorang yang sejak tadi duduk di dekat Darja, seperti takut Darja hilang.
"Mon maap Mbak Miranda, tadi gue lagi pusing, soalnya ada nyamuk nemplok gitu."
Mata Miranda melotot, ia menatap Aika tajam. Sejak awal ia memang tidak suka pada Aika, entah kenapa. Ia merasa ada sesuatu yang ganjil antara Aika dan Darja. Lagian, kalau ada nyamuk bukannya gatal ya? Ini kenapa cewek bernama Aika itu jadi pusing?
"Sudah-sudah, Nira lanjutin tadi apa yang lo mau omongin," potong Dino--ketua BEM F yang tidak ingin acara hari ini berjalan molor karena hari sudah malam.
"Oh gue mau ngeluarin uneg-uneg buat Aika. Sebagai bendahara dua, gue kadang gemes sama dia. Setiap SPJ-an, dia nggak akan jalan kalau nggak dibeliin es krim sama Dino, harusnya kan profesional. Lo nggak boleh gitu dong, Aika Kanaya!"
Aika yang setengah mengantuk, membuka lebar matanya begitu Nira--bendahara satu mengucapkan sesuatu tentangnya.
"Mon maap, Mbak Nira. Sumpah loh, gue kalau nggak ada es krim nggak bisa kerja. Pusing gitu, kan Mas Dino sendiri yang mau beliin, ya kan Mas?"
Aika menatap Dino sambil nyengir, cewek itu menautkan kedua tangannya sembari mengetuk-etuk kedua jari telunjuk.
"Gue ikhlas kok beliin Aika es krim, lagian kan nggak pakai dana BOPTN atau dana bantuan rektor buat beliin es krim. Pake duit gue sendiri. Gue kan juga beliin lo Nira. Kasihan aja lihat bendahara gue nge-SPJ-in duit seratus juta cuma berdua. Mana PUMK juga rewel."
Aika tersenyum lebar, kemudian menatap Nira jahil. Nira sendiri membuang wajahnya ke samping, malas menatap Aika yang memang hobi membuatnya kesal. Mulai dari tukang ngeluh kalau diajak SPJ-an, suka seenaknya menaruh uang kas tanpa khawatir uangnya hilang, suka menggampangkan sesuatu dan hal-hal lain yang menyebalkan dari Aika.
Darja yang sejak tadi diam menikmati jalannya acara tak mengatakan sepatah kata pun dari bibirnya. Sedari tadi belum ada yang mengomentari kinerjanya selama satu periode karena memang ia orang yang cukup disiplin dan berdedikasi tinggi.
"Ada yang mau ngomong lagi?"
Dino kembali bersuara, sedangkan yang lainnya tidak menyahut, menandakan rapat evaluasi dicukupkan sampai di sini. Lagipula jam sudah menunjukan pukul dua dini hari. Sudah berjam-jam lamanya mereka duduk dan saling mengevaluasi diri, selama itu pula mati-matian Aika menahan kantuk, sambil sesekali chat dengan Karyo lewat whatsapp.
***
"Aika tunggu!"
Aika menepuk dahinya sambil meringis. Demi si bodoh Patrick yang ia sukai, ini sudah pukul setengah tiga pagi dan ia masih harus meladeni Dika dan Dino--dua saudara kembar yang memaksanya untuk ikut Pemira bersama Darja.
"Hehe Mas Dika, apa Mas? Mau traktir gue es krim? Kagak dulu dah yak, gue ngantuk nih. Mau langsung pulang, tuh udah dijemput si Karyo," katanya sambil cengengesan.
Ia memang meminta Karyo untuk menjemput karena sudah terlalu larut, kasihan dengan dua abangnya yang pasti sudah tidur. Kalau si Karyo, sejak tadi sibuk wifi-an di kampus main mobile legend. Sampai-sampai ia dan Mika kadang menjuluki Karyo si penjaga kampus, saking seringnya Karyo wifi-an di aula kampus. Meski bukan ia saja, banyak mahasiswa yang juga wifi-an di kampus sampai pagi.
"Nggak usah ngelawak deh. Lo kan tahu gue sama Dika mau ngomong apa. Tuh Darja udah nunggu."
"Buahahaha Mas. Busetlah, besok aja napa dah. Bisa digorok Bokap gue yang ganteng ntar kalau gue nggak pulang."
Aika mencoba bernegosiasi. Sejak tadi papanya memang sudah menelepon untuk segera pulang, bahkan papanya sempat mau menjemput sebelum tahu kalau ia akan meminta Karyo mengantarnya pulang. Ngomong-ngomong tentang Karyo, cowok itu adalah anak sepupu mamanya yang tinggal di Mojokerto dan memustuskan untuk kuliah di Jakarta. Jadi, Karyo memang masih saudaranya, maka dari itu papanya percaya pada Karyo.
"Alasan lo, ah. Ayo deh, sebentar aja."
"Nggak ah, bye Mas Dika yang nggak ganteng dan Mas Dino si tukang traktir. Besok deh janji."
Sebelum sempat Dino dan Dika membalas, Aika sudah lari menuju gerbang fakultas, ia malas kalau sudah mengantuk dan diajak membahas hal berat. Begitu matanya berserobok dengan motor matik Karyo, tanpa aba-aba, Aika langsung naik ke atas motor itu. Menepuk bahu Karyo dengan keras.
"Ya Allah. Kamu itu loh, Ai, bikin kaget. Jantung aku itu cuma satu, kamu pikir lima?" ujarnya dengan logat Jawa Timuran yang cukup kentara di telinga Aika.
"Jantungnya mahluk hidup emang cuma satu bego. Udah ayo jalan."
"Punya sepupu kayak kamu itu bikin aku susah tahu nggak?"
"Nggak ikhlas amat sih, Yo. Astagfirullah gue aduin Mama lo."
Karyo mendengus, sahabat sekaligus sepupunya ini memang menyebalkan. Suka memalaknya, giliran ia sedang krisis karena uang bulanan dari ayahnya belum cair, Aika yang super pelit itu tidak pernah ingin berbagi.
"Yooo, minggu depan gue ulang tahun loh."
"Terus?"
Aika memutar bola matanya malas. Modusin Karyo harus ekstra sabar, maklum Karyo datang dari kota yang pergaulannya tidak sekeras Jakarta, jadi harus dilatih peka.
Nggak nyambung bego.
Aika membatin dalam hati, tapi ngomong-ngomong tentang peka. Ia jadi ingat Darja, dan jujur saja itu memang melelahkan.
"Gue kan lagi ngodein lo minta kado, gimana sih?"
Karyo menghela napasnya. Aika dan aksi merengeknya yang menyebalkan.
"Mau apa?"
"Kemarin ada review lipstik sama masker bagus gitu yo di instagram. Gue lagi bokek sih."
"Yaudah ntar kirim alamat belinya."
"Beneran?"
"Iya."
Aika tersenyum lebar, ia menggebuk punggung Karyo saking semangatnya. Karyo memang super baik. Namanya aja yang kuno tapi dompet Karyo tidak pernah kuno. Ayahnya memang loyal pada Karyo, walau kadang Karyo suka khilaf menghabiskan uangnya dan berakhir kere di akhir bulan, tampang cowok itu juga tidak bisa dikatakan jelek. Karyo itu manis meski nggak ganteng-ganteng banget, wajahnya khas cowok Jawa yang berkharisma.
Ting
Satu pesan whatsapp masuk ke notif ponselnya. Aika yang sejak tadi menggenggam ponsel berlogo apel tergigit itu buru-buru membukanya--karena berasal dari nomor asing.
+62 882 009 xxx
Besok, habis maghrib. Kafe Citous.
Aika mengeryitkan dahinya saat membuka pesan itu, tapi dari foto profilnya, ia seperti mengenali sosok di dalam foto itu. Penasaran, Aika memperbesar foto profil itu dan melihat foto Darja di sana. Foto Darja yang sedang berada di Belanda--saat liburan kemarin, Aika tahu karena ia suka men-stalking instagram Darja lewat akun palsu. Dan, karena selama ini ia hanya berkomunikasi dengan Darja lewat obrolan group chat atau LINE, maka ia tak menyimpan kontak whatsapp Darja.
Aika tak menjawab, ia membiarkan pesan itu berakhir tanpa balasan. Namun karena sekali lagi ia penasaran, apakah Darja menyimpan kontaknya atau tidak, ia nekad menyimpan nomor Darja. Tangannya sudah berkeringat dingin sejak melakukan hal itu. Lalu, dengan hati-hati ia membuka update WA story yang ada di ponselnya.
Mendesah lega--entah untuk apa, ia mendapati status whatsapp milik Darja. Itu berarti Darja menyimpan nomornya kan?
Mati-matian ia menahan untuk tidak membuka isi story Darja, namun dikalahkan oleh rasa penasarannya yang sangat kuat.
"What de fak!"
Aika mengumpat, membuat Karyo kaget dan langsung mengerem mendadak.
"Kamu ini kenapa? Lihat setan? Mana?"
Cerocos Karyo, Aika menggeleng.
"Kagak. Ada kucing kawin tadi. Udah jalan."
"Hah?"
"Jalan, Yo!"
Karyo kembali menjalankan sepeda motornya. Tanpa tahu, di belakang Aika menahan sesuatu yang sesak di dadanya. Bagaimaba tidak, begitu ia membuka status Darja, yang ada ia melihat foto Darja bersama Miranda sedang makan berdua. Aika yakin itu update status siang tadi.
***
Melihat Arlan yang menggemaskan membuat Aika tidak tahan untuk tidak menjahili bocah itu. Arlan yang baru berusia satu tahun itu tampak terusik dari tidurnya. Membuat Aika terkikik senang.
"Uluh Buleku bangun. Sini-sini sama Tante Aika."
Arlan mengerjap-erjapkan matanya dan mulai merengek--hendak menangis karena tidurnya terganggu.
"Ih cowok kok nangis. Nggak boleh ya, lagian masih jam enam sore kok tidur, nggak baik tahu," omel Aika pada Arlan yang tambah membuat anak itu menangis.
"Kamu itu kerjaannya ganggu cucu Mama aja ya. Sana katanya mau pergi, udah ada yang jemput itu di depan," kata mamanya sambil mengambil alih Arlan dari gendongan Aika.
"Lah siapa? Karyo kan masih makan katanya."
"Bukan. Mama nggak tahu, cowok, tinggi gitu. Lagi di ruang tamu sama Papa."
Mata Aika melebar. Jantungnya deg-degan bukan main saat mendengar ucapan mamanya. Siapa yang menjemputnya? Apa si Darja?
Buru-buru Aika bergegas, keluar dari kamar abangnya dan menuju ruang tamu. Matanya membeliak begitu melihat sosok yang menjemputnya. Dika!
Dika tersenyum lebar saat melihat Aika datang dengan wajah konyol. Seakan dari mimik wajahnya, Dika ingin berkata lo nggak bisa kabur. Membuat Aika ingin memgumpat saat ini juga. Dari arah belakang papanya, Aika mengacungkan jari tengah pada Dika.
"Paaa, Aika ngacungin jari tengah tuh," teriak Arsyad dari lantai dua. Abangnya yang super jahil itu berniat menggodanya.
"Apaan sih, Bang. Awas lo."
Aika beralih pada papanya yang sudah menaikkan kedua alisnya. Ia harus segera kabur.
"Pa. Aika berangkat dulu ya, janji deh nggak pulang malem. Assalamualaikum, Pa."
Aika pamit sambil mencium punggung tangan papanya, diikuti oleh Dika.
"Waalaikumsalam. Papa dukung kalau kamu benar mau ikut Pemira," ujar papanya, Aika meringis sambil berlalu.
"Gila lo, Mas. Sumpah, lo ngomong apa aja sama Bokap gue?"
Sesampainya di depan rumah, Aika langsung mencecar Dika dengan pertanyaan.
"Gue bilang lo mau ikut Pemira, jadi wakil Presiden BEM. Bokap lo kan mantan Pres BEM. Dukung loh, dia."
Dika terkekeh sambil menyuruh Aika masuk ke mobilnya. Aika yang sudah sebal sejak tadi, tidak membalas ucapan Dika sama sekali.
"Kenapa? Lo marah?"
Aika menggeleng, membuat Dika sedikit tidak enak.
"Lo nggak mau ya?"
Aika menggeleng lagi. Bukannya ia tidak mau, ia sudah berpikir bahwa ia mau-mau saja. Tapi, yang jadi masalahnya adalah Darja. Kenapa pasangannya harus Darja.
"Lo sama Darja itu calon potensial, Ai. Darja banyak yang suka, secara dia duta kampus, muka juga nggak jelek, banyak penggemar. Dan lo, lo itu mumpuni buat ini. Secara lo mantan ketua dua OSIS, BPH BEM F, juara debat bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, yang kemampuan lo nggak diragukan lagi. Lo bagus dalam orasi, dan yang pasti lo orangnya supel, itu yang dilihat dari Demokrasi Mahasiswa dari kalian," terang Dika masih berusaha membujuk Aika. Demokrasi Mahasiswa adalah nama asosiasi yang akan mengusung Aika dan Darja, di bawah payung Ormek besar yang beraliran liberal.
"Diem dulu deh, Mas. Gue lagi pusing ah. Tidur dulu yak, ntar lo bangunin."
Dika menghela napasnya, ia mengangguk.
***
Sampai di kafe, Darja dan Dino sudah menunggu dengan tiga gelas kopi dan semangkuk besar es krim berbagai rasa. Mata Aika berbinar, ia langsung duduk dan menyantap es krimnya tanpa melirik tiga manusia yang melihatnya dengan berbagai ekspresi.
"Lo nggak makan es krim berapa tahun sih?"
"Tadi siang abis dibeliin sama Karyo kok," sahut Aika, Dino menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedangkan Dika hanya terkekeh.
"Jadi bagaimana?"
Darja membuka suara setelah diam sejak tadi.
"Lo mau, Ai?"
Aika diam, masih sibuk dengan es krimnya. Sebenarnya ia sedang berpikir juga.
"Darja udah setuju, Ai. Tinggal lo nih."
Dika menatap Aika dengan serius, sedangkan yang ditatap sibuk menelan es krim--ia sebenarnya cukup gugup berada di dekat Darja. Hanya saja, Aika memiliki kontrol diri yang baik tentang perasaannya.
Lo harus profesional, Aika.
"Okelah."
Dika dan Dino tersenyum lebar, mereka high five. Darja sendiri hanya diam, tak bereaksi apa pun. Ia melihat antusiasme Aika saat memakan es krim.
"Gue boleh nambah susu segar kan? Pengin nih--"
"Gue pulang," ucap Darja cepat sebelum Aika menyelesaikan ucapannya. Membuat Aika bingung, kenapa Darja buru-buru ingin pulang.
"Darja bermasalah dengan susu segar, jangan pesen itu, ya," bisik Dino pelan.
Aika mengerutkan dahinya, mengingat--terakhir kali Darja main ke rumahnya, cowok itu masih maniak susu UHT. Malah dia selalu menghabiskan jatah susunya di kulkas setiap kali main ke rumahnya. Lalu, kenapa cowok itu mendadak antipati pada susu?
"Eh, nggak. Gue nggak jadi pesen susu. Lagian masih ada yang mau gue omongin, lo jangan pulang dulu, Dar--maksud gue Mas Darja."
Aia mencoba tersenyum, meski ia merasa keadaan mulai canggung, antara ia dan Darja.
"Eh bentar, gue mau bayar makanannya dulu. Tadi lupa."
Dino berdiri setelah mengucapkan niatnya untuk membayar pesanan mereka.
"Gue mau ke toilet."
Dika yang juga ikut-ikutan pergi membuat Aika memejamkan matanya berat. Ia belum ingin ditinggal berdua bersama Darja. Ia belum siap untuk berdua saja dengan Darja.
"Sori."
Aika membuka matanya, ia melihat ke arah Darja yang tampak menatapnya lurus.
"Buat apa?"
"Lo nggak jadi pesen susu."
Aika tersenyum masam. Ia pikir Darja minta maaf atas kelakuannya selama ini, juga atas kepergiannya yang mendadak dulu.
"Bertahun-tahun nggak ketemu, lo banyak berubah, Darja."
"People changed."
Aika mengabaikan ucapan Darja. Ia memakan es krimnya lagi. Entah kenapa, berbicara dengan Darja menjadi secanggung dan setidaknyaman ini. Padahal dulu, mereka cukup akrab walau Aika dulu sedikit cuek pada Darja.
"Ja, lo ntar bisa anterin Aika pulang kan? Gue sama Dika harus balik ke rumah, Kakak gue baru dateng dari Australia. Nyokap minta kita pulang cepet."
Darja mengangguk, sedangkan Aika sendiri kesusahan menelan es krimnya. Kenapa sih semua seakan berkompromi untuk membuatnya terus ingat dan susah melupakan Darja?
"Gue bisa minta jemput Abang gue atau si Karyo, nggak usah repot."
"Nggaklah! Kita yang bawa lo ke sini ya kita yang mulangin. Udah diem aja. Darja yang nganter lo, kapan lagi coba?"
"Nggak. Gue minta jemput aja. "
Dino memberi tatapan intimidasi khas seorang pemimpin yang biasa memberi tatapan itu pada anak buahnya. Sedangkan Dika--yang merupakan salah satu menteri di kabinet BEM U itu hanya terkekeh geli melihat Aika yang mulai terintimidasi.
"Oke fine."
Dika dan Dino tersenyum pongah. Sementara Aika merana dalam hati. Sial sekali ia hari ini.
Tbc
Darja blengcek ya wkwk. Cus kasih ekeh 150 koments.
Btw gue lupa singkatan boptn: tp kayaknya bantuan operasional perguruan tinggi gitu, dananya dari Dikti deh kalau nggak salah. Kalau PUMK yang bagian ngurusin dana mahasiswa, terus dana BEM emg sebanyak itu sih, baru bem f, makanya pusing pas spj-an wkwk. Harus ada es krim biar ngga stress-itumah akikah.
Kalau ada yg nggak paham bisa ditanyakan ke akuh ya.
Btw, Darja emg senyebelin ituuuuh
Lol
Ig: aristavstories
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro