Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2

"A-Qiao, kau bertengkar lagi dengan Yu Ai?" Qi Fengge menyisir rambut gelap Shen Qiao kecil yang cemberut duduk membelakanginya. Pipi gembulnya terlihat seperti bakpao kukus, tangan Qi Fengge yang sedang mengikat rambut muridnya gatal ingin mencubit.

"Yu Ai merebut pedang kayuku." gumam Shen Qiao masih cemberut. Sebutir air mata terlihat di sudut matanya. Qi Fengge selesai mengikat rambut Shen Qiao, dan memutar tubuh Shen Qiao membuat bocah kecil itu menghadap Qi Fengge.

"A-Qiao anak baik, tidak baik bertengkar dengan shidi-mu." kata Qi Fengge.

"Tapi Shizun..." Shen Qiao ingin membela diri, tapi Qi Fengge mengangkat tangan dan mengusap pelan poni Shen Qiao.

"Nanti akan Shizun berikan pedang yang baru untukmu," Shen Qiao menoleh dengan mata berbinar mengatakan, 'Benarkah?' kemudian Qi Fengge menambahkan, "Kalau A-Qiao baikan dengan Yu Ai." Raut Shen Qiao kembali cemberut, tapi kemudian dia menjawab, "Baik, Shizun."

"Anak baik," kata Qi Fengge kembali mengusap pelan poni Shen Qiao membuatnya agak berantakan. Padahal baru saja disisir.

Dari kejauhan seorang pemuda berlari tergopoh-gopoh menghampiri Qi Fengge dan Shen Qiao yang sedang santai di paviliun. Qi Fengge segera berdiri menyambut salah satu muridnya dengan wajah gelisah membuat Qi Fengge sedikit khawatir.

"Pemimpin Sekte!" panggilnya kemudian memberi hormat. Napasnya terengah-engah dan bulir keringat mengalir dari dahi melewati pipi hingga turun ke dagu.

"Ada apa? Jelaskan dengan tenang!" kata Qi Fengge. Shen Qiao di belakangnya mengintip dari balik jubah shizun-nya dengan penasaran.

"Seseorang dari Sekte Bulan Bersih datang ke Gunung Xuandu untuk menantang Pemimpin Sekte," dia memberi jeda memperbaiki napasnya yang ngos-ngosan kemudian menyebutkan nama, "Yan Wushi."

Mendengar namanya, Qi Fengge menautkan alis. "Yan Wushi?" ulangnya dalam gumaman dengan raut terkejut terlukis. Pria berwajah ramah itu berterima kasih ke murid yang membawakan berita, "Aku akan segera menemuinya," kata Qi Fengge melangkah kaki keluar paviliun menuju gerbang Xuandu.

"Shizun!" panggil Shen Qiao, yang keberadaannya hampir terlupakan.

"Kau, tolong jaga A-Qiao." Qi Fengge menoleh ke arah murid pembawa pesan.

"Baik, Shizun!" katanya kembali memberi hormat. Qi Fengge mengayunkan lengan, jubahnya berayun seiring langkah kaki yang tidak lambat juga tidak tergesa-gesa. Shen Qiao ingin menyusul shizun-nya tapi murid tadi menghalanginya. Ia hanya bisa menatap punggung Qi Fengge yang sudah menghilang.

Yan Wushi, salah satu pemuda dengan bakat bela diri yang sedang meroket. Keahlian bela dirinya di atas rata-rata sejak masih remaja. Masa depannya di dunia bela diri sudah terjamin hingga membuat rekan sebaya bahkan penatua yang baru menikmati puncak di usia paruh baya menjadi iri.

Namun, kecerdasan dan keahlian bela dirinya tidak diimbangi dengan sikapnya yang berbudi luhur. Demi meningkatkan ilmunya ia membuang malu dengan menantang setiap orang dengan keahlian ilmu bela diri tingkat tinggi. Bahkan dengan berani menantang ketua sekte terhormat seperti Qi Fengge.

Qi Fengge sendiri tidak menganggapnya terlalu serius. Yan Wushi adalah seorang pria yang hobi mengeksplorasi bakatnya. Ia menghargai setiap orang yang ingin mengasah bakat.

Qi Fengge menemui Yan Wushi di lapangan latihan. Pemuda itu sudah berdiri di tengah lapangan dengan kedua tangan di belakang, tersenyum arogan. Angin gunung berhembus menerbangkan helaian rambut gelap yang tidak diikat dan jubah ungunya.

Beberapa murid yang penasaran datang dan mengelilingi area bertarung, menonton pertunjukkan yang jarang terjadi. Bisik-bisik gosip terdengar diantara mereka. Tapi, Yan Wushi tidak berniat untuk mengusik mereka. Tatapannya menuju Pemimpin Sekte Gunung Xuandu yang sedang berjalan santai menghampiri.

"Pemimpin Qi Fengge..." panggil Yan Wushi saat Qi Fengge sudah dekat dengannya.

"Tuan Yan Wushi..." kata Qi Fengge tak lupa memberi hormat. Yan Wushi menangkupkan kedua tangan, membalas hormat. Namun ekspresi arogan tidak juga lepas dari wajahnya.

"Terima kasih Tuan Yan sudah bersedia mampir jauh-jauh ke Gunung Xuandu. Tapi, maafkan ketidaksopanan Gunung Xuandu dalam menyambut Tuan Yan," Qi Fengge berbasa-basi.

"Tidak perlu bertele-tele, aku tidak akan lama disini."

"Aku sudah mengetahui maksud kedatangan Tuan Yan kemari."

"Kalau begitu, aku tidak perlu menjelaskan kembali." kata Yan Wushi menarik pedang dan berpose kuda-kuda, "Kita langsung saja mulai."

Qi Fengge tersenyum memandang semangat Yan Wushi, "Dengan senang hati, Tuan Yan." Qi Fengge melangkah maju bersiap menerima serangan Yan Wushi juga sambil menarik pedangnya.

Shen Qiao yang berhasil lepas dari murid pembawa berita tadi, berlari sekuat tenaga menuju lapangan tempat latihan yang sudah ramai dengan murid junior maupun senior. Di belakangnya murid tadi mengejar Shen Qiao. Beberapa penatua juga datang untuk menonton. Terdengar suara denting logam pedang yang beradu, sesekali terdengar bebatuan pecah akibat qi dalam yang terlalu kuat.

Kerumunan murid yang menonton tidak memenuhi semua tempat, menyisakan beberapa ruang kosong. Shen Qiao sampai di bagian paling depan, secara kebetulan di sebelahnya berdiri Yu Ai yang sudah duluan di sana. Murid yang mengejar tadi sudah ngos-ngosan di sebelah Shen Qiao.

"Apa yang terjadi?" tanya Shen Qiao melupakan pertengkaran mereka tadi, juga mengabaikan senior yang mengejarnya.

Yu Ai menoleh ke shixiong-nya sambil menunjuk pria berjubah ungu yang menyerang Qi Fengge secara intens, "Orang itu tiba-tiba datang menantang shizun." Yu Ai menolehkan kepala ke tengah lapangan yang akan menjadi saksi sejarah pertarungan Qi Fengge dan Yan Wushi. "Pria itu sangat menyebalkan, aku tidak suka dia." lanjutnya cemberut.

'Tiba-tiba datang dari antah berantah untuk menantang shizun. Benar-benar meremehkan kekuatan shizun. Dia pikir siapa? Hanya murid dari Sekte Bulan Bersih.' pikir Yu Ai.

Shen Qiao tidak menanggapi, pandangan matanya ikut mengamati jalannya pertarungan. Kadang di tanah, melompat, bertarung di udara, berlarian ke sana kemari tapi tidak sedikitpun melangkah keluar dari area.

Murid-murid di belakang berbisik, banyak dari mereka yang bertaruh siapa yang akan menang. Tentu saja 90 persen mempertaruhkan Pemimpin Sekte mereka. Sebagian murid ada yang memuji ketrampilan Yan Wushi meskipun belum setingkat Pemimpin Sekte Gunung Xuandu. Setiap pujian yang dilontarkan kepada Yan Wushi, diakhiri dengan, 'masih lebih hebat kemampuan Pemimpin Sekte,' untuk menghindari permusuhan internal.

Shen Qiao yang mengamati jalannya pertarungan juga sesekali memuji kehebatan pria itu. Beberapa hal tekniknya lebih bagus dan mantap. Tapi teknik shizun-nya terlihat lebih lembut tidak seperti Yan Wushi yang sedikit kasar. Meskipun usianya masih belia dia tidak hanya mengamati tapi juga mampu menganalisa pertarungan.

Waktu berlalu cukup lama. Pertarungan belum menunjukkan tanda untuk berhenti. Sebaliknya semakin sengit. Para penjudi di belakang berdebar ingin segera mengetahui hasil pertarungan. Shen Qiao dan Yu Ai masih mengamati dengan alis berkerut. Bola mata mereka tidak berhenti mengikuti pergerakan dua orang yang menjadi pusat perhatian di tengah lapangan.

Tak berapa lama, Qi Fengge dan Yan Wushi sama-sama melangkah mundur. Para penonton terkesiap memandang pemain utama. Mempertanyakan siapa yang lebih unggul. Keadaan lapangan menjadi sunyi. Suara angin berhembus mengusik kesunyian.

Kemudian, seteguk darah dimuntahkan dari mulut Yan Wushi. Pria itu ambruk dengan posisi berlutut memegang dadanya yang kesakitan disusul sorak kemenangan dari murid Sekte Gunung Xuandu. Yan Wushi itu terbatuk dan terdiam lama dengan wajah masam. Ekspresi arogan sebelumnya lenyap. Tapi kemudian seringai terbentuk di wajahnya lalu berdiri menatap Qi Fengge yang memasang wajah tenang.

"Huh, sepertinya aku masih belum bisa melampaui Pemimpin Sekte Gunung Xuandu." katanya sambil menyeka darah di sudut bibir kemudian memberi hormat. Tapi seringai itu belum lepas dari wajahnya.

"Ini hanya kebetulan, Tuan Yan." Qi Fengge merendah sambil menangkupkan kedua tangan dan membungkuk. "Ilmu bela diri Tuan Yan juga sangat hebat."

"Mari masuk ke dalam, kami akan obati lukamu." ujar Qi Fengge mempersilahkan Yan Wushi. Yan Wushi tertawa ringan dan menjawab tanpa meninggalkan kesan arogan, "Tidak usah repot-repot, aku datang kesini dengan tidak sopan, tidak pantas disambut seperti itu." kemudia dia menghilang seperti asap.

Shen Qiao dan Yu Ai berlari menghampiri shizun mereka langsung menubruk kaki Qi Fengge, yang membuat pria yang mendekati separuh abad itu terhuyung. Disusul penatua dan murid Sekte Gunung Xuandu yang masih tenggelam dalam euforia kemenangan.

"Shizun, kau tak terkalahkan!" komentar pertama keluar dari mulut Yu Ai.

"Shizun, hebat!" Shen Qiao ikut mengomentari dengan bangga. Kerumunan di belakang ikut memuji kehebatan Qi Fengge.

Pertarungan selesai, lapangan latihan telah kosong dari kerumunan. Tersisa beberapa keretakan di berbagai tempat. Area pertarungan saat ini terpantul sinar matahari sore yang sebentar lagi berwarna gelap. Penatua dan murid Gunung Xuandu kembali ke aktivitas masing-masing menunggu jam makan malam.

Shen Qiao kecil berjalan-jalan di sekitar lapangan latihan berkeliling sambil mengamati tanah. Kepalanya celingukan mencari sesuatu dengan pencahayaan yang minim dari matahari. Batu giok pemberian shizun yang terikat di ikat pinggang sempat terjatuh tanpa sadar saat fokus mengamati jalannya pertarungan. Shen Qiao kembali untuk mengambilnya kembali. Setelah mencari di beberapa tempat, Shen Qiao akhirnya menemukannya di jalan ketika ia berlari menuju lapangan, sepertinya terjatuh saat itu.

Saat anak kecil itu akan kembali, siluet mencurigakan bergerak dari balik bayangan pepohonan. Shen Qiao mengerutkan alis. Ia tidak percaya hantu, kemungkinan lain adalah hewan atau murid Sekte Gunung Xuandu yang kebetulan lewat. Tapi apa yang dilakukan murid itu menjelang malam di tempat sepi dan gelap seperti itu? Terlalu mencurigakan. Kemungkinan mengerikan yang bisa dia pikirkan adalah penyusup saat pertarungan itu terjadi.

Tapi mana mungkin.

Shen Qiao mendekat perlahan setelah memasukkan batu giok ke dalam saku lengan. Berusaha langkahnya tidak menimbulkan suara terutama ketika menginjak dedaunan kering. Kepalanya mengintip dari batang pohon yang lebih tinggi darinya. Ia sedikit mengelus dada karena meskipun bayangan mencurigakan itu orang asing, itu adalah pria yang siang tadi dengan berani menantang shizun-nya.

Ia terduduk di bawah naungan pohon memegangi dadanya yang kesakitan. Di sampingnya ada pedang yang tadi digunakan untuk bertarung. Sisa sinar matahari yang hampir tenggelam sepenuhnya menerpa sebagian wajah. Ia menggerutu disela batuk yang sengaja ia tahan.

"Uhuk! Sial! Aku masih belum bisa melalui Qi Fengge!" gumamnya dengan nada kesal. Namun suaranya bisa terdengar oleh telinga Shen Qiao meskipun suaranya sekecil semut. "Kalau saja aku lebih cepat menghindari serangannya-uhuk!" ia batuk lagi, kali ini berdarah hingga mengotori rerumputan di sebelah kakinya. Tangannya ingin menyeka darah yang mengalir di sudut bibir ketika tangan kecil menyodorkan sapu tangan putih ke arahnya.

Yan Wushi muda mengernyitkan alis melihat bocah kecil entah darimana tiba-tiba muncul di depannya. Perhatiannya teralihkan hingga tak menyadari kedatangan bocah itu.

"Siapa kau?" tanya Yan Wushi.

"Namaku Shen Qiao, murid Qi Fengge." jawab Shen Qiao kecil menarik tangan untuk memberi hormat. Meskipun orang di depannya, pria arogan yang dengan muka tembok menantang Pemimpin Sekte Gunung Xuandu, kesopanan harus diutamakan.

Yan Wushi hanya menggumam, 'hmm' mengamati sosok murid dari orang yang tadi menjadi lawannya. Bocah itu menyodorkan sapu tangan ke sudut bibir Yan Wushi karena pria itu tak juga bergerak. Tangan kecilnya menyeka darah yang mengotori hingga bersih.

"A-Qiao!" terdengar suara teriakan sama-samar memanggil dari kejauhan. "Ini untukmu!" Shen Qiao kecil menyodorkan sapu tangan ke tangan Yan Wushi dengan terburu-buru.

"Ah, aku harus kembali!" Shen Qiao membungkuk ke arah Yan Wushi kemudian berpamitan, "Sampai jumpa, gege." bocah jubah putih itu berbalik dan berlari menuju anak kecil yang memanggilnya.

Yan Wushi menatap sapu tangan yang sudah ternoda sebercak darah. Pandangan matanya menoleh ke arah bocah kecil itu menghilang. Sudut mulutnya terangkat menciptakan seringaian.

'A-Qiao, huh?'

"A-Qiao..."

"A-Qiao..."

"Hm? Yan-zongzhu?" Shen Qiao membuka matanya. Disambut oleh cahaya matahari yang menyilaukan meskipun penglihatannya masih buram. Suara lembut dan menggoda Yan Wushi membangunkannya dari mimpi.

Barusan ia bermimpi yang membawa ingatannya kembali saat ia bertarung melawan Kunye di Puncak Setengah Langkah. Terjatuh dari tebing karena racun dan diselamatkan oleh Yan Wushi.

Shen Qiao bangkit dan mengingat apa yang telah terjadi kemarin. Cheng Gong mengkhianati dengan menjualnya ke Mu Tipo, setelah pertarungan sengit ia berpisah dengan Cheng Gong dan Mu Tipo. Entah bagaimana kondisi mereka setelahnya, Shen Qiao tidak sempat memikirkan karena kondisi tubuhnya dalam kondisi kacau.

Entah berapa lama Shen Qiao berjalan, di sebuah jalan sepi ia bertemu dengan Yan Wushi yang menyodorkan sapu tangan ke sudut bibirnya, mencoba membantu menyekanya. Tapi yang Shen Qiao dapat kemudian adalah pingsan karena dipaksa bertarung setelah mendapatkan Jilid Kedua Kitab Vermillion. Baru saja tubuh Shen Qiao membaik sepuluh persen, harus dipaksa bertarung kembali. Kalau begini akan butuh waktu lama hingga tubuhnya pulih seratus persen. Yan Wushi memang kejam.

Shen Qiao terbatuk dan darah keluar dari sudut bibirnya, Yan Wushi yang duduk di tepi jendela turun kemudian mendekati Shen Qiao. Menyodorkan sapu tangan dan membersihkan darah itu.

"Terima kasih, Yan-zhongzhu." kata Shen Qiao.

Yan Wushi hanya mendengus pelan. Ia berbalik setelah meletakkan sapu tangan itu di tangan Shen Qiao, "Ambil itu."

Shen Qiao mengerutkan kening meraba kain di telapak tangannya, merasa sedikit familiar. "Sekali lagi terima kasih, Yan-zhongzu." kata Shen Qiao.

Yan Wushi tidak merespon, hanya menyeringai sambil bergumam pelan, tidak peduli Shen Qiao mendengar atau tidak. Dengan kondisinya yang buta saat ini, seharusnya kemampuan pendengarannya meningkat dua kali lipat.

Shen Qiao mengerutkan kening saat telinganya yang sensitif menangkap gumaman Yan Wushi, "Hutangku sudah kukembalikan."

- Selesai -

Terima kasih sudah membaca.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro