1. Canteen
Seluruh penjuru kantin akan selalu penuh jika sudah menunjukkan pukul setengah satu siang, dimana semua mahasiswa dari berbagai macam jurusan sudah mendapatkan waktu beristirahat sebelum melanjutkan kelas berikutnya pada pukul setengah dua siang.
Di universitas swasta ini jelas saja memiliki kantin yang teramat sangat banyak, buktinya ada kantin di masing-masing fakultas. Bahkan di luar gerbang kampus mahasiswa dibebaskan untuk nongkrong sekaligus makan siang. Kantin yang bisa dihitung hampir mencapai 30 orang penjual saja masih ada yang tidak kebagian makanan.
Apalagi untuk mahasiswa baru yang masih bingung tentang cara bersosialisasi. Begitu juga dengan yang terjadi dengan tiga orang gadis yang baru menjadi mahasiswa sekitar dua bulanan ini, mereka beberapa kali terdorong saat berusaha masuk ke kantin.
Keyrana Aradhea gadis dengan tubuh paling mungil diantara kedua sahabatnya benar-benar kesusahan, dia berpegang erat pada lengan Yelia sahabatnya yang memiliki tinggi badan sekitar 172 CM.
"Key, lo duduk di sana cepat sama Siena sebelum itu tempat diambil sama orang. Biar gue aja yang pesan buat kalian."
"Tapi lo gak apa-apa?"
"Enggak, badan gue gede. Buru ah, kalau itu tempat keduluan sama orang lagi. Bisa-bisa kita gak dapat makan kayak kemarin, mau lo?"
Keyra menggeleng, begitu juga dengan Siena. Keduanya menuruti perintah Yelia. "Yel, kalau kesusahan bawa makanannya panggil kita aja. Menu makanan gue kayak biasa kok," kata Keyra dan berlalu meninggalkan Yelia.
Saat gadis itu hendak duduk di kursi, dia tidak melihat bahwa kursinya tersenggol oleh orang lain. Dengan posisi kursi yang tergeser, alhasil Keyra jatuh terduduk di lantai.
Bruk....
"Ah, pinggang gue," rintihnya kesakitan.
Seina buru-buru berdiri dan memegang kedua lengan Keyra untuk membantunya berdiri. "Gue gak sanggup bangun, Sei. Aslian sakit banget."
"Woi, kalau jalan lihat-lihat dong. Pakek nendang kursi orang segala." Siena menghadang lengan cowok yang baru saja menyenggol kursi Keyra dengan kakinya, meskipun Siena tau bahwa lelaki itu juga tidak sengaja.
Cowok itu menepis dan malah keluar dari kantin. Benar-benar tidak bertanggung-jawab.
"Key, pinggang lo gak patah 'kan? Gue takutnya lo kenapa-kenapa, soalnya suara pas lo jatuh kenceng banget."
"Sie, please jangan nakut-nakutin. Gue baru aja jadi mahasiswa masak harus hiatus berbulan-bulan di rumah. Udah gak bisa menikmati masa SMA karena sekolah daring, eh pas kuliah gue juga gak bisa? Mau nangis banget."
Siena menangkup wajah Keyra, dan keduanya malah menangis dengan posisi Keyra masih terduduk di lantai dan Siena yang berjongkok di hadapannya.
"Kenapa nih pada duduk di lantai?" Suara cowok yang terdengar agak serak itu membuat Keyra dan Siena sontak mendongak.
"Kak, tolongin teman saya. Dia barusan jatuh dari kursi dan gak bisa bangun, kayaknya pinggangnya kenapa-kenapa"
Cowok yang hanya memakai tas di bahu kirinya melepaskan ransel dan memberikan pada teman yang berdiri di sisinya. Perlahan cowok itu menunduk dan menggendong Keyra, kemudian mendudukkan gadis itu di kursi. "Pas duduk gini sakit gak?"
"Lumayan, Kak. Tapi kayaknya gak patah."
Cowok itu tersenyum tipis. "Ada-ada aja lo, lain kali hati-hati ya."
"Makasih banyak, Kak."
"Sama-sama, gue heran aja ada banyak orang di kantin kenapa gak ada yang inisiatif bantuin."
"Eum, mungkin pada buru-buru Kak. Takut gak sempat makan, apalagi yang bentar lagi lanjut masuk kuliah."
"Oke deh, berarti aman 'kan?" Keyra mengangguk sebagai jawaban. "Gue tinggal, ya."
"Iya, Kak. Sekali lagi makasih."
Keyra menatap kemana lelaki baik itu pergi, ternyata tidak begitu jauh dari posisinya cowok yang baru saja membantunya duduk di sana bersama teman-temannya.
"Key, ganteng ya. Gimana rasanya digendong cowok ganteng?"
Keyra memukul pelan lengan Siena karena gemes. "Dibantu cowok ganteng rasa sakit gue juga enggak hilang ini."
"Tapi mukanya rada gak asing, siapa ya."
"Lo mah asal ganteng langsung berakting kenal, padahal kenal juga enggak," ucap Keyra dan dibalas cengiran oleh Siena.
Di satu sisi Jonathan Steven, lelaki yang baru saja membantu Keyra duduk bersama teman-temannya yang lain. Di meja yang bisa di bilang luas dan bisa menampung sekitar sepuluh orang.
"Ada apa ribut-ribut di sana Jo, buset kantin rame banget gue gak bisa lihat kiri-kanan padahal banyak pohon cemara."
"Cringe banget sih lo," sindir Arjuna atau biasa dipanggil Juned. Selalu merasa kesal dengan Yevan yang teramat banyak berbicara.
"Ada yang jatuh, Van."
"Jatuh dari surga? Bidadari dong?" Pertanyaan tidak penting dari Yevan mendapatkan toyoran gratis dari Petra yang duduk di sebelahnya.
"Tapi kayaknya emang bidadari sih, cantik banget. Kulitnya putih bening, matanya bagus. Gue sampek bingung tadi, itu orang apa boneka." Jeriel menjelaskan ciri-ciri gadis yang berhasil membuatnya terpaku barusan.
"Sip, jodoh gue," cerocos Yevan. "Lo gak naksir 'kan, Jo?"
"Oke kita lanjut pembahasan kita mengenai open recruitment untuk anggota himpunan baru. Gimana prosesnya? Gue sengaja mengadakan rapat bersama para penanggung jawab terlebih dahulu, nanti kalian bisa sampaikan keputusan ini kepada anggota lain."
"Si anjing, gue lagi nanya cewek tadi malah langsung mulai rapat aja." Mendapatkan tatapan tajam dari Jonathan, Yevan menyengir seraya membuat gerakan meminta maaf dengan kedua tangannya. "Siap si paling himpunan."
"Gimana untuk bagian infokom, udah sejauh apa persiapan kalian. Pengumuman penerimaan anggota baru apa sudah bisa di upload di instagram himpunan?"
"Eum, soal itu." Yevan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa langsung skakmat dengan penyerangan yang tiba-tiba. "Lo tau sendiri gue jarang rapat, gue selalu mengirim perwakilan. Untuk sejauh ini kayaknya aman."
"Kayaknya kata lo, dimana tanggung jawab lo?" tanya Petra selaku wakil ketua himpunan. "Makanya kalau ada rapat jangan kebanyakan alasan lo!"
"Gak banyak alasan gue."
"Silahkan lo dikte apa-apa aja alasan dia, Jer."
"Neneknya meninggal, padahal emang udah meninggal sejak dia SD. Mamanya pulang dari luar negeri, padahal lo tau sendiri nyokap dia itu kerja di BUMN bukan pengusaha besar. Kucingnya melahirkan, ayamnya sembelit, cupang dia takut tenggelam di air. Motornya suaranya dar-dor, mobilnya suka mau terbang kalau dia yang bawa. Uang--"
"Jer, udah. Oke semua gue minta maaf untuk itu. Gue bakalan pastiin kalau bagian infokom sudah menyiapkan semua desainnya dan tinggal diupload h-1."
"Gue pegang kata-kata lo. Lanjut ke bagian acara, udah hubungi alumni-alumni mana yang punya waktu untuk datang dan wawancarai anggota baru?" Jonathan beralih melirik Rachel.
"Giliran sama gebetan ngomongnya lembut banget," bisik Yevan dan mendapatkan dorongan dari Jeriel. Lalu cowok itu mencebikkan bibirnya, merasa bahwa omongannya tidak pernah didengarkan. Padahal semua orang juga tau kalau apa yang dibicarakan Yevan sama sekali tidak penting, melainkan hanya menciptakan kerusuhan semata.
"Oke, yang udah gue hubungi dan bisa itu ada kak Lisa, kak Jeka, kak Jemian untuk pos satu. Terus untuk pos duanya Kak Yeri, Kak Yuda, sama Kak Tsana. Terus untuk pos tiganya ada kak Jeni, Kak Jino, sama Kak Sehan. Terus untuk pos tiganya itu Kak Jefrey, kak Dikta, sama Jonathan. Bisa 'kan lo ikut gabung, soalnya gue bingung mau cari siapa lagi."
"Boleh, berarti untuk acara aman. Rundown-nya udah bisa dikirim ke grup ya, Chel. Buat juga jadwal panitia mana aja yang bertugas di hari pengumpulan formulir juga yang bisa mengawasi di hari wawancara. Gue berharap sih yang diutamakan anak bidang kaderisasi untuk datang. Jangan sampek gak ada yang datang, gak enak dilihat sama alumni. Panitia sepi sama aja progres kita dianggap gagal."
"Oke beres, aman."
"Waktu wawancara udah ditentuin belum, Chel?"
"Belum, Jo. Kalau kata gue kita lihat dulu seberapa banyak yang daftar, dari situ baru bisa menentukan berapa menit wawancara."
"Bagus, gue setuju sama ide lo. Apalagi ini waktu wawancaranya ada dua hari, tapi usahakan jangan kelamaan juga. Paling lama 15 menitan lah, kasihan juga kalau dibantai habis-habisan sama alumni. Kita aja masih sering kicep, apalagi mereka yang anak baru."
"Siap."
"Perlengkapan gimana?"
Petra yang semula duduk santai langsung membuka aplikasi catatan di ponselnya. "Untuk gedung wawancara di lantai 3, ruang kelas A.1, A.2, A.6, sama A.8 yang dipakek. Udah dapat izin juga, untuk spanduk udah dibawa ke percetakan dan tinggal ambil aja pas H-1."
Jonathan mengangguk merasa puas dengan kerja timnya, rapat itu terus berlanjut karena kebetulan mereka yang memegang posisi sebagai penanggung jawab di bidang masing-masing tidak ada lagi mata kuliah setelah jam makan siang.
Jonathan pulang ke rumah di waktu sore hari, dan sial pikirannya malah memikirkan gadis yang tadi dia tolong.
Dari jurusan manakah gadis cantik itu berasal?
****
Hallo guys, malah buat cerita baru nih wkwk. maafkan aku.
gimana, siap ketemu Jonathan, Keyra, dan tembok tinggi mereka?
tinggalkan jejak yuk dengan vote juga komentar.
see you next part.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro