Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

RALS - 6 - Meet Cute? Ini Meet Aib 3.2




Question of the day: Obyn atau Owen?

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you

⋆。゚☁︎。⋆。 ゚☾ ゚。⋆

Aku refleks mengatakannya tanpa memikirkan konsekuensi, tapi berbasa-basi dan malu-malu bukan gayaku. Aku terlalu tidak sabaran untuk tarik ulur.

"It's too early for dinner, isn't it?"

Aku berpura-pura melihat langit yang birunya membuatku menyipitkan mata, lalu kembali ke mata yang jernihnya membuatku melupakan sekitar. Itu pertanyaan retorik yang aku tidak perlu jawab. Orang juga bisa melihat kalau langit masih terlalu biru untuk bulan bergulir masuk menggantikan raja siang hari. Belum shift-nya.

Ini perasaan yang paling aku sukai; jantung yang memompa lebih cepat karena sesuatu dekapan erat rasa cemas karena hal asing. Bukan cemas yang membuatku takut, melainkan cemas yang membuatku tak sabar dengan apa yang akan terjadi jika aku mengambil dua langkah maju. Semuanya memberikan stimulus berlebih ke darah yang mengalir di bawah kulit.

Adrenaline rush. Kalau orang-orang perlu rangsangan olahraga ekstrem, seperti ski, aku hanya perlu orang baru yang menarik perhatian dan melakukan hal di luar kotak yang aku buat. Dan Noam masuk ke dalam kotak orang yang sudah ilfeel kepadaku dan memilih untuk tidak mendekat, tapi dia yang menyusulku setelah mengetahui dua aibku tidak menyurutkan niatnya. Juga ada sedikit takut kalau-kalau dia berniat jahat.

Okay, lebih dari sedikit.

"Kalau begitu, sampai ketemu malam nanti? Chamonix is small; perhaps we will meet again." Aku mengulangi apa yang dia katakan kemarin. Walaupun aku perlu menyingkirkan jaring laba-laba, tapi aku juga perlu sedikit bermain layangan untuk membuatnya semakin penasaran.

Oh, ini bagian yang paling aku suka; PDKT. Aku lebih menyukai debaran yang muncul saat berbicara secara langsung atau melalui pesan singkat atau video call. The excitement, the thrill.

"Lunch, coffee, and dinner," tawar Noam cepat. Dia tidak perlu berpikir sebelum menawarkannya dan cowok satu ini mempertontonkan ketertarikannya secara terang-terangan melalui senyuman sensual dan pandangannya yang tidak berhenti menyapu seluruh wajahku. Terkadang berhenti terlalu lama di bibir saat aku menjawab.

Aku? Aku sengaja membuka bibirku sedikit dan mengeluarkan ujung lidah untuk membasahi bibir. Mata Noam yang tadinya satu ekuilibrium dengan mataku kontan berpindah ke bibir. Aku bisa merasakan panas dari tatapannya di sana.

Binggo. Kami mencari hal yang sama; seksual semata. "Bukannya kamu sama temanmu?"

Noam mengibaskan tangannya. "Mereka sudah besar, bisa cari jalan buat rute liburan sendiri."

"As handsome as you are, tapi aku di sini liburan dan ada objek wisata yang mau aku lihat." Aku sengaja melihat tubuh cowok ini dari ujung kepala hingga ujung kaki yang membuatnya tersenyum makin lebar.

The buzz of electricity between us sends sparks all over my body and ignites the fire within me. The attraction is too palpable to ignore.

"My, thank you my lady. You are not bad yourself. Kamu mau ke mana setelah ini?"

Aku mendengus. You are not bad yourself? Kalau aku tidak melihat kilat nakal di matanya, bootsku sudah bersarang di mulut cowok ini. "Habis ini mau ke Mer De Glace. Aku terpaksa menolak tawaran makan siangnya karena mau beli roti lapis terus makan sambil lihat pemadangan aja nanti."

"Pas banget. Aku juga mau ke sana lagi."

"Lagi?"

Noam mengulum senyum. "Aku di sini dari tiga hari lalu, jadi beberapa objek wisata udah didatangi. Aku juga tau resto yang bikin mean burger buat dibawa ke sana."

Cowok ini tidak memberikanku kans untuk menolak, bukannya aku mau juga. Seluruh bagian cowok ini—tubuh, wajah, kepribadian—adalah tipeku. Lagi pula, menghabiskan waktu dengannya juga merupakan kesempatan untuk mengenal Noam sebelum aku menghabiskan malam dengannya.

**

"Kamu ukuran apa?" tanyaku tanpa tedeng aling-aling di depan lemari besar dengan deretan kondom.

Noam yang membawa belanjaanku butuh tiga detik dalam diam sebelum mengangkat alisnya menggantikan pertanyaan.

Kami sudah pulang dari Mer De Glace. Gua yang terbentuk secara natural dari es yang berada di antara gunung. Yap, tengah gunung. Kereta—satu-satunya alat transportasi—yang kami tumpangi membelah gunung untuk mengantarkan kami ke cable car yang membawa kami ke puncaknya.

Jika sepanjang kereta saja aku sudah terkagum-kagum dengan pemandangan Chamonix Valley dengan rumah beratapkan salju putih berjejer dan pegunungan yang mengelilinginya, jangan tanya seberapa besar rahangku terbuka saat menaiki cable car-nya.

And true to his words, burger yang kami bawa dari bawah memang enak dan kami menikmatinya di deck khusus yang menunjukkan pemandangan tanpa batas.

Lunch with a view it is. Meski burger kami sudah dingin, tapi semuanya termaafkan dengan pemandangan yang tidak mungkin aku lihat di Indonesia yang beriklim tropis.

"We don't need to play games for this, right? Kamu tau kan tujuanku ajak makan malam di tempatku bukan buat makan aja? Aku juga di sini cuma beberapa hari, kalau kelamaan bisa jadi aku keburu pindah ke kota lain."

"Bukannya karena kamu nggak mau dibayarin makan dan ini gantinya?"

Aku sedikit waswas mendengar jawabannya karena takut salah membaca sinyal, tapi senyum menggoda yang di bibir cowok itu aku hadiahi dengan memutar bola mata. Tanganku mengambil satu kondom yang ukurannya normal, tapi memiliki tonjolan seperti beads di setiap sisi dan gel lubricant dengan sensasi panas dan dingin. Aku tidak tahu gimana rasanya di dalam sana panas dingin, tapi aku berniat untuk mendapatkan first hand experience.

"Aku nggak percaya kondom yang ada di dompet kamu dan aku juga nggak punya stok kondom. Buat amannya juga beli bareng aja biar nggak ada yang kepikiran aneh-aneh."

Noam mengambil kondom itu dari tanganku dan membaca bagian belakangnya dengan serius. "I'm not sure about the grith."

"Too large? Kondomnya maksudku. Itu ukuran reguler."

"Cute," jawabnya sambil tersenyum. "Itu pancingan karena kamu nggak sabar mau lihat, kan? Clover, hold your horses, ini tempat umum."

Aku terang-terangan menatap ke arah selangkangan Noam. "Do you think highly of yourself?"

"Oh, Clover, you will find out for yourself." Noam mengambil kondom lain, tapi menaruh kondom yang tadi di tangannya juga ke dalam keranjang. "Maybe it will be a little too snug, but if you want to try it, I'm game."

"Rowen."

"Hmm?"

"Namaku Rowen bukan Clover."

As much as I like his face, tapi aku ogah juga jika dia menghafal namaku saja tidak bisa.

"I know, tapi aku mau panggil kamu Clover."

"Kenapa?" Noam tidak menjawab pertanyaanku, matanya fokus ke deretan kondom sebelum memasukkan satu kotak lainnya ke dalam keranjang. "Dan itu kebanyakan. Kalau performamu jelek, nggak ada pengulangan. Aku persilakan kamu buat pulang."

"You are going to ride me all night long. Kamu perlu variasi." Noam berbicara dengan penuh percaya diri dan seringai yang muncul di bibirnya mengingatkanku akan serigala yang mengincar tudung merah.

30/1/25

Wkwkwk Obyn teori, Owen praktek. Astaga aku perlu berendem pake holy water setelah nulis ini

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro