Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pertemuan Tak Terduga

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Sekuat hati berusaha menghindar, tapi garis takdir justru kembali mempertemukan."

°°°

Menghindari seseorang bukan karena benci, tapi karena hatinya belum mampu berdamai dengan diri sendiri. Belum lagi, pertemuan terakhir di antara keduanya cukup membekas dalam ingatan dan itu berhasil membuat dia malu bukan kepalang.

Mencoba bersikap profesional, mengesampingkan gejolak dalam hati, dan bersikap seolah baik-baik saja ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Rasa gugup dan canggung sangat amat terlihat jelas.

"Jadi, konsepnya seperti apa?" tanya Arhan karena sedari tadi Anin tak kunjung buka suara.

Sebenarnya dia pun belum siap untuk kembali bertemu dengan Anin, tapi karena tuntutan pekerjaan dia berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap profesional. Tidak mencampur adukkan masalah pribadi di antara mereka.

Arhan diminta sang ayah untuk menemui anak dari kerabatnya yang tengah membutuhkan jasa seorang desainer interior, dan dia tidak mengira bahwa orang yang dimaksud sang ayah ialah Anin. Perempuan yang sudah sekitar satu mingguan ini tidak dia jumpai.

"Anin?" tanya Arhan seraya mengibaskan tangannya di depan wajah sang lawan bicara.

Gadis itu sedari tadi hanya diam dan melamun, mereka belum terlibat perbincangan, selain kalimat salam yang membuka pertemuan. Bahkan, keduanya belum memesan makanan, buku menu digenggam erat Anin dengan pandangan kosong menerawang.

"Anindira Maheswari, apa kamu baik-baik saja?" tanya Arhan lagi, kini suaranya sedikit lebih keras.

Anin mengerjapkan matanya beberapa kali, dia terkesiap lantas meraup wajahnya kasar, lalu tak lama dari itu lantunan istighfar berulang kali terdengar.

"Maaf saya sedikit tidak fokus," tuturnya tak enak hati.

Arhan mengangguk maklum, tangannya terulur untuk mengambil tumbler yang berada di dalam tas lantas menyerahkan benda tersebut pada Anin. "Diminum dulu."

Anin menolak dengan sebuah gelengan pelan serta sedikit senyuman.

"Masih baru, belum saya minum." Arhan meletakan tumbler tersebut di dekat Anin.

"Terima kasih," sahutnya lantas meminum air putih tersebut beberapa tegukan.

Arhan mengangguk. "Kurang minum biasanya bikin kita gak fokus, atau mungkin Anin belum sarapan? Apa saya perlu pesankan makanan?"

Anin menyelesaikan kegiatannya yang tengah menutup tumbler terlebih dahulu lantas berkata, "Gak perlu repot-repot, saya sudah sarapan di rumah."

"Baik kalau begitu, konsep yang ingin diterapkan seperti apa?" tanya Arhan to the point.

Anin menjelaskan secara terperinci apa saja yang dia inginkan. Dari mulai konsep sampai dengan budget. Dia sangat terbuka, bahkan jika Arhan ingin ikut berkontribusi menuangkan ide-idenya pun dipersilakan. Terlebih sebagai seorang desainer interior, pasti pemuda itu jauh lebih paham.

"Untuk konsepnya saya rasa sudah sangat bagus, tapi kalau boleh, saya sedikit menyarankan untuk di space ikhwan lebih baik tidak disediakan photobox, karena menurut saya laki-laki kurang tertarik untuk berfoto," ungkap Arhan memberi saran.

Kebanyakan lelaki kalau nongkrong di kafe ya hanya untuk sekadar mengobrol serta menyeruput secangkir kopi saja. Kaum adam itu tak terlalu mementingkan keestetikan suatu tempat, yang penting nyaman dan harga sesuai kantong. Selesai.

Sangat berbeda dengan akhwat, yang kalau pergi ke suatu tempat, pasti yang dilihat pertama kali adalah keindahan tempat tersebut. Matanya harus dimanjakan dengan fasilitas yang menunjang, tak peduli jika harus menguras isi dompet, yang penting dirinya punya beberapa foto yang bisa dipajang di media sosial.

Bahkan sependek pengetahuan Arhan, kaum hawa ini pengamat yang baik. Matanya merotasi mencari spot-spot yang instagramable. Makanan yang tersaji di meja saja tidak akan langsung dilahap jika belum difoto dan menghasilkan gambar yang cakep maksimal.

Sangat bertolak belakang, bukan?

"Bagusnya seperti apa? Saya ingin ada sedikit perubahan di space ikhwan, agar tidak terlalu monoton dan terkesan membosankan."

Anin benar-benar ingin memuaskan pengunjung, dia berusaha untuk memberikan pelayanan serta menyediakan fasilitas terbaik.

Perubahan dalam usaha yang digelutinya saat ini adalah hal biasa, justru dari tahun ke tahun harus ada peningkatan. Baik dari segi hidangan, pelayanan, ataupun tempat itu sendiri.

Anin selalu menyediakan anggaran khusus untuk perombakan kafe, baik dalam skala besar ataupun kecil. Semua itu memang sangat diperlukan, apalagi bangunan yang digunakan setiap hari pasti membutuhkan perawatan khusus agar tidak rusak termakan zaman.

"Mungkin diubah sedikit lebih maskulin, Senandika Cafe ini didominasi oleh cat putih dan cream. Terkhusus space ikhwan saya rasa bisa diganti catnya, mungkin hitam atau abu-abu. Agar kesan laki-laki lebih dapet," katanya diakhiri dengan sebuah sunggingan.

"Apakah itu tidak keluar tema?"

Arhan menggeleng pelan. "Saya rasa tidak, lagi pula antara space ikhwan dan akhwat terdapat sekat. Itulah fungsinya sekat, menjadi pembatas sekaligus pembeda di antara setiap ruangan."

Anin mengangguk setuju. "Untuk lantai atas bagaimana? Apa ada saran?"

"Tidak ada, sudah bagus konsepnya. Mungkin sedikit menambahkan saja untuk sekat lebih baik jangan rolling door kaca seperti di bawah, karena, kan lantai atas ini agak private jadi mungkin sekatnya lebih yang tertutup, tapi masih bisa dibuka tutup dengan mudah."

"Untuk budget apa cukup?" tanya Anin sedikit hati-hati. Masalah uang biasanya sangat sensitif.

"In syaa allah, saya usahakan tidak akan over budget. Saya pastikan furniture dan segala kebutuhan dalam proses perombakan menggunakan kualitas terbaik, tapi masih masuk akal dari segi keuangan," jawabnya penuh keyakinan.

Jam terbang Arhan dalam dunia ini memang sudah tidak bisa diragukan lagi. Dia sudah memiliki banyak kenalan yang berkompeten di bidangnya, tapi juga bisa diajak kerjasama dengan baik dalam segi finansial. Kualitasnya sangat baik dan tidak sembarangan.

"Nanti akan saya kirimkan melalui email terkait desainnya. Jika ada yang kurang sreg bisa langsung kabari agar saya bisa perbaiki," tutur Arhan seraya menyerahkan notes beserta bolpoin ke arah Anin.

"Email saja, kan?" tanya Anin memastikan.

Arhan sedikit terkekeh. "Cukup alamat email, alamat rumah alhamdulilah sudah saya dapatkan, bukan?"

Anin terbatuk-batuk dibuatnya, bahkan tangannya yang sedang bermain di atas lembaran kertas itu bergetar hebat.

"Jika ada hal-hal urgent bisa hubungi nomor Bapak saya saja. Saya tahu Anin pasti keberatan jika saling bertukar nomor ponsel dengan seorang ikhwan," ungkapnya setelah mengambil alih notes yang diserahkan Anin.

Sebenarnya bukan itu alasan utama Arhan, dia hanya takut tak mampu menjaga hati dan perasaannya. Dia pun takut tak bisa mengontrol hawa nafsu dan memanfaatkan keadaan untuk selalu menghubungi Anin. Bahaya jika sampai nomor gadis itu berada di kontak handphone-nya. 

Saat ini dirinya tengah berusaha untuk mengikhlaskan Anin. Berusaha sebisa mungkin untuk terbebas dari bayang-bayang gadis yang kini ada di hadapannya. Move on, meskipun rasanya sangat enggan.

"Terima kasih atas pengertiannya," sahut Anin merasa lega.

Dia akan menjadikan sang ayah sebagai tumbal, biarkan beliau saja yang menyampaikan hal-hal urgent terkait pekerjaan pada ayahnya Arhan. Toh Haruman duluan yang curang.

Anin merasa dibohongi habis-habisan, ayahnya itu tak memberi tahu jika desainer interiornya adalah Arhan. Maka dari itu sekarang saatnya Anin balas dendam, dan akan membuat sang ayah kerepotan.

—BERSAMBUNG—

Padalarang,
Selasa, 13 Desember 2022

H

ayo lho, ketemu lagi tuh Anin sama Arhan 🙈 . Kira-kira gimana yah kelanjutannya? Adakah yang penasaran?🤔

Sampai ketemu di bab selanjutnya 👋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro