Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pertemuan Dua Keluarga

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Hanya ada dua kemungkinan yang terjadi, jika dua hati saling mencintai. Nikahi atau sudahi."

°°°

Atmosfir ketegangan di antara dua keluarga sangat amat terasa. Keheningan begitu sangat mendominasi di tengah-tengah mereka. Bahkan Anin dan Arhan yang kini tengah didakwa pun hanya mampu berkawan geming dan menunduk dalam.

"Arhan pernah memberikan putri saya sebuah cincin, katanya ingin menukar benda tersebut dengan anak gadis saya. Tapi, sampai sekarang dia belum kunjung mempertanggungjawabkan perkataannya."

Arhan meneguk ludah susah payah. Mendapati penuturan Haruman yang tegas dan lugas membuat dirinya ketar-ketir. Bukan takut, tapi merasa segan dan tak punya muka karena sudah berani mempermainkan hati anak semata wayangnya.

Sedangkan Anin semakin menundukkan kepalanya, tangan gadis itu memilin resah ujung khimar. Tak tahu apa yang harus dikatakan, dan dia pun tak memiliki keberanian lebih untuk membantu Arhan menimpali perkataan sang ayah.

Anjar mengambil cincin putih yang Haruman letakkan di atas meja. Menatap lekat wajah sang putra lantas berkata, "Bapak gak tahu kamu sudah bertindak sejauh ini, Ar."

Anjar hanya sebatas tahu ihwal lamaran yang dilakukan Arhan secara mandiri terhadap Anin. Dia benar-benar tak habis pikir, putranya sudah melangkah jauh tanpa melibatkan dia sebagai orang tua.

"Tak jauh berbeda Haidar pun memberikan sebuah kalung pada putri saya, lengkap dengan secarik kertas yang mengatakan bahwa dirinya akan datang untuk meminang. Tanpa ada kejelasan waktu, kapan pemuda itu akan datang untuk menemui saya secara langsung." Haruman kembali menyerahkan kalung berliontin tersebut pada Anjar, lengkap dengan suratnya.

Anjar memijat pangkal hidungnya untuk meredam rasa pening yang kian menjadi. Fakta demi fakta yang didapat berhasil menohok hati dan mengganggu pikiran. Dua putranya sudah lancang meminang perempuan, dan itu adalah perempuan yang sama. Parahnya mereka tidak melibatkan dirinya yang berstatus sebagai orang tua.

"Maaf jika saya terlalu frontal, saya hanya ingin menuntut kejelasan. Siapakah di antara dua putra Kang Anjar yang benar-benar ingin mempersuting putri saya. Sebagai seorang ayah, saya berkewajiban untuk memastikan bahwa putri saya tidak salah memilih pendamping, dan pemuda seperti apa yang hendak menikahi putri saya," sambungnya menjelaskan.

Haruman begitu menyayangi sang putri, dan dia tak ingin putrinya terjebak ketidakjelasan lebih lama lagi. Jika memang bersungguh-sungguh, segera realisasikan, jangan hanya sekedar mengobral ucapan.

Anin akan memasuki usia 24 tahun, di mana kebanyakan teman-teman sebayanya sudah menikah dan berkeluarga. Ada kecemasan dalam diri Haruman, takut sang putri tidak kunjung mendapat pasangan. Terlebih Anin merupakan putri semata wayang.

"Sebelumnya saya memohon maaf yang sebesar-besarnya pada Kang Haruman sekeluarga. Saya sangat terlambat mengetahui kebenaran ini," sahut Anjar sangat amat tak enak hati. Entah harus ditaruh di mata wajahnya saat ini.

Haruman hanya mengangguk sebagai respons. Dia tak bermaksud untuk menyudutkan, apalagi membuat Anjar merasa tertekan. Dia hanya ingin meminta sebuah kejelasan, dan menurutnya itu hal yang wajar.

Jika memang benar ingin menghalalkan, alhamdulilah. Kalau pun tidak, ya sudah. Mungkin dia akan mencarikan pemuda lain untuk sang putri. Tidak seperti sekarang, Anin dihimpit kegamangan. Dia pun bingung untuk mengambil keputusan.

Arhan menegakkan kepalanya dan menatap penuh hormat pada Haruman. "Saya tahu kesalahan yang saya perbuat sangat amat keliru, bahkan saya pun dengan sadar telah melukai Putri Om. Tapi, Demi Allah saya tidak ada sedikit pun niat untuk melakukan hal tersebut. Semua terjadi di luar kendali, saya hanya manusia, sekadar bisa merencanakan."

Anin yang sedari tadi menunduk dalam akhirnya mendongak dan sejenak beradu pandang dengan Arhan. Pemuda itu mengukir sebuah senyum tipis, lantas dengan cepat Anin mengalihkan pandangan serta melangitkan lantunan istighfar.

"Maaf jika saya lancang, saya benar-benar menyukai Anindira. Tapi ada hal lain yang tidak dapat saya kesampingkan, saya tidak bisa berbahagia di atas derita kakak saya," sambung Arhan penuh berani. Walau tak dapat dipungkiri kakinya sudah bergetar hebat karena gugup dan takut.

Anjar menatap penuh rasa tidak percaya, bahwa sang putra bisa berkata lantang dengan intonasi tenang. Berbeda dengan dirinya yang justru kehabisan kosakata, tidak bisa berbuat apa-apa. Dia takut salah memutuskan, karena taruhannya kebahagiaan dua putra kebanggaannya.

"Lantas bagaimana kelanjutannya. Apa kamu ingin meneruskan lamaran yang sempat tertunda, atau justru mengakhirinya?" tanya Haruman tak kalah tegas.

Arhan meneguk ludah kepayahan. Pertanyaan inilah yang paling ditakutkan, sebab dirinya tidak bisa asal memutuskan. Dia tidak bisa bertindak egois dan mengesampingkan perasaan sang kakak. Tapi jika tidak diputuskan dia begitu kejam menggantung Anin dalam ketidakjelasan.

"Bolehkah saya bertanya pada Putri Om terlebih dahulu, sebelum saya menjawab pertanyaan yang Om layangkan?"

Haruman mengangguk mempersilakan.

"Maaf jika pertanyaan saya terlalu lancang. Jika disuruh memilih antara saya atau Bang Haidar, Anin lebih memilih siapa?" tanya Arhan setelah beberapa saat termenung serta menarik napas berat berulang kali.

"Harus saya jawab di sini?" cicit Anin seraya menggigit bibir untuk menyalurkan kegugupan.

Mengakui perasaan di hadapan orang tuanya mungkin bisa dilakukan. Tapi, berterus terang di hadapan Arhan lengkap dengan orang tua lelaki itu rasanya nyali Anin mendadak menciut ke dasar jurang.

"Jawab yang jujur, gak usah sungkan," tutur Asma menangkap sinyal ketidaknyamanan yang Anin rasakan.

Arini yang duduk di sisi sang putri pun dengan lembut menenangkan Anin. Sebisa mungkin dirinya membuat Anin nyaman dan tidak tertekan.

Bukan tanpa alasan Arhan melakukan hal yang demikian. Dia hanya ingin memastikan bahwa perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan, dan jika memang seperti itu, dia akan mengambil langkah untuk melanjutkan pinangan.

Sebab, tidak ada pembuktikan paling nyata dari dua orang yang saling mencintai selain pernikahan. Selain untuk menjaga diri dan juga hati keduanya, dia pun ingin menjaga harkat dan martabat Anin sebagai wanita. Walau mungkin akan ada yang tersakiti, dan itu kakaknya sendiri.

Cinta adalah penyakit, dan menikah adalah obat paling mujarab yang mampu menyelamatkan dua hati dari besarnya fitnah dan zina. Sebagai seorang laki-laki dia harus berani mengambil langkah dan menerima segala konsekuensi yang akan terjadi di kemudian hari.

"Bismillahirrahmanirrahim, jawaban saya masih sama seperti waktu itu. Sejak kali pertama kita berjumpa, hati saya sudah tertawan. Terkait, Mas Haidar, saya hanya menganggap beliau teman. Tidak lebih," ungkap Anin setelah cukup lama mengumpulkan keberanian.

Wajahnya seketika merah padam, bahkan kini kepala yang beberapa detik lalu diangkat sudah kembali menunduk dalam.

"Tidak ada solusi terbaik untuk dua orang yang saling mencintai selain pernikahan. Saya rasa sekarang semuanya sudah sangat jelas," ungkap Anjar bernapas lega.

Haidar mungkin akan terluka saat mengetahui kebenaran ini, tapi apa boleh buat jika memang cinta yang dia miliki tidak bersambut. Melarang dua hati yang saling mencintai dan memaksakan mereka mundur adalah tindakan paling tidak manusiawi.

Setidaknya yang tersakiti hanya satu hati, tidak sampai tiga hati. Ini bukanlah keputusan egois yang Arhan dan Anjar pilih, melainkan ini memang keputusan yang paling tepat.

"In syaa allah saya akan melanjutkan lamaran yang tertunda," pungkas Arhan yang disambut kalimat hamdalah oleh semuanya.

—BERSAMBUNG—

Padalarang,
Senin, 19 Desember 2022

Uhuyyyyyy 🥳 ... Akhirnya bisa gelar kondangan online😂🙈

Angkat tangan yang mau datang 👆

Ada yang patah hati, kah?🤣

Yuk ah gaskennn vote sama komennya, sebentar lagi cerita ini akan selesai 😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro