Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Rendezvous (3)

PENULIS BERHAK UNTUK MENGHAPUS NASKAH INI SEWAKTU-WAKTU, DENGAN ATAU PUN TANPA PEMBERITAHUAN. JIKA ANDA SEPAKAT DAN DAPAT MENGHARGAI HAK TERSEBUT, SILAKAN LANJUT MEMBACA. JIKA TIDAK, SILAKAN MENINGGALKAN POSTINGAN INI DAN TIDAK PERLU PROTES. 

TERIMA KASIH.

============

TIGA

============

Patah hati dalam Kamus Besar Krisan Yudhistira Pratama adalah memandikan si Junet sampai bener-bener kinclong bin bening. Sendiri, di carport rumahnya, bukan di tempat pencucian motor.

When you try your best, but you don’t succed

When you get what you want, but not what you need....

Lagu Fix You-nya Coldplay terputar dari iPod-nya dalam setingan mode acak, menggantikan lagu All of Me-nya John Legend. Krisan nggak habis pikir, kenapa playlist-nya mendadak mellow begini. Tapi, dia juga nggak berniat untuk mengganti lagunya.

“Barang-barang yang kita miliki itu punya chemistry dan kontak batin yang kuat dengan pemiliknya, Kris.”

Tiba-tiba, suara Nadia terdengar entah dari arah mana. Di sekitar Krisan nggak ada siapa-siapa. Pada hari Minggu begini, karyawan mamanya yang stay di tempat hanya beberapa, kebanyakan pergi ke gedung tempat diadakannya resepsi pernikahan. Dan rasanya nggak mungkin juga karyawan mamanya yang kebanyakan ibu-ibu itu ada yang punya suara merdu seperti Nadia.

Ternyata, suara Nadia itu datangnya dari kepala Krisan sendiri. Oh, ini kali ya, yang namanya kangen?

Dulu, kangen itu selalu jadi perasaan yang menyenangkan buat Krisan. Tapi sekarang, rasanya agak menyakitkan. Soalnya, Nadia udah mutusin hubungan mereka berdua. Ya, mereka udah bener-bener putus. Fix, putus maksimal.

And the tears come streaming down your face

When you lose something you can’t replace

When you love someone but it goes to waste

Could it be worse?

Krisan jadi sedih waktu denger lirik lagu Fix You di bait itu. Tapi kemudian dia inget kata-kata Yogas waktu mereka ngelewatin malam mingguan bareng di Dago tadi malam. Ya maksudnya mereka nggak malam mingguan berduaan, tapi bareng Marcel dan Nino juga, dan anak-anak lainnya yang namanya nggak penting buat disebut satu per satu. Mereka suka ngamen-ngamen di jalanan bawah fly over Pasupati. Krisan udah jarang ikut semenjak pacaran dengan Nadia, pada bulan keempat di kelas XI dulu. Dan tadi malam bisa disebut sebagai coming back moment-nya ke dunia per-ngamenan anak SMA di malam minggu itu.

Yogas bilang gini, “Lo jangan ngerasa jadi orang yang paling menyedihkan sedunia cuma karena elo diputisin cewek lo. Sebab, ketika sepasang kekasih mengakhiri hubungan mereka, rasa sakit dan sedih itu tetep masih mereka tanggung sama-sama. Yang mutusin dan yang diputusin sama-sama sakit dan sedih juga.”

Harusnya, itu bisa jadi penghiburan buat Krisan. Tapi kenyataannya enggak. Krisan malah membayangkan Nadia sedang sedih dan nangis-nangis juga. Dan itu malah membuat dirinya semakin sedih.

Ya, tentu saja, Krisan sudah berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan hubungan mereka. Setelah menyadari kesalahannya soal pertemanan dan moment-nya di Path bareng Viona itu, Krisan menelepon Nadia dan meminta maaf.

“Nad, sorry, aku bener-bener nggak bermaksud buat bikin kamu marah. Soal Viona... aku tau, aku emang salah. Selama ini aku tau kalau kamu masih belum bisa maafin Viona atas apa yang udah dia lakuin sama kamu. Dan harusnya aku selalu berada di pihak kamu. Harusnya aku nggak temenan sama dia di Path dan di akun sos-med lainnya maupun di dunia nyata. Untuk itu, aku bener-bener minta maaf sebanyak-banyaknya.” Sejenak, Krisan menghentikan kalimatnya. Menghela napas, kemudian dia melanjutkan. “Bentar ya, Nad, aku minum dulu, haus.” Dia pun berlari menuju kulkas.

Ya coba deh, kalian jadi Krisan. Dengan suasana hati yang nggak keruan, jantung deg-degan, dan harapan di ambang kepastian, dia harus ngucapin kalimat sepanjang itu dengan tempo yang lumayan cepat supaya Nadia tidak buru-buru menutup teleponnya. Pasti capek dan haus, kan?

“Halo, Nad? Kamu masih di sana, kan?” Krisan memastikan bahwa panggilannya masih terhubung, dan Nadia masih menyimak kata-katanya. “ Aku bakal nge-unshare Viona di Path, nge-unfollow dia di Twitter dan Instagram, nge-unfriend dia di Facebook, juga kalau perlu aku hapus Line, kontak BBM, juga Whatsapp-nya. Kalau itu bisa bikin kamu nggak marah, dan bisa maafin aku. Oke?”

Nadia terdiam selama beberapa detik. Membuat jantung Krisan semakin deg-degan tak keruan.

“Nad—?”

“Sorry, Kris. Aku udah nggak bisa ngelanjutin hubungan ini lagi,” jawab Nadia to the point. “Percuma kamu memutus koneksi di sosial media, kalau toh kenyataannya kalian semakin deket di dunia nyata.”

“Kamu mau aku pindah kelas?” Krisan menghela napas. “Oke—”

“Nggak usah. Kamu cuma perlu bersedia nerima keputusanku. Itu aja. Kita putus.”

“Kenapa, Nad? Aku kan udah minta maaf dan udah bersiap-siap ngelakuin apa pun buat menebus kesalahanku.”

“Percuma aku jelasin semuanya juga. Kamu nggak bakal ngerti. Dan nantinya, kesalahan macam ini pun bisa jadi terulang lagi, lagi, dan lagi, tanpa bener-bener kamu sadari. Jadi, satu-satunya cara, ya kayak gini. Kita kasih waktu buat diri kita masing-masing untuk jalan sendiri-sendiri. Mungkin kita perlu sama-sama introspeksi. Siapa tau, ternyata aku yang salah, atau sebaliknya. Dan kita nggak mungkin ngelewatin proses itu kalau kita masih sama-sama.”

“Kamu udah segitu bencinya sama Viona, ya?”

“Nggak usah melebarkan topik pembicaraan dan mempertanyakan sesuatu yang nggak perlu kujelaskan. Lagian, kamu juga nggak bakal pernah bisa memahami apa yang aku rasakan. Semua orang mungkin bakal mikir dan nge-judge aku egois, lebay, dan kekanak-kanakan, karena aku terus-terusan membenci Viona dari dulu sampai sekarang, dan aku maksa temen-temen deketku juga pacarku buat ikutan ngejauhin Viona. Kamu juga mikir aku kayak gitu, kan?!”

“No! Aku nggak pernah mikir gitu. Sumpah.”

“Nggak mungkin. Buktinya sekarang, diam-diam kamu malah temenan sama dia.”

“Bukan gitu, Nad. Tapi gini. Dulu, waktu aku denger gosip-gosip tentang kalian, aku sama sekali nggak peduli. Infotainmen di TV aja aku males nanggepin, apalagi gosip di sekolahku sendiri. Lalu aku mulai deket sama kamu, dan kamu mulai cerita soal itu. Sebagai orang yang sayang sama kamu, tentu saja aku ada di pihak kamu. Waktu berlalu, aku dipertemukan dengan Viona di kelas XII. Awalnya aku menutup diri dan menjaga jarak. Tapi kemudian, ada beberapa hal positif yang aku lihat dari diri dia, yang bikin aku berpikir kalau dia... kalau dia... ehm,” Krisan yang masih berdiri di depan kulkas dengan sebotol air mineral dingin kembali meneguk air minumnya, lalu buru-buru melanjutkan, “... kalau dia itu anaknya lumayan baik dan asyik, kok. Serius. Apalagi—”

Panggilan telepon terputus.

“Nad? Nadia? Halo, Nad?” Krisan me-redial nomor Nadia. Namun Nadia tidak menjawab panggilannya. Sekali lagi. Nihil. Sekali lagi. Nadia me-reject panggilan. Tak berapa lama kemudian, ponselnya berbunyi, dan memunculkan sebuah pesan dari Nadia.

KITA PUTUS. SELAMAT TINGGAL.

Nadia benar-benar sudah mengakhiri hubungan mereka.

Hati Krisan sakit bukan main. Lututnya lemas. Pikirannya blank. Krisan menenggak sisa air minumnya hingga tandas, lalu berdiri dengan tatapan kosong di depan kulkas. Kepalanya terasa panas, sehingga Krisan sempat membuka pintu kulkas dan memasukkan kepalanya ke sana selama beberapa saat, sampai mamanya datang dan menyuruh Krisan menyingkir karena ia hendak mengambil sesuatu di dalam kulkas.

Nangis? Bukan Krisan banget. Waktu umur delapan tahun, Krisan pernah jatuh dari pohon jambu di belakang rumah dan tangannya nyaris patah. Dia nggak nangis sama sekali. Cuma meringis-ringis sambil mengaduh. Lalu, waktu kakinya nginjek pecahan beling di dapur sampai pendarahan dan infeksi, atau waktu diam-diam dia belajar naik sepeda motor dan jatuh hingga baret-baret. Dia nggak nangis setetes pun. Rasanya, Krisan memang udah berhenti nangis sejak dia nangis habis-habisan selama seminggu non-stop setelah ayahnya meninggal dunia, sepuluh tahun yang lalu. Krisan nggak pernah ingin memutar ulang kenangan itu.

Jadi, selama beberapa hari pasca putusnya hubungan mereka, Krisan cuma sering bengong. Untungnya, dia punya temen-temen yang baik dan solid. Yang selalu ada buat Krisan. Yang selalu siap buat ngehibur Krisan. Yogas yang sok bijak kerap memurnikan hari-hari Krisan dengan kata-kata mutiara dan motivasional, baik itu lewat teks di ponsel, maupun lewat pembicaraan langsung. Marcel yang selalu pasrah jadi bahan bully-an demi membahagiakan orang lain. Dan Nino yang royal suka nraktir teman-temannya di kantin walaupun terkadang harus ngutang.

Dan selama tiga hari belakangan ini, masing-masing dari mereka nginep di kamar Krisan secara bergantian. “Buat jaga-jaga aja, kalau-kalau Krisan nekad ngelakuin hal yang enggak-enggak,” ujar Yogas, yang langsung diiyakan kedua temannya yang lain. Dan Krisan memang selalu welcome-welcome aja buat nerima teman-temannya nginep kapan aja. Kamarnya lumayan luas, dan dilengkapi banyak fasilitas. Di rumah, Krisan cuma tinggal bareng mama dan adik perempuannya yang bernama Tiara, juga seorang pembantu rumah tangga. Sudah enam tahun ini, mamanya membuka usaha katering, yang semakin hari semakin disibukkan dengan segala jenis order, terutama untuk acara pernikahan. Mamanya lebih sering menghabiskan waktu di kantor dan dapur yang terletak di sisi rumahnya. Sedangkan Tiara yang usianya lima tahun lebih muda, masih terlalu tanggung untuk diajak curhat soal masalah Krisan.

Pencucian motor yang—jika dilihat dari total durasi playlist lagu di iPod Krisan—sudah berlangsung selama lebih dari dua jam itu pun akhirnya selesai. Krisan takjub sendiri dengan hasil kerjanya. Si Junet bener-bener kinclong. Bening. Ganteng. Mengilap. Bersih. Dia yakin kalau ada motor lain yang jenis kelaminnya cewek ngeliat si Junet bakal langsung klepek-klepek. Dan entah kenapa, nama Junet kini terdengar indah di telinganya, alih-alih payah. Kok Krisan jadi ketularan Nadia yang menganggap benda-benda itu punya nyawa dan perlu diperlakukan selayak makhluk hidup?

“Sesuatu atau seseorang itu akan jadi jauh lebih berarti saat kita sudah kehilangan dia, Kris.” Kali ini suara Yogas yang terdengar. Suara itu memang muncul dari dalam kepala Krisan, tapi dari sumber yang berbeda dengan sumber suara Nadia.

Ya, ya, ya, Krisan paham.

Setelah membuat si Junet jadi lima kali lipat lebih ganteng dari biasanya, sekarang giliran Krisan mengurus dan membersihkan dirinya sendiri. Dia harus mandi dan tetep ganteng, nggak boleh keliatan kayak orang putus asa yang lagi patah hati. Setelah mandi, Krisan harus jalan-jalan, nggak boleh ngerem diri di dalam kamar kayak orang putus asa yang lagi patah hati.

Sebelum pergi mandi, Krisan sempat memotret si Junet dengan ponselnya. Tanpa filter, sebab  Junet sudah keliatan ganteng apa adanya. Lalu, dia upload ke semua akun sosial media dengan caption, “Si Junet udah ganteng maksimal, udah siap jalan-jalan.” Dengan harapan, semoga Nadia melihatnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro