Chapter 19
Holla gaiss... Authornya lagi baekk nih update lagi, wkwk
Biar tambah baek, jangan lupa vote dan komennya ya,hiihii
Happy Reading^^
Kata orang kalau sedang jatuh cinta itu maunya sering bertemu, dan mungkin itulah yang menggambarkan kondisi Bian saat ini. Sudah satu bulan hubungannya dengan Hanin dan rasanya Bian ingin terus saja bersamanya.
Waktu bekerja mereka yang berbeda membuat keduanya terkadang kesulitan untuk bertemu. Apalagi Hanin yang jadwal liburnya bergilir tidak selalu weekend.
"Nin, ini cuma perasaan gue doang bukan sih? Dokter Bian kok sering bolak-balik lewat farmasi ya dan dia kaya lagi nyari seseorang aja gitu." ucap Rere di sela-sela aktivitas mereka.
"Masa sih? Perasaan lo aja mungkin Re." ucap Hanin menyanggah.
Ia menggerutu dalam hati kenapa Bian bersikap mencurigakan sih? Sebelumnya mereka memang telah bersepakat untuk merahasiakan hubungannya.
"Eh lo tahu gak sih, menurut lambe turah versi rumah sakit, sekarang Dokter Bian dan Dokter Carrol jadi jarang bersama. Apa mereka putus?" tanya Rere kembali.
Hanin tidak pernah melarang Bian untuk menjaga jarak dari Carrol, walaupun dalam hatinya sih ia tetap tidak rela jika melihat Bian terlalu dekat dengan Carrol. Ada satu kutipan yang Hanin ingat bahwa wanita manapun tidak akan senang melihat prianya bersama wanita lain meskipun itu hanya teman. Dulu Hanin berpikir bahwa wanita yang seperti itu egois, tapi sekarang dia pun merasakan sendiri bahwa dirinya tak senang bila melihat Bian dengan perempuan lain.
"Etdah malah bengong. Kenapa lo?" ucapan Rere membunyarkan pikiran Hanin yang mulai berkelana kemana-mana.
"Gue meng-analisys kemungkinan Dokter Bian dan Dokter Carrol itu memang tidak ada apa-apa Re." ucap Hanin.
"Semua orang tahu jelas mereka ada apa-apa." ujar Rere.
"Sok tahu." ucap Hanin dan beranjak meninggalkan Rere yang masih bergelut dengan resepnya.
"Eh nyolot amat sih bu." ucap Rere sambil tertawa.
"Bodo amat." ujar Hanin setengah berteriak.
"Jangan teriak-teriak Hanin." Teguran halus mampir ke telinga Hanin.
Hanin melirik ke perempuan yang tengah berdiri anggun menatap ke arahnya.
"Eh bu, maaf bu." ucap Hanin sambil tersenyum sopan ke arah bu Niken kepala instalasi farmasi.
Hanin pun melanjutkan langkahnya untuk memberikan obat ke rekannya yang berada di depan.
---
"Jadi ibu ke radiologi aja dulu nanti kalau udah dari radiologi baru booking ke sini lagi. Nanti keputusannya setelah dari radiologi." ucap Bian pada salah satu pasien di depannya.
"Saya harus ke Dokter Carrol lagi tidak Dok?" tanya pasien tersebut.
"Tidak usah bu. Sekarang atur saja jadwal untuk ke radiologi nanti setelah saya mendapatkan hasil dari radiologi baru saya akan mengambil tindakan, apakah bisa melakukan kemoterapi atau ditunda dahulu. Nanti keputusannya setelah ada hasil radiologi." jawab Bian.
.
.
.
Bian berjalan di lorong rumah sakit untuk pulang, nanti sore ia harus kembali ke rumah sakit karena ada jadwal operasi.
"Hai Ian." Tepukan ringan di bahunya membuat Bian menoleh ke sumber suara.
"Mau pulang juga?" tanya Bian pada Carrol.
Carrol hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Oh ya pasien aku udah ada konsultasi kan sama kamu?" tanya Carrol.
"Udah. Aku minta dia ke radiologi dulu. Sepertinya ada kebocoran di kandung kemihnya." ucap Bian.
"Iya. Harusnya sih minggu ini dia menjalankan kemoterapi yang pertama tapi karena kondisi nya yang seperti itu, aku memintanya untuk ke urologi dulu untuk berkonsultasi mengenai hal itu." ujar Carrol.
Bian hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Eh Ian nanti sore bisa antar aku ke mall gak?" tanya Carrol.
Bian melirik arlojinya sudah pukul 15.00 dan 2 jam lagi dia harus balik lagi ke rumah sakit. Rencananya sih Bian akan ke apartement nya saja untuk menghemat waktu.
"Dua jam lagi aku balik lagi ke sini Carrol. Aku ada operasi soalnya." ucap Bian.
"Yahhhh ... yaudah deh gak papa." kata Carrol.
"Akhir pekan ini kamu mau kenalin perempuan yang taklukin hati kamu itu kan?" tanya Carrol dengan nada antusias. Sebenarnya Carrol hanya menyembunyikan perasaan patah hatinya. Ia ingin melihat seperti apa perempuan yang bisa meluluhkan hati pria di sampingnya.
"Kalau dia gak ada halangan ntar aku bawa ke rumah, sekalian kenalin sama mommy." jawab Bian.
"Oke. Aku duluan Ian." ucap Carrol sambil berjalan mendahului Bian saat mereka sudah sampai di tempat parkir.
Bian berdiri sesaat melihat punggung Carrol yang semakin menjauh. Rasanya ada yang aneh dari perempuan itu.
***
Hanin terus melirik ponselnya yang sunyi sepi seperti tidak ada kehidupan. Sudah berkali-kali ia mengecek ponselnya berharap Bian mengirimkan pesan untuknya. Tapi nyatanya sampai pukul setengah sembilan malam pria itu tidak juga menghubunginya.
Hanin tahu sore tadi Bian ada jadwal operasi dan Hanin tidak mengetahui sampai jam berapa operasinya akan selesai.
Drttt...
Suara getaran di ponselnya membuat Hanin dengan sigap membukanya.
dr. Nyinyir : Kamu keluar Nin, aku di luar rumah kamu.
Hanin membelalakkan matanya tak percaya, kenapa pria ini selalu muncul tiba-tiba?
Dengan segera Hanin pun bergegas ke luar rumahnya.
Hanin memandang iba penampilan Bian yang tengah berdiri sambil bersandar di pintu mobilnya. Antara kasihan dan ingin tertawa melihat Bian yang sangat berbeda 180 derajat dengan penampilannya di pagi hari.
Bian yang menyadari seseorang tengah berjalan ke arahnya segera berbalik. Tanpa menunggu Hanin untuk sampai ke tempatnya, Bian segera saja berjalan menuju arah Hanin, setelah jarak mereka dekat Bian langsung saja memeluk Hanin.
"10 Detik saja." gumam Bian.
Hanin tidak menjawab dan dirinya hanya menepuk-nepuk bahu Bian.
Setelah sepersekian detik Bian pun melepaskan pelukannya.
"Ada apa?" tanya Hanin lembut.
Sebenarnya Hanin sendiri pun bingung, kenapa suaranya bisa selembut itu?
"Aku hanya lelah. Dan melihat kamu membuat semua kelelahan itu sirna." ucap Bian.
Tak ayal Hanin yang tidak biasa diberi kata-kata manis seperti itu oleh Bian wajahnya merona.
"Jangan modus Dok." ucap Hanin sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Aku tulus bukan modus." kata Bian.
"Dok gak salah minum obat kan? Bahasanya tumben enak di dengar." ucap Hanin sambil terkekeh pelan.
"Serba salah saya sama kamu." ucap Bian sambil mendengkus pelan.
"Dulu ada seorang Dokter yang bilang gini sama saya, Lain kali kalau mau pulang cuci dulu mukanya ya. Saya takut pasien yang hendak kesini pulang lagi gara-gara melihat wajah pegawai rumah sakit yang kunyu seperti kamu." ucap Hanin sambil membenarkan rambut Bian yang sedikit berantakan.
"Maksud kamu wajah saya kunyu?" tanya Bian.
"Saya gak ngomong lho Dok. Saya hanya menyampaikan ucapan seseorang tempo dulu." ujar Hanin dengan senyum semanis mungkin.
"Tapi walaupun dengan wajah lelah seperti ini, saya masih tampan Nin." kata Bian dengan senyum super menyebalkan miliknya.
"Oh ya?" tanya Hanin dengan nada mengejek.
"Iya lah." ucap Bian sambil menjawil hidung minimalis milik Hanin.
"Dok ih jangan pegang-pegang hidung saya." Protes Hanin sambil mendelik.
"Biar jadi mancung, sini saya bantuin." ucap Bian dan bersiap mengarahkan tangannya ke arah hidung milik Hanin. Namun dengan sigap Hanin memegang tangan Bian.
"Tidak usah, terima kasih. Hidung saya sudah seimbang dengan ukuran wajah saya." kata Hanin sambil melepaskan pegangan tangan Bian.
"Kenapa di lepas?" tanya Bian.
"Terus saya harus pegang sampai pagi?" tanya Hanin.
"Kamu mau terus pegang sampai pagi?" Bian balik bertanya.
"Pulang aja Dok udah malam. Omongannya ngaco mulu." ucap Hanin dengan muka malas.
"Besok kamu shift malam?" tanya Bian dan hanya dijawab anggukan oleh Hanin.
"Berarti kita gak akan ketemu dong di rumah sakit?" tanya Bian kembali dan dibalas anggukan lagi oleh Hanin.
"Yaudah gini aja deh, besok sore kita jalan ke luar aja gimana?" tanya Bian.
Hanin tampak berpikir sejenak, dan kemudian ia pun mengangguk menyetujui.
"Kamu ngangguk aja dari tadi. Kok gak ngomong sih Nin?" tanya Bian sedikit kesal.
"Iya Dokter yang terhormat. Saya menyetujuinya." ujar Hanin.
"Besok saya jemput kamu ya." ucap Bian.
"Kita mau kemana besok? Gak usah di jemput saya langsung kesana aja biar gak lama. Kaya lalu lintas lancar aja." ucap Hanin.
Bian berpikir sejenak dan ia pun berkata, "Yaudah besok saya kirim pesan kita akan kemana ya."
"Baik Dokter. Dan sekarang silahkan pulang dan beristirahat." ucap Hanin dengan senyum manis miliknya.
"Saya pulang sekarang ya, kamu masuk aja dulu Nin." ucap Bian sambil menepuk pelan kepala Hanin.
"Dokter pulang aja nanti saya masuk." jawab Hanin.
"Kamu aja sana. Kalau kamu udah masuk saya bakalan pergi." kata Bian dengan keras kepala.
Hanin memutar bola matanya malas, kenapa mereka seperti ABG labil sih?
"Oke! Hati-hati Dok." ucap Hanin pada akhirnya.
Hanin pun masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Bian yang terus menatap punggung Hanin hingga hilang di balik pintu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro