Prolog
Jakarta, 9 April 2012
Biru cerah mendominasi langit pagi ini. Suara gelak tawa dan riuh mesin pesawat dipadu dengan suara dentuman drumband dari para Taruna Angkatan Udara memenuhi indra pendengaranku.
Langkah kakiku masih mengikuti beberapa wanita paruh baya di depanku. Sesekali ikut mendengar ucapan tak sabar mereka yang menanti atraksi pesawat tempur di acara HUT TNI AU ini.
Ya, saat ini aku sedang berada di acara tersebut dan bisa kusampaikan bahwa ini kali pertama aku datang ke acara semacam ini.
💦💦💦
Aku melangkah menembus kerumunan orang yang tengah menyaksikan atraksi alutsista. Manik mataku sesekali mengamati dengan seksama apa yang para prajurit itu lakukan. Tak lupa mata kamera pun aku arahkan untuk mengabadikan momen tersebut, hingga suara seseorang terdengar memanggil seraya menepuk lembut bahuku.
"Kamu ... Latte,kan?" tanya seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan seragam PDU berwarna biru tua.
Setelan seragam dinasnya membuat sosok tersebut terlihat begitu gagah, hingga aku hampir saja tak mengenalinya.
"Aku Vino,De. Ingat gak?"
Aku menganga sesaat. Memoriku akan mantan kekasih sahabatku ini kembali saat ia menyebut namanya.
"Ya ampun ... Mas Vino! Aku pikir siapa!" seruku akrab seraya mengulurkan tanganku padanya.
Ia segera menjabat tanganku dan tersenyum riang. Tak ada yang berubah darinya---selalu ceria.
"Kamu apa kabar,De? Sama siapa ke sini?"
"Alhamdulillah baik. Ng ... ke sini sama yang ibu-ibu komplek, Mas."
Ia hanya mengangguk dan memperhatikanku. Apa aku banyak berubah? Pikirku.
"Kabarmu sama Marrish baik,kan, De?"
Kali ini ganti aku yang mengangguk. Lalu mulai terdengar ucapan rindunya pada sahabatku---Marrish terlontar begitu saja. Aku terkekeh sejenak, ternyata dia masih menyimpan rasa pada sahabatku.
"Oia,De. Ada Lingga lho di sana. Yuk Mas antar ke sana."
Aku tersentak dan mendadak kaku saat mendengar ajakannya. Ada gumpalan perasaan aneh yang tiba-tiba saja muncul ke permukaan hatiku.
"De," panggilnya membuatku tersadar.
"Kamu gak mau ketemu Lingga?" tanyanya hati-hati setelah menyadari wajahku memucat.
Aku mendadak gagu. Perasaanku mendadak kacau. Kucoba menghirup udara di sekitarku sebanyak mungkin---menenangkan perasaan yang sama sekali tak kumengerti saat ini.
Setelah beberapa saat, aku pun memberanikan diri untuk menyetujui ajakan dari Vino. Ia tersenyum saat aku akhirnya berjalan beriringan dengannya menuju sebuah hanggar.
Semakin dekat jarakku dengan hanggar, semakin hatiku terasa tak karuan. Apa tak mengapa jika aku bertemu dengannya setelah beberapa tahun berpisah? Apakah setelah ini aku akan baik-baik saja? Batinku tak karuan, hingga tak terasa aku telah berada di dalam hanggar.
Setelah namanya disebut oleh Vino. Laki-laki berkaki jenjang dan bertubuh tegap itu menoleh. Iris matanya sempat melebar saat mendapatiku berdiri di samping Vino. Aku tahu, ia pasti terkejut sama seperti diriku.
Pekikan Vino terdengar mengomando kawannya agar segera datang. Meski terlihat skeptis, nyatanya ia mulai berjalan mengikis jarak di antara kami.
Sesampainya ia di hadapanku, Vino pamit untuk berkumpul dengan teman seangkatan mereka yang lain. Aku tahu ia tengah memberi waktu bagi kami setelah sekian lama tak bertemu.
💦💦💦
Kami hanya saling tatap tanpa berkata apapun. Hingga kurasakan mataku mulai berair karena terlalu senang bisa kembali bertemu dengannya---pemilik hatiku. Aku pun segera mengalihkan pandanganku, sedangkan dia masih menatapku dengan tatapan yang sulit untuk kuartikan.
"Apa kabarmu, De? Apa kamu baik-baik aja selama ini?"
Aku menoleh mendengar pertanyaannya. Ingatanku tiba-tiba saja terlempar jauh ke masa itu. Masa kelam dalam hidupku dua tahun yang lalu.
Aku mengangguk di menit berikutnya dan mengurai senyum pula ke arahnya. Mencoba mengatakan bahwa aku baik-baik saja meski sesungguhnya aku tak baik-baik saja seperti saat ini.
"Alhamdulillah kalau selama ini kamu baik-baik aja. Mas ... berharap kamu akan selalu baik-baik aja."
Suaranya terdengar parau. Aku sendiri hanya menatapnya sendu.
"Karena saat ini kita bertemu, izinkan Mas minta maaf sama kamu."
Aku mengerutkan keningku. "Mas tahu permintaan maaf ini sangat terlambat tapi bagaimana pun juga, Mas harus minta maaf sama kamu."
Hening tiba-tiba hadir di antara kami. Ia terlihat penuh rasa cangung dan ragu sedangkan aku ... masih memandangnya dengan tatapan rindu.
"Maafin Mas udah ninggalin kamu. Mas harap setelah ini kamu akan mendapatkan seseorang yang bisa mengerti kamu. Orang yang bisa selalu kamu andalkan dan yang pasti mencintai kamu tanpa meninggalkanmu lagi. Sekali lagi ... Mas minta maaf, De."
Ia tertunduk setelah mengucapkan kalimat itu. Aku tersenyum getir dengan hati nyeri.
"Aku udah maafin. Gak usah dibahas lagi," pintaku seraya tersenyum ke arahnya.
Kucoba tersenyum selebar mungkin, meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja akan kisah masa lalu itu. Melihatku tersenyum, ia pun mulai mengulas kurva senyum dari bibirnya. Dan setelahnya aku tahu bahwa kini ia tinggal di Bandung dengan segala kegiatannya yang padat.
💦💦💦
Gimana untuk prolognya?
Semoga kalian suka
Sampai ketemu akhir pekan ya 🙌
Terima kasih untuk kalian yang sudah mau membaca, komen dan vote
💕- 10 Maret 20 - 💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro