[Page 3] Bimbang
Yuhuuu ... Fu update lebih cepat atas permintaan kalian.
Terima kasih ya udah mau baca dan menyukai cerita ini.
Semoga kalian akan terus stay bersama Latte sampai akhir cerita
😉😉
Hari ini Fu akan update dua part sekaligus sebagai ucapan terima kasih atas respon baik kalian dengan cerita ini
Semoga kalian menikmati alur dan ikut merasakan apa yang dirasakan Latte ya
Happy reading
💦💦💦
Setelah mendengar rahasia besar tentang Lingga dari Marrish siang tadi. Pikiranku melayang entah ke mana. Semakin merasa tak pantaslah aku untuknya.
"Berasa di sinetron-sinetron deh cerita hidup gue!" keluhku sambil membaringkan tubuh ke atas tempat tidur.
Sejenak kupandangi ponselku. Berharap Lingga menghubungiku. Namun harapanku harus kuredam, karena hingga aku selesai membersihkan diri dan kembali berbaring di atas ranjang, ponselku tak juga berdering.
Kuhempaskan tubuhku dan memeluk guling---berniat untuk tidur. Namun tak lama kemudian, ponselku mulai mendistraksi. Aku pun segera meraih benda pipih tersebut dengan penuh semangat.
Nama Lingga bertengger manis di sana membuat senyum keluar dari bibir tipisku. Tak lama kusapa ia dengan suara lembut dan dengan jantung berdegup kencang.
Ya ... aku selalu berdebar tiap kali berbincang dengannya melalui telepon. Lalu bagaimana bila nanti aku bertemu dengannya. Mungkin bunyi degub jantungku bisa saja terdengar olehnya.
"Lagi apa, Dek? Maaf ya Mas baru bisa hubungi, Adek."
"Iya gak apa."
"Sekarang lagi apa? Sudah sholat dan makan?"
"Sudah, Mas. Gimana kegiatan hari ini, lancarkan?"
"Alhamdulillah lancar. Adek gimana? Kuliah lancarkan?"
Aku mengiyakan. Obrolan kami bergulir seputar kegiatan kami di Akademi dan kampus. Entah mengapa tiap kali kami berbincang mengenai kehidupan perkuliahanku, secara tak sengaja aku selalu saja mengeluh. Maklum, kuliah di kampus kesehatan seperti ini bukanlah keinginanku, jadi aku pun masih belum bisa menerima semua pelajaran tersebut dengan hati ikhlas.
Aku cukup beruntung berbincang dengan Lingga, karena di saat aku mengeluarkan segala keluh kesahku, ia selalu menjadi pendengar yang baik. Tak sedikit pun menjeda ucapanku. Dan ia akan mulai memberiku sebuah semangat dan nasihat dengan cara yang berbeda tanpa aku merasa terpaksa untuk mengikuti masukannya.
💦💦💦
Setelah ia bisa membuatku tertawa dengan lawakan garingnya tiba-tiba saja nada bicaranya berubah serius. Ia memintaku untuk mendengar ucapannya dengan baik.
Saat itu waktu telah menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Tak terasa sudah hampir satu jam kami berbincang di udara.
"Dek, Mas mau bicara serius sebelum apel malam jadi tolong dengar baik-baik ya."
Aku kontan mengangguk sambil berkata iya.
"Mas tahu kedekatan kita belum terjalin lama tapi Mas mau Adek tau kalau Mas mau serius sama, Adek. Mas mau Adek jadi orang paling berharga dan berpengaruh untuk masa depan Mas. Apa, Adek mau jadi orang tersebut?"
Aku terhenyak. Apa ia baru saja menyatakan cintanya? Aku diam sejenak. Sinaps dalam otakku seakan tak bekerja, membuatku tak bisa berfikir apa pun. Hingga suara panggilannya membuyarkan heningku.
"Dek, denger apa yang Mas bilangkan?"
"Ng ... iya dengar."
"Jadi gimana? Kamu mau jadi seseorang yang menemani Mas untuk sukses?"
Lagi-lagi aku tertegun. Apa aku pantas menemaninya? Aku rasa tidak.
"Dek ...," panggilnya lembut.
Aku kembali tersadar. Sahutanku pun terdengar ragu dan dia menyadari hal itu.
"Mas gak mau memaksa. Kalau kamu memang belum siap untuk menjawab pertanyaan Mas, gak apa kok. Mas akan tunggu sampai kamu siap. Selama Mas menunggu itu, biarkan Mas tetap dekat denganmu dan mengenalmu lebih dari ini."
Begitu pengertiannya dia padaku. Hatiku meleleh saat itu juga. Aku tersenyum dan hanya mengeluarkan sepatah kata yaitu YA.
💦💦💦
Marrish mencak-mencak dan mengatakan bahwa aku bodoh karena tak segera mengiyakan ungkapan perasaan Lingga semalam.
"Lu ngapa dah? Kenapa gak langsung bilang iya sih! Mau sampai kapan tuh lu bikin dia nunggu?"
"Emang lu masih ragu sama Mas Lingga?" tanya Marrish lagi. Kali ini pertanyaannya membuatku menoleh. "Takut gak pantas buat dia."
Mendengar jawabanku Marrish pun mengeram. "Elah! Alesan aja lu! Lagian ngapain sih pake berpikir kayak gitu! Kalau Mas Lingga udah ungkapin perasaannya ke lu berarti dia udah serius!"
"Denger ya, La. Lingga itu beda sama yang lain. Dia bukan tipe cowok yang suka umbar kata cinta macam si Vino. Lingga akan liat baik-baik siapa cewek yang akan dia jadiin pasangan. Begitu dia udah nyatain perasaannya, itu berarti dia udah serius! Kenapa juga sih lu kudu minder gitu! Kurang cantik apa lu, Lattenia Renjana!"
Marrish benar-benar terlihat kesal. Sedangkan aku hanya diam mendengar ocehannya yang masih berlanjut.
"Tar malam kalo dia hubungi lu lagi,lu bilang deh sama dia kalau lu mau jadi pacarnya! Jangan kelamaan!"
Lagi dan lagi aku hanya memandangi Marrish yang misuh-misuh sendiri. Bukan berniat menolak perasaan Lingga, namun aku memang masih bimbang. Masih merasa bahwa aku jauh dari kata pantas untuk bersamanya.
- 20 Maret 2020 -
See you in next page ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro