Epilog
Jogjakarta, 29 Januari 2020
Langit biru menyambut kedatangan kami yang baru saja mengawali liburan di kota gudeg ini. Ini adalah hari pertama aku dan Ghea berada di Jogja setelah kemarin sore tiba di sini.
Ghea ada salah satu adik juniorku dan Tere di RS. Dia mengenal baik siapa aku dan juga Marrish. Ia pun tahu kisah kasihku bersama dengan Lingga.
Hari ini kami memutuskan untuk mengunjungi museum-museum yang ada di Jogja. Langkah kakiku begitu ringan memasuki pelataran Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala.
Tak lupa kamera pun telah kusiapkan untuk mengabadikan momen di tempat tersebut. Ghea yang melangkah di belakangku pun sama antusiasnya. Ia begitu semangat melangkah dan melihat sekelilingnya.
"Rame banget ya, Kak!" serunya padaku yang tengah menatap sebuah patung di depan pintu masuk museum.
Harus kuakui hari ini memang begitu banyak pengunjung yang datang. Pengunjung tersebut bahkan banyak berasal dari beberapa taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Suara riang mereka begitu memenuhi telingaku. Banyak pula diantara mereka berlarian entah ke mana dan sebagian lainnya asik memperhatikan pesawat yang ada di halaman museum tersebut.
Tanpa berlama-lama, aku dan Ghea pun segera memasuki museum yang dipenuhi oleh berbagai jenis pesawat tempur milik TNI AU tersebut. Tak hanya pesawat, di museum itu pun terdapat berbagai manekin yang menampilkan pakaian yang dipakai para penerbang. Di dalam sana, kami berswafoto sambil membaca banyak sejarah.
Hatiku terasa nyeri saat melihat lemari kaca yang berisi manekin dengan pakaian taruna AAU alias Karbol.
Seketika itu ingatanku terlempar pada sosok Lingga. Sosok yang hingga saat ini kerap kali mengganggu pikiranku. Sosok yang selalu ingin kutanyakan ... apakah kau merasa rindu padaku?
Meski aku tahu bahwa jawabannya pastilah tidak, namun aku tetap ingin menanyakan itu padanya. Pikiran gilaku tiba-tiba saja buyar karena senggolan dari Ghea di lenganku.
"Udah ... jangan diingat lagi, Kak. Gue gak mau ya lu nangis di sini! Lu kan tiap kali ingat dia pasti mewek!" celetuk Ghea sambil melangkah pergi.
"Ish! Sialan lu! Gue gak secengeng itu ya!"
"Ya ya ya ... gak secengeng itu, tapi semelow itu, kan? Ya ampun Mas Lingga bener-bener juara deh di hati lu, Kak! Bahkan Saka yang empat tahun sama lu aja lewat!" cibir Ghea sambil melangkah keluar museum.
Aku pun segera mengikutinya sambil sesekali membalas ucapannya. Berusaha berkilah dengan perasaan kacau akan masa lalu.
💦💦💦
Setelah hampir 45 menit berkeliling museum, kini aku dan Ghea tengah duduk di sebuah kursi panjang yang ada di halaman museum. Angin semilir meniup rambut pendekku dengan begitu lembut.
Sejenak kunikmati suasana menyenangkan ini sambil menengadahkan kepalaku ke langit. Sesekali pesawat latih melintas dengan jarak rendah, hingga aku bisa melihatnya dengan jelas.
Ya, selain berada di dekat bandara Adi Sucipto, museum ini dekat pula dengan Akademi Angkatan Udara. Dan lagi-lagi itu membuat ingatanku akan Lingga berputar kembali.
"Kak, gue mau foto-foto di sana sebentar ya, habis ini baru kita ke Malioboro," ucap Ghea yang kusambut hanya dengan anggukan.
Gadis berhidung lancip itu pun segera melangkah sambil membawa kameranya. Aku pun tak ingin berdiam diri, jadi kulangkahkan kakiku pelan menyusuri rumput hijau halaman museum tersebut. Sesekali kuamati pesawat latih yang kembali melintas, hingga tiba-tiba seorang bocah kecil menabrak tubuhku hingga terjatuh.
Dengan segera kubantu bocah laki-laki berusia sekitar enam tahun tersebut untuk bangkit berdiri.
"Kamu gak pa-pa,kan? Jangan lari-lari lagi ya," ucapku lembut sambil menatap manik coklat muda milik bocah tersebut.
Ia mengangguk dengan wajah takut-takut. "Maaf ya, Tante. Aku gak sengaja," ucapnya dengan manis. Aku pun tersenyum.
"Iya ... gak pa-pa kok," balasku sambil mengusap puncak kepalanya.
Baru saja aku ingin menanyakan di mana orang tuanya, suara seseorang terdengar lantang ke arah kami.
"Kevin!"
"Ya!" Anak itu menoleh seraya menyahut dan berlari ke sumber suara.
Aku pun berniat untuk menoleh, namun suara Ghea menginterupsi. Ia bahkan sudah berada di depanku saat ini. "Kak! Gue udah selesai, ayo balik!"
"Oh ya udah ayo," sambutku melupakan anak kecil tadi.
Aku segera melangkah dengan mengira bahwa Ghea mengikutiku di belakang, namun makin lama aku menyadari bahwa aku berjalan sendirian. Begitu kuputar tubuhku, kudapati Ghea yang tengah menatap ke sebuah arah, yaitu ke arah pintu masuk museum seraya memasang wajah terkejut.
Aku pun segera mengarahkan pandanganku ke arah di mana Ghea menatap, namun tak ada siapa pun di sana. Tanpa berlama-lama aku pun segera meneriaki namanya, kontan ia pun segera menoleh dan berlari ke arahku.
"Liat apa sih lu sampe bengong begitu?" tanyaku.
"Ng ... ng ... ada orang mirip teman SMA gue, tapi kayaknya sih bukan!" sahutnya yang hanya kurespon dengan anggukan.
THE END
-7 Juni 2020-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro