Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7 : Tokito Muichiro


TING!!

Terdengar suara benturan antara besi dengan besi lainnya. Benturan yang amat keras itu membuat percikan api mulai terlihat di sekitar Nichirinmu.

Kabut disekitarmu mulai menipis berangsur-angsur. Kamu tetap terdiam ditempat seraya mendorong nichirinmu sekuat tenaga. Sayangnya, orang di depanmu seperti tidak terpengaruh akan hal itu. Kalian tetap diam di tempat dengan posisi saling menahan nichirin satu sama lain.

Pandangan kembali menjernih. Kabut-kabut mulai bosan untuk bermain lebih lama.

Sosok di depanmu kini mulai terlihat dengan jelas. Tubuhnya mungil dengan rambut hitam panjang sepinggang. Merasa tidak aman, segera kamu dorong kaki mu menjauh untuk menjaga jarak antar kalian berdua.

"Si-s-sia-siapa?" Tanyamu dengan mulut bergetar.

Sosok di depanmu mulai menurunkan pedangnya, memperlihatkan wajah mungil berponinya dengan manik hijau mint yang cerah. Terpampang jelas dari mimik wajahnya bahwa ia sedang bahagia. Diperkuat dengan senyuman yang terukir manis dibibir mungilnya.

"Selamat datang. (Y/n) chan." Mata besarnya berubah menjadi sepasang mata minimalis ketika ia mengembangkan senyumnya. Hawa yang dimilikinya terasa begitu hangat. Apa ini orang yang barusan menerormu?

"Apakah anda bernama Tokito Muichiro?" Tanyamu memastikan.
"Ya itu aku. Apa kamu sudah menyelesaikan latihanmu dengan Shinobu?" Tangannya bergerak licah memasukkan nichirin miliknya ke dalam saya*⁵ dipinggangnya.

"Ah.. iya! Kalau begitu mohon bantuan untuk kedepannya." Badanmu membungkuk 90° untuk memberikan penghormatan kepada calon gurumu itu.
"Ikutilah aku." Dengan sekejap ia menghilang secepat kedipan mata.

'ASTAGA INI JALAN NINJAKU!'

Berlari sekuat tenagapun mungkin akan sia-sia.

『️◆️◆️』️

"Hoshh.. hosshh... hosshh.." paru-paru mu terasa sesak setelah berlari begitu cepat tanpa berhenti.

Sang Tokito mengajakmu berjalan kearah dalam hutan. Awalnya kamu mengira ia akan memberikan latihan pertamanya, namun tidak. Dia membawamu ke sebuah gubuk kecil yang benar-benar berada di tengah hutan.

"Sudah sampai. Kamu boleh istirahat." Jelasnya sambil menggeser pintu mempersilahkan mu untuk masuk terlebih dahulu.
"Ba-ba-baiklah." tanpa basa-basi lagi, kakimu segera melangkah masuk dan duduk diatas sebuah tikar yang terbentang.

"Ini bukan kediaman asliku." Jelasnya.
Dilihat dari sisi mana pun, ini terlalu kecil untuk di katakan rumah. Pasalnya kamar, dapur dan tungku masak berada di satu tempat tanpa tembok pembatas. Terlalu sempit pikirmu.

"Kita akan tidur disini, untungnya aku mempunyai satu futon lagi, jadi kita tidak perlu tidur di atas satu futon yang sama." Tubuh kecilnya cekatan menyiapkan futon untukmu dan untuk dirinya.

Setelah kamu lihat wajahnya baik-baik, dia terlihat seperti perempuan seumuran Aoi. Namun opinimu terpatahkan saat mendengar suaranya.

'itu adalah suara khas anak lelaki'

Setelah memperhatikan dengan detail setiap inci wajahnya matamu mulai turun untuk memperhatikan dadanya.
'Dadanya tidak terlihat ada benjolan. Humnnhh..' kamu merasa bimbang sendiri.

"Aku anak laki!"

"Eh?!"

Seakan tahu akan apa yang kamu pikirkan, anak lelaki itu menjawabnya dengan nada sedikit membentak. Wajahnya dipalingkan ke arah berlawanan dengan wajahmu. Namun kamu bisa melihat telinganya yang sedikit dibumbui rona-rona pink.

"Maafkan aku tuan. Aku tak bermaksud seperti itu."

'Nggak boleh ketawa tahan!'

"Sudah tidak usah dipikirkan. Kamu lelah bukan? Tidur lah!." Dengan sigap, Tokito segera merangkak ke atas futonnya dan menyelimuti setengah wajahnya dengan selimut futonnya.

'Orang ini manis sekali' batinmu gemas.

Kamu juga tak ingin kalah denganya. Segera kamu rebahkan tubuh diatas futonmu dan mulai menyelimuti dirimu sendiri. Sayup-sayup matamu mulai memberat dan kantuk mulai menguasai dirimu, tak lama akhirnya kalian berdua tertidur di malam itu.

『️◆️◆️』️

Burung-burung pagi ini terdengar sangat berisik. Pasalnya kamu tengah berada di tengah-tengah hutan, yang memang adalah habitat asli mereka. Suaranya terdengar indah bersahut-sahutan, ditambah dengan suara angin yang meniup dedaunan dengan lembut.

"Mau kemana kau?"
Anak lelaki itu menghentikan aktivitas memotong kayu bakarnya setelah melihatmu yang rapi mengenakan seragam khas pemburu iblis.

"Latihan." Jawabmu singkat dan polos
"Kita tidak akan berlatih siang ini. Cuci saja bajumu itu, kita akan berlatih nanti petang." Jelasnya sambil mulai memotong kayu bakar lagi.

"Tunggu? Bukannya bahaya kalau kita keluar malam?" Kamu dibuat bingung dengan cara berpikirnya. Ini di tengah hutan, mau keluar malam-malam?
"Itu yang aku cari" ia memalingkan wajahnya ke arahmu sambil tersenyum menantang. Kamu hanya bisa diam mematung.

"Untuk apa kau disini? Aku tidak melakukan atraksi lo.. Bantu aku!" Sentaknya.

Ia mulai mengumpulkan kayu bakar yang telah dipotongnya, lantas mulai menyusun batu menyerupai tungku.
"Kita akan masak?" Tanyamu setelah melihat tungku setengah jadi itu.
"Ya, kalau kau tidak mau makan aku tidak usah masak." Celetuknya tanpa menghentikan kegiatannya.

"Aku mau bantu!" Matamu berbinar memohon agar diperbolehkan.
"Boleh, tunggu sampai aku selesai menyusun ini."

Setelah tungku itu terbentuk, ia menyuruhmu untuk memasukkan kayu-kayu yang telah ia potong ke dalam lubang tungku, lalu mulai membakarnya dengan korek api yang telah ia berikan.
Sementara ia sibuk mencuci sayuran yang akan dimasak.

"Ini nyalain gini kan? Terus masukin ke AKKKKKHH!!"
Api yang kamu buat membara dengan cepat.
Yang seharusnya dibuat untuk membakar kayu-kayu itu, malah menyamber ke jari telunjukmu. Untung aja jarimu ada lima, jadi kebakar satu masih ada empat, membuat hatimu sangat kacau, dan keempat jari itu dipegangmu erat-erat.

"Huuuu panasssss" kamu kibas-kibas perlahan jari itu sambil menyebul-nyebul kecil berharap panasnya akan hilang.
"Ada apa?" Tanyanya santai sembari mendekatimu yang sedang duduk jongkok meratapi jarimu.

Tangan mungilnya bergerak menggapai tanganmu, lantas dilihatnya lekat-lekat luka itu.
" Wah lebih parah lagi kalau kebakar semangat Rengoku sih." Celetuknya.
"Rengoku siapa i.. EH?!"
Awalnya Tokito hanya melihati jari mu, namun perlahan bibirnya mendekat menyentuh ujung jarimu yang terluka. Lidahnya mulai terjulur untuk menjilati luka dijemarimu itu.

"Eh?! A-a-apa yang k-k-kau lakukan Tokito san?!" Jantungmu sudah tak terkontrol. Kamu berusaha menarik jari mu itu namun rasa sakitnya seakan nikmat saat lidahnya mulai menjilatinya.

"Hlllurp.. seseorang berkata kalau air liur manusia itu banyak manfaatnya." Jawabnya.
"Apa masih sakit?" Lidahnya mulai terjulur untuk kembali menjilatinya.

"Ahhh ti- ti-tidak tidak sudah tidak sakit." Secepat mungkin kamu tarik tanganmu menjauhi lidahnya yang berbahaya.
"Masih sanggup membantuku?" Nadanya terdengar lebih kalem dari yang sebelumnya.
"Ma- masih kenapa tidak?" Jawabmu sambil melayangkan senyuman kepadanya.
"Cepatlah berdiri kalau begitu." Kakinya mulai bergerak menjauhi mu yang masih terduduk mengontrol debaran jantungmu.

'Bahaya bahaya bahaya'

Kalian membuat makan siang yang aneh. Tokito san menyarankan untuk membuat Kare dengan sawi dan gubis.
Mana kentang dan wortelnya?
Dia bilang jatuh dijalan saat perjalanan kemari. Aneh bukan?

Dari pada kelaparan, kamu memutuskan untuk memakannya saja. Ternyata rasa kare itu tidak seburuk yang kamu duga, Toktio san nampaknya lumayan jago dalam bidang memasak.

『️◆️◆️』️

"Shinobu san, kau disini?"
Aoi mulai menggeser pelan fusuma kamar milik Shinobu si gadis kupu-kupu tersebut.
"Ara..araa..Aoi? Ada apa?"
Perempuan itu sedang berada di depan jendela memandangi semburat jingga yang terbentang luas dilangit.

"Anoo..Shinobu san.. kenapa kamu memberikan Haori yang bukan miliknya?"
Aoi merasa ada yang janggal saat Shinobu memberikanmu satu set seragam pemburu iblis kemarin.
"Tomioka tidak mengijinkanku untuk memberikannya." jawabnya singkat.

"Aku tidak mengerti Shinobu san" Aoi masih tidak bisa menangkap apa yang dikatakan Shinobu.
"Yang jelas, Tomioka ingin (y/n) melupakannya."

『️◆️◆️』️

Sesuai dengan jadwal, petang itu Tokito san menyuruhmu untuk mengenakan seragam milikmu.

Ia menggiringmu semakin masuk ke dalam hutan. Cahaya jingga itu perlahan bersembunyi dibalik gunung terganti bulan yang tak kalah indah dari sinarnya.

Kamu terus mengekorinya selama perjalanan. Surai panjangnya terkibas kesana kemari dengan indah.

'Gerah nggak ya?' Gumammu dalam hati.

Kemarin, Shinobu san memberimu sebuah pita yang selaras warnanya dengan manik (e/c) mu. Melihatnya saja tidak akan cukup, kamu putuskan untuk mengepang rambutmu serapi mungkin dan mengaitkan ujungnya dengan pita yang diberikannya. Dan dalam sekejap matamu terpanah akan pita indah tersebut.

"Tokito san, apakah masih jauh?" Sepanjang perjalanan kalian hanya terdiam satu sama lain. Langkah kaki kalianlah yang membelah kesunyian antara kalian berdua.

"Kamu lihat gunung itu? Kita akan berlatih disana." Gunung yang ditunjuknya sudah berada di depan mata.

Seketika kamu teringat kembali akan janji yang kamu ucapkan pada Shinobu hari itu.

'Ya! Aku akan kembali setelah aku menjadi kuat Shinobu san!'

Yoo minna-san!
Saya itu sarung pedang yang berfungsi untuk memasukkan atau menyimpan pedang ketika tidak dipakai. Tempat ini berfungsi untuk melindungi dari tajamnya bilah pedang yang dibawa para Samurai

Hehe Giyuu jarang nongol yak! Hehe

Maafkan, imajinasi saya lagi tidak bersahabat dengan keinginan kalian:)
Tapi nanti saya janji bakal buat scene Giyuu x reader yang sebener-benernya 💙

TANGAAAN!!
Sincerely, Ten🌸

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro