Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Coffeshop


Balik lagi kan ya sama Bunbun...
Jangan lupa mampir ke cerita kawan Bunbun yang laen ya.. cari aja nubar 2P yesss!
Jangan lupa vote ya, makasih..

"Cinta itu datang tanpa adanya pemberitaan lebih dulu"
.
.
.

Bulan benar-benar tidak menyangka bisa bertemu dengan Bintang lagi disana. Niat hati hanya menemani Keenan makan di sana bersama, tetapi dia harus di pertemukan dengan Bintang. Lelaki terkampret semasa SMA dulu. Dia yang dulu pernah bully Bulan di sekolah. Dan dia juga yang menjadi alasan terkuat Bulan, untuk menjadi cantik.

Bahkan tanpa diminta pun, Bintang sudah duduk di samping Bulan, dan memainkan anak rambut yang menjuntai ke bawah. Bahkan Bulan harus berkali-kali menjauhkan tangan nakal Bintang dari rambutnya.

"Lo apa sih ganggu gue mulu!" Sungut Bulan penuh emosi. Dia rasanya benar-benar diambang batas kesabaran. Kenapa harus bertemu dengan Bintang kembali, disaat hatinya belum bisa benar-benar move on dari Bintang.

Bulan menarik tangan Keenan agar pergi dari kantin ini. Dia sudah mulai jengah dengan tingkah laku Bintang. Tapi Bintang malah menarik tangannya juga, dan menariknya agar duduk kembali. Bintang memasang cengiran khasnya yang mampu membuat emosi Bulan melunjak naik ke ubun-ubun.

"Tetap jadi mainan gue!" Bisik Bintang tepat di telinga Bulan.

"Mata lo, yang gue sobek!" Ancam Bulan. Dia bergegas pergi, sebelum Bintang mengejarnya.

Bintang tertawa terbahak-bahak melihat Bulan seperti itu. Rasanya kuliah kali ini lebih menyenangkan. Daripada tahun-tahun sebelumnya. Bintang kembali ke meja para gengnya berada.

"Lo kenapa deh Tang?" tanya Rion penasaran.

"Nggak papa, kayaknya gue bakalan ada mainan baru," dia tersenyum smirk.

"Bulan maksud lo?" tanya Rafael, dan diangguki oleh Bintang, "gue suka sama dia Tang, gue suka sama Bulan!" Aku Rafael.

Rasanya ada yang aneh pada hati Bintang, saat Rafael mengatakan suka sama Bulan. Seperti ada bagian dirinya yang merasakan tak rela. Tapi Bintang merasa itu hanya ilusi saja, karena mainan barunya itu akan ada yang membela. Bintang mencoba untuk mencari informasi tentang Bulan lewat beberapa akun sosial media miliknya, namun sayangnya, nama Bulan tidak ada disana, dan itu membuat Bintang sangat penasaran.

***

"Kejora kampret, gila, nggak waras!" Serentetan kalimat umpatan keluar dari bibir Bulan. Dia benar-benar merasa geram karena kalimat yang dilontarkan Bintang tadi di kantin.

"Gak usah di ladenin, ada gue yang bisa jagain lo!" Bulan memeluk Keenan, rasanya masih ada seseorang yang peduli padanya.

Bulan membenarkan cepolan rambutnya kembali, dia teringat suatu hal yang membuatnya menoleh pada Keenan yang sedang sibuk dengan hapenya. Kemudian dia melihat sekitarnya, lalu lalang di koridor kali ini di hiasi ah bukan sih, lebih tepatnya di penuhi oleh sederet mahasiswi yang entah bagaimana bisa berjejer dengan rapi di kanan dan kiri. Seperti menyambut orang penting.

"Ken, lihat deh samping lo," bisik Bulan.

Keenan melihat kesamping kanannya, beberapa mahasiswi berjejer rapi disana. "Mereka kenapa sih? nonton konser?" Bulan hanya menggedikkan bahunya tanda acuh.

Seorang lelaki tampan dan matang, berjalan di koridor dan membuat para mahasiswi yang tadi berjejer itu, sekarang menjadi riuh. Seperti ada jumpa fans idol mereka. Bahkan Bulan dan Keenan saling memandang dengan bingung. Ini mereka nggak salah duduk kan ya? ini masih area kampus, apa sudah beralih fungsi sebagai jumpa fans para idol?.

Dia Rangga, bukan Rangga yang film itu bukan. Dia Rangga Adipura, seorang dosen muda yang berusia 33 tahun, masih lajang dan tentunya tampan, rupawan. Histeria para mahasiswi membuat Rangga merasa aneh, dia dosen lho bukan idol korea yang sedang jumpa fans. Bahkan sampai di kerubungi, hanya bertamya pertanyaan basa-basi. Rangga merasa risih, tapi kalau mengabaikan mahasiswi juga tidak mungkin. Dia mengedarkan pandangannya ke segala arah, berharap ada yang bisa membantunya.

Disana ada Bulan dan Keenan yang sedang cekikikan berdua dan memandang hapenya. Ada secercah harapan untuk lepas dari para mahasiswi yang mulai kelewatan. Rangga mencoba mengingat nama kedua mahasiswanya yang ada di ujung sana.

"Rembulan!" Rangga memanggilnya dengan isyarat tangan juga.
Bulan dan Keenan saling pandang, merasa aneh dengan panggilan Rembulan. Bulan menujuk dirinya sendiri, saat Rangga memanggil namanya. Rangga mengangguk bersemangat, dan Bulan menarik Keenan untuk ikut bersamanya menghampiri Rangga yang terbendung diantara para wanita yang memujanya.

"Iya Pak?" tanya Bulan dengan sopan.

"Kamu berdua belum mengumpulkan tugas dari Bu Tiara, tadi beliau titip sama saya," Bulan dan Keenan merasa aneh.

Tugas apa dari Bu Tiara, mereka saja tidak merasa mendapat tugas apapun dari Bu Tiara. Ini sebenarnya ada apa sih. Rangga menarik tangan mereka untuk menghindari para fansnya yang sudah mulai berdesak-desakan, membuatnya hampir kehabisan oksigen.

"Pak, perasaan kami nggak dapat tugas apapun dari Bu Tiara, deh?" Rangga nyengir.

"Maaf ya Rembulan, saya harus gunakan kalian untuk pergi dari terjangan para mahasiswi tadi. Hampir tenggelam rasanya saya disana."

Bulan dan Keenan cekikikan kembali, merasa lucu dengan perumpamaan yang digunakan Rangga. Mereka berdua pamit untuk pulang lebih dulu, masih ada pekerjaan yang menanti. Rangga memandang punggung Rembulan yang semakin hilang di belokan koridor. Dia berbeda dari mahasiswi yang lainnya. Dia bahkan sama sekali tidak tertarik dengan dirinya, tapi mengapa dia yang jadi penasaran dengan Bulan.

"Rembulan, saya akan cari informasi tentang kamu!" Lirihnya.

***

Bulan dan Keenan telah berubah wujud menjadi pegawai coffeshop. Coffeshop ini murni usaha keluarga Keenan. Tetapi Keenan yang di percaya untuk mengelolanya dengan baik. Coffeshop ini memang di desain senyaman mungkin, dengan interior vintage yang membuat siapa saja nyaman dan hangat.

"Ken, waktunya gajian ya?" tanya Bulan dengan polosnya.

"Kampret lo! Kalau gajian aja paling ingat, coba kalau gue suruh hapalin warna favorit gue aja gak pernah ingat!" Sungut Keenan.

"Sangsi gue Ken, lha gue masih suci dan polos gini, lo cekokin yang plus-plus. Lagian warna favorit lo itu, selalu lo pakai jadi warna daleman favorit lo!" Keenan tertawa terbahak-bahak, kemudian menoyor kepala Bulan. "Sakit bego!"

"Selamat datang, silahkan kakak, mau pesan apa?" ucap Keenan seramah mungkin.

"Pesan cappucino 3, milkshake coklat 1, tiramisu 4, dan suruh Bulan sabit yang antar!" Bulan rasanya ingin menimpuk kepala Bintang dengan sapu. Seenaknya saja dia nyuruh-nyuruh dirinya yang antar.

"Total semuanya jadi 150.000 kak, bayar pakai debit apa cash?" Bintang mengeluarkan kartu gold dari dompetnya, dan memberikannya ke Keenan, "silahkan pinnya kak"

Kampret, dia sultan lagi. Batin Bulan.

Keenan dan Bulan menyiapkan pesanan Bintang, dengan serentetan kalimat makian yang dia lontarkan dalam hati. Ini area umum, tidak mungkin juga dia mengungkapkan kalimat makian itu di depan Bintang. Bisa hancur sudah image perempuan baik-baik dari dirinya.

Bulan yang di bantu Keenan membawakan nampan berisi pesanan Bintang tadi. Disana, dia melihat Bintang bersama orangtuanya dan pasangan suami istri dan satu orang anak. Bulan meletakkan nampan itu dengan senyuman ramah, dan menatanya di meja.

"Tunggu Nak, kamu Bulan kan? Rembulan?" tanya seorang wanita paruh baya.

Apalagi ini Tuhan, kenapa hari ini penuh dengan kejutan sih. Batin Bulan.

"Ingat Tante?" Bulan menggelengkan kepalanya, "saya Tante Erna, masa kamu lupa?"

"Maaf banget Tante, tapi saya beneran nggak ingat" ucap Bulan.

"Nggak papa, lagian kalian udah lama nggak ketemu juga sih. Tante dulu pernah tinggal di samping rumah Kakek kamu yang di Bandung. Ingat?"

Bulan mencoba mengingat-ingat, mengorek informasi dari otaknya yang lama vakum. Sekelebat bayangan tentang dirinya bermain bersama anak laki-laki berusia 10 tahun, yang akan selalu memanggilnya Rembulan, dan dia akan memanggilnya Abang. Tapi sekali lagi dia tidak bisa mengingat wajah bocah lelaki itu, terlalu gelap. Hanya ada siluet-siluet yang membuat kepalanya dilanda sakit.

"Nggak ingat!" Bulan menggerakkan kepalanya dan berlalu pergi. Tetapi dia masih bertanya-tanya, siapa Kana.

Bulan memegang kepalanya, rasa sakit di kepalanya  tidak dapat di bendung lagi. Bahkan dia meneteskan air mata saking sakitnya. Keenan yang melihat Bulan kesakitan, segera mendatanginya dan memberikan Bulan air minum.

"Stop Lan, jangan sakitin diri lo!"

***

Siapa itu Abang?
Ada yang tahu?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro