Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Mana Yang Kamu Pilih? Mulut Buaya atau Harimau?

Elzi tak peduli. Entah bagaimana orang-orang menatapnya, ia tetap tidak peduli. Ketimbang memedulikan tatapan mereka, ia lebih memilih untuk memedulikan paru-parunya saja. Yang berusaha untuk tetap kuat dalam menghirup oksigen.

Masa bodoh deh!

Yang penting saat ini aku bisa selamat dulu.

Namun, Elzi tau persis bahwa ia tidak akan bisa pergi dari sana. Lantaran ada seseorang yang membuat lift yang ia naiki belum bisa menutup pintunya. Maka, Elzi pun berseru.

"Om! Cepetan dong! Aku buru-buru nih!"

Sambil menahan pintu lift, Elzi melihat lurus ke depan sana. Dan mendapati pria paruh baya yang ia teriaki tampak terkejut. Lalu ia pun bergegas memasuki lift dengan setengah berlari.

Ya Tuhan.

Aku ini emang manusia yang memiliki jiwa sosial yang tinggi ya?

Bahkan di saat genting, aku masih sempar mikirin nasib orang yang terancam ketinggalan lift.

Please, astaga.

Sekarang itu nyawa kamu lagi terancam, Zi!

Setelah pria paruh baya itu masuk ke dalam lift, Elzi segera melepas tangannya dari sisi pintu. Lalu buru-buru menekan tombol agar pintu lift segera menutup. Dan di saat itulah mata Elzi melihat satu pemandangan dari kejauhan yang membuat ia gemetaran seketika. Yaitu, Mario yang tampak berlari seraya berusaha mengancingkan kemejanya!

"Elzi! Tunggu! Jangan pergi!"

Mampus-mampuslah kamu, Zi!

Demi orang, kamu bahkan membiarkan nyawa kamu kembali terancam.

Mario berlari sekuat tenaga. Dan ketika ia sudah hampir mencapai lift, satu tangannya terulur. Berusaha untuk masuk tepat ketika pintu lift dalam keadaan setengah tertutup. Ketika itu, dengan penuh getar-getar ketakutan, tanpa berpikir panjang, Elzi dengan segera melepas satu sepatu yang ia kenakan.

Sepatu terangkat. Terancung di udara. Untuk kemudian, seraya berseru, Elzi pun melayangkan sepatu itu.

"Ciiiat!!!"

Sepatu yang Elzi beli dengan mata uang dolar itu, melayang. Dengan kekuatan penuh, mendarat telak di hidung Mario. Sontak membuat cowok itu terhuyung ke belakang.

Yes!

Aku emang berbakat jadi sniper!

Lalu, pintu lift pun menutup. Tepat di depan Mario yang masih sempat mengumpat sebelum pada akhirnya Elzi benar-benar merasa lega. Lantaran pergerakan pelan lift ketika mulai menuruni tiap lantainya.

Elzi mendekap dadanya, dengan tas tangan yang secara ajaib masih sempat ia bawa tatkala ia berusaha kabur dari unit Mario tadi. Walau tentu saja, keajaiban itu terasa percuma lantaran benaknya yang masih ingat dengan jelas bagaimana sepatu merah muda itu menggelinding di lantai lorong tadi. Setelah ia melaksanakan tugas mulianya dengan teramat sempurna.

Bye bye sepatu baruku.

Kamu bakal selalu tercatat sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Hiks.

Dan lalu, entah mengapa, ingatan Elzi justru menampilkan fakta lainnya. Hal yang kemudian kembali membuat ia meringis.

Kok nasib aku sial banget sih, Tuhan?

Minggu kemaren aku kehilangan gaun dan celana dalam baru.

Dan malam ini, sepatu aku pun terpaksa kehilangan pasangannya.

Hiks!

Sepatu aku jadi jomlo!

Dan tanpa terduga, tubuh Elzi sedetik kemudian merosot. Terjatuh. Terduduk di lantai lift. Seolah ia yang tidak sadar bahwa ada orang lain di dalam sana, tangisnya pun pecah.

"Hiks hiks hiks!"

Seraya membiarkan air matanya mengalir, Elzi berusaha memperbaiki keadaannya yang acak-acakan. Walau ... itu tidak berarti banyak.

"Mama dulu ngidam apa sih pas hamil aku? Hiks hiks hiks. Kenapa aku sial terus kalau berhubungan dengan cowok?"

Tak hanya menangis, bahkan sekarang Elzi pun meracau aneh. Tak peduli bagaimana beberapa pasang mata di sana mulai saling melirik dengan sorot bingung.

"Atau Papa dulu pernah ngebunuh buaya pas Mama hamil? Makanya hidup aku ketemu buaya terus? Hiks. Dasar cowok-cowok berengsek!"

Ketika pada akhirnya pintu lift membuka, Elzi pun mengusap air matanya. Perlahan bangkit berdiri, kemudian keluar dengan langkah lunglai. Ia seperti tidak memiliki tenaga lagi. Hingga beberapa orang di lobi apartemen pun menatapnya dengan bingung, namun juga lucu. Dan Elzi tau dengan pasti penyebabnya.

Ya kali!

Baju acak-acakan, mata sembab, dan berjalan cuma pake satu sepatu.

Siapa aja juga bakal ketawa ngeliat kamu, Zi!

Mengabaikan semua mata yang memandang dirinya, Elzi memilih untuk menunduk sambil mempercepat langkah kakinya. Dan pada saat itu ia menyadari bahwa ponsel di dalam tas tangannya berdering sedari tadi. Tapi, ia tidak menghiraukannya.

"Elzi!!!"

Astaga!

Elzi terkesiap. Langkah kakinya terhenti seketika. Membalikkan badan dan mata cewek itu melotot saat mendapati Mario yang berlari ke arahnya.

"Bajingan itu ...," desis Elzi dengan penuh rasa geram. "Beneran nyuruh aku lari pake satu sepatu?"

Karena ketika selesai mengatakan itu, Elzi pun tak buang-buang waktu. Langsung tancap gas. Berlari walau dengan susah!

Cowok itu gila?!

Dan kali ini, tentu saja beberapa orang di sana semakin kebingungan. Melihat bagaimana Elzi yang tampak berusaha melarikan diri dari kejaran seorang cowok tampan. Tapi, ketika petugas keamanan ingin mencegatnya, Elzi dengan sekuat tenaga mendorongnya. Hingga petugas itu terjungkang ke belakang.

Akan menuruni pelataran gedung apartemen, Elzi nyaris terjatuh lantaran kakinya yang tidak seimbang. Hingga pada akhirnya, tanpa pikir panjang, Elzi pun kembali mengambil keputusannya. Untuk melepas sepatunya itu. Dan segera melayangkan benda tersebut ke ara Mario.

"Hiiiaaat!"

Di seberang sana, mata Mario membesar melihat sepatu yang lagi-lagi melayang menuju wajahnya. Dan ia berseru.

"Wuuush!"

Mario memalingkan wajahnya, mengelak. Hingga sepatu itu melayang melewatinya. Tanpa mengenai dirinya.

Sepatu menggelinding di lantai tanpa sempat mengenai sasaran!

Sial!

Ternyata kali ini Mario berhasil mengelak dari bidikan jitu aku!

Namun, Elzi tidak memiliki waktu untuk menganalisis penurunan akselerasi bidikannya. Alih-alih, ia memutuskan untuk kembali berlari. Seraya berseru.

"Jangan dekati aku lagi, Rio!"

Dan pada akhirnya, ketika Elzi benar-benar keluar dari kawasan gedung apartemen elit itu, ia persis terlihat seperti gembel!

Hanya saja, jelas Elzi sekarang tidak sempat untuk menghiraukan penampilannya. Karena ia pun lantas langsung berlari. Dengan cepat mengedarkan matanya ke seluruh penjuru. Berusaha untuk menemukan cara tercepat untuk mampu menyelamatkan diri.

Hingga kemudian, Elzi menyadari bahwa dirinya berada di tempat yang sebenarnya menguntungkan. Karena jelas, gedung apartemen Mario berada di kawasan yang ramai. Maka tidak butuh waktu lama untuk dirinya lantas menemukan tempat yang ia butuhkan. Pada satu hotel. Yang tampak meriah. Entah mungkin karena saat itu malam Minggu di awal bulan atau mungkin karena sedang ada acara. Tak peduli, Elzi langsung menuju ke sana.

Tuhan, tolong hamba.

Hamba janji, kalau hamba selamat kali ini, mulai besok hamba belanja di pasar nggak bakal pake acara nawar harga lagi!

Dengan berulang kali mengucapkan permisi, Elzi beringsut pelan. Membaur bersama kerumbunan orang-orang yang keluar masuk gedung hotel tersebut. Hingga kemudian, ketika ia mencapai pelataran hotel, Elzi mencari-cari. Dan memutuskan untuk bersembunyi di balik satu tanaman pot tinggi. Yang berada tak jauh di dekat pintu masuk. Di posisinya kala itu, mata Elzi membesar saat mendapati bagaimana Mario yang ternyata juga menyusul dirinya ke sana.

Ya ampun.

Itu cowok punya indra keenam atau gimana?

Kok bisa nyasar ke sini juga sih?

Semakin beringsut di balik pot, Elzi mengucapkan jampi-jampi agar Mario tidak benar-benar berpikir untuk mencari dirinya di hotel itu. Tapi, ketika ia berusaha untuk tetap tenang, mendadak saja ada satu suara yang menegurnya.

"Ehm .... Permisi, Nona."

Horor, Elzi menoleh. Dengan sorot mata yang membuat pria berpakaian seragam satpam itu meneguk ludah.

"Apa?"

Satpam berusaha untuk tersenyum. Walau tetap saja ia merasa bingung dan curiga. "Nona di sini, apa ada yang bisa saya bantu?"

O oh.

Elzi seketika langsung tersadar dengan keadaan dirinya. Hingga ia tergugu sekilas. "Oh, maaf, Pak. Saya nggak bakal buat keributan kok. Saya cuma mau sembunyi di sini. Bentaran doang kok. Sumpah deh."

Namun, tentu jawa perkataan Elzi tidak mampu meyakinkan satpam tersebut. Lagipula, mana ada satpam yang tidak akan curiga ketika melihat seorang cewek mengenakan gaun, tapi tidak memakai sepatu? Dan lalu bersembunyi di balik tanaman?

Mengabaikan satpam tersebut, Elzi justru kembali mengamati Mario dari tempatnya. Nahas, pada saat itu Mario justru berpaling melihat pada pelataran hotel.

Ya Tuhan.

Hamba mohon.

Jangan sampe itu cowok mikir kalau aku beneran sembunyi di sini.

Please ....

Hingga kemudian, rasa takut yang semakin menjalarinya, membuat Elzi tanpa sadar berkata lirih pada satpam. Diiringi oleh isakannya yang muncul kembali.

"Saya hampir diperkosa, Pak. Jadi, saya cuma mau sembunyi aja kok. Hiks hiks hiks. Saya mohon. Izinkan saya buat sembunyi."

Pengakuan Elzi sontak membuat satpam itu kebingungan. Hingga ia menggaruk tekuknya. Bertanya.

"Kalau gitu, apa sebaiknya saya telepon polisi, Nona?"

Tangisan Elzi seketika berhenti. Alih-alih terus membiarkan air matanya mengalir, ia justru menatap bingung pada satpam.

Ada cewek yang hampir diperkosa malah ditanya mau telepon polisi atau nggak?

Ya ampun.

Nggak, Pak, nggak.

Telepon aja langsung dukun beranak!

Hanya saja, anehnya Elzi justru menggeleng. Karena pada saat itu ia menyadari bahwa ia hanya ingin kabur saja. Selamat dari kejaran Mario.

Namun, sepertinya kala itu takdir sedang memiliki hobi untuk membuat jantung Elzi berdegup kencang. Lantaran di seberang sana, Elzi melihat bagaimana Mario yang justru berjalan menuju ke arahnya.

Ya ampun.

Kenapa dia malah ke sini?

Maka tanpa pikir panjang, Elzi pun memutuskan bahwa sangat berisiko bila ia tetap berada di sana. Ia pun kabur. Kembali berlari menjauh seraya sesekali melihat ke belakang. Sedikit bersyukur ketika melihat Mario yang masih celingak-celinguk mencari dirinya.

Yes!

Seenggaknya dia belum sadar kalau aku ada di sini!

Bagus!

Namun, tiba-tiba ....

"Buuukkk!"

Elzi menabrak seseorang lantaran ia yang tidak fokus pada jalanan di depannya. Hingga ia langsung terjatuh. Terduduk. Lalu ia mengaduh kesakitan seraya mengusap tubuhnya.

"Aduh. Maaf. Saya jalan nggak hati-hati."

Berusaha untuk berdiri dengan cepat, Elzi memastikan bahwa Mario belum menyadari keberadaannya. Dan ia akan segera pergi dari sana.

Sebelum itu cowok makin dekat, mending aku langsung kabur aja.

Hanya saja, berpikir bahwa satu kata maaf yang ia ucapkan sudah cukup menyelesaikan tragedi tabrakan itu, Elzi justru dibuat kecele ketika mendapati pergelangan tangannya dicekal. Diiringi oleh satu suara.

"Zizi?"

Angin malam berembus. Seperti membawa kikik ngeri Kuntilanak. Hingga Elzi terkesiap. Merinding.

Jangan dia, Tuhan.

Aku mohon jangan dia.

"Kamu baik-baik aja?"

*

Aku beneran harus sedekah secepatnya!

Kenapa aku bica ngalamin rentetan nasib buruk kayak gini coba?

Dari Ben ke Mario.

Sekarang dari Mario ke Ben.

Nggak ada hal benar yang aku temui belakangan ini!

Namun, tidak memedulikan pertanyaan Ben, Elzi justru beringsut ke balik tubuh besar cowok itu.

Saat ini, yang paling penting adalah kabur dari Mario dulu.

Urusan dengan Ben, itu jadi urusan nanti.

Dan dahi Ben berkerut. Mendapati tingkah Elzi yang tidak wajar, membuat ia melayangkan pandangan. Ke sana. Ke arah di mata Elzi tampak melihat dengan waspada.

"Kamu dikejar cowok itu?"

Tak menjawab, Elzi hanya diam seraya memegang kedua lengan jas Ben. Agar cowok itu tidak mengubah posisi tubuhnya.

"Dia siapa?"

Elzi masih tak menjawab. Tapi, tubuhnya mendadak semakin gemetaran ketika terlihat bagaimana Mario yang menghampiri satpam tadi.

"Permisi, Pak. Apa Bapak ada ngeliat cewek cantik pake gaun selutut bewarna peach nggak pake sepatu datang ke sini?"

Astaga, Tuhan.

Ini cowok bener-bener ya!

Mendengar pertanyaan itu, Ben sontak meneliti penampilan Elzi. Yang mengenakan gaun selutut bewarna peach dan tanpa sepatu di kakinya. Dan sementara itu, di sana, satpam tersebut tampak kebingungan. Hingga Mario lanjut berkata.

"Dia istri saya, Pak. Kami ribut dan dia malah berencana buat kabur dari rumah."

What?!

Mata Elzi membelalak.

Istri?

Istri nenek moyang kamu keturunan meneer Belanda!

Namun, sepertinya perkataan Mario berhasil meyakinkan satpam tersebut. Hingga ia pun menunjuk.

"Ehm .... Tadi dia lari ke sana, Pak. Dia keliatan kayak takut banget."

Elzi menggeram. Hingga tanpa sadar ia meremas tangan Ben. Menimbulkan ringisan pelan dari bibir cowok itu.

Satpam sialan kurang ajar!

Aku kutuk kamu susah jodoh sepuluh tahun!

Mario melihat ke arah yang ditunjuk satpam itu. Membuat Elzi tak memiliki pilihan lain selain terus bersembunyi di belakang Ben. Makin menariknya. Hingga mereka mengarah pada sudut gedung yang berlekuk.

Mampus!

Mampus!

Mampus!

Cilaka dua belas!

"Zizi ...."

Suara Ben terdengar pelan memanggil nama cewek itu. Membuat Elzi bertanya dengan tak kalah pelannya.

"Apa?"

Tak menjawab, Ben justru bergerak. Melepaskan diri dari kedua tangan Elzi dan berbalik. Menghadapi cewek itu.

Tangan Ben naik satu. Langsung mengangkat wajah Elzi. Dan secepat kilat ia menundukkan wajah. Menyambar bibir cewek itu dalam satu ciuman dalam.

What?

Ben nyium aku lagi?

Tiga kali ketemu, tiga kali dia nyium aku?

Mata Elzi membelalak dengan amat besar. Hingga nyaris membuat ia yakin kalau bola matanya bisa meloncat saat itu juga!

Di saat jantung aku deg-degan karena lari-larian, Ben malah nyium aku?

Dasar, hidung Squidward!

Dia selalu pintar nyari kesempatan dalam kesempitan!

Cepat, Elzi mengepalkan kedua tangannya di depan dada Ben. Mencoba mendorongnya. Berusaha untuk melepaskan bibirnya dari ciuman itu.

Ya kali!

Keluar dari mulut Mario malah masuk ke mulut Ben!

Ini bukan pepatah!

Ini kalimat dengan artian yang sesungguhnya!

Hingga kemudian, Elzi merasakan bagaimana Ben menarik diri. Melepaskan bibirnya. Tapi, tetap menjaga jarak dalam angka yang tak seberapa di antara mereka.

"Dia makin ke sini," lirih Ben di atas bibir Elzi. "Kamu nggak mau ketangkap kan?"

Seketika, Elzi bingung.

Ben benar.

Tapi ....

Tidak memberikan waktu bagi Elzi untuk berpikir, Ben kembali menundukkan wajahnya. Kembali mencium Elzi. Hingga untuk beberapa saat, kebingungan dan ketakutan membuat Elzi bahkan tidak yakin harus melakukan apa. Tapi, mendapati Elzi yang diam Ben justru memanfaatkan hal itu.

Tangan Ben merengkuh pinggang Elzi. Melenyapkan tubuh mungil itu ke dalam pelukannya yang terasa mengukung. Dan ketika itulah, Ben perlahan membuai Elzi. Melumat kedua belah bibir cewek itu dengan penuh irama. Hingga membuat Elzi gemetar seluruh tubuh.

Nggak ....

Ini pasti gemetaran gara-gara aku abis lari.

Ah, juga karena aku belum makan malam.

Hingga detik selanjutnya, seolah terbawa suasana, Elzi malah menyambut ciuman itu. Mungkin karena adrenalinnya yang malam itu berlebih sehingga membuat ia mudah terbuai ketika Ben mencium dirinya.

Ciuman Ben tidak bisa dibilang lembut. Ia justru dengan lincah melumat tiap sisi bibir Elzi. Mengeluarkan suara berdecak, yang anehnya justru Elzi pikir terdengar lumayan seksi.

Ya Tuhan.

Segininya ya efek lari-larian di malam hari dengan perut kelaparan?

Karena selanjutnya, ketika Elzi menarik napas, tanpa sadar kepalan tangannya di dada Ben, berubah seketika. Menjadi dua remasan yang cenderung memberikan tarikan pada cowok itu. Untuk semakin menunduk. Demi menunaikan permintaan tanpa kata yang Elzi inginkan. Yaitu memperdalam ciuman mereka.

Samar, bibir Ben bergerak dalam satu senyuman penuh kemenangan. Hingga tak ada rasa sungkan sedikit pun yang tersisa. Tergantikan oleh hasrat yang langsung menyala. Menerbitkan dorongan yang membuat Ben tak ingin menunggu lebih lama lagi.

Mempertahankan tubuh Elzi di pelukannya, Ben sedikit memiringkan wajahnya. Demi mencari posisi yang tepat untuknya. Agar bisa semakin dalam memanggut bibir itu. Mengecupnya. Mencicipi.

Hingga lantas Ben menjulurkan lidahnya. Untuk ia memberikan usapan hangat di bibir Elzi. Menerbitkan gelenyar yang membuat cewek itu gemetaran, tanpa sadar membuka mulutnya. Menyilakan Ben untuk masuk ke dalam kehangatan yang ia miliki.

Menemukan apa yang ia cari, Ben lantas mengisap lidah Elzi. Membelainya dengan hangat. Untuk kemudian mencecap rasa di sana. Lantas melumatnya dengan penuh irama.

"Permisi, Pak."

Mata Elzi yang entah dari kapan memejam, sontak membuka ketika mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya itu. Tentu saja itu adalah suara Mario.

"Apakah---"

"Aaargh ...."

Elzi merinding. Antara mendengar suara Mario atau justru suara erangan Ben. Pokoknya, keadaan jantung Elzi di dalam sana sudah tidak terkendali lagi.

"Oh, saya minta maaf."

Mario segera menjauh. Membuat kelegaan itu hadir menenangkan perasaan Elzi. Di mana ia yakin dengan pasti. Bahwa suara decakan ciuman mereka, berhasil dengan telak mengusir pria itu. Dan terutama dengan erangan dari tenggorokan Ben. Cowok normal mana pun pasti sudah tau dengan jelas kegiatan apa yang Ben lakukan di tempat berlekuk yang gelap itu.

Mengekori kepergian Mario dengan sudut matanya, Elzi merasakan lega yang tak terkira. Akhirnya ia benar-benar lepas dari Mario. Dan sekarang, ia ingin lepas dari Ben.

Maka tanpa berpikir dua kali, Elzi menggigit bibir Ben. Membuat cowok itu tersentak dan menarik ciumannya. Tapi, anehnya ia tidak terlihat marah lantaran perbuataan Elzi. Alih-alih, ia justru merasa lucu.

"Lama nggak ketemu, aku nggak ngira kalau kamu udah mulai suka gigit-gigit manja," ujar Ben seraya mengusap bibirnya yang digigit Elzi barusan. "Ehm ... menarik. Sesuai dengan tipe kesukaan aku."

"Gigit-gigit manja dasar hidung Squidward!"

Menggeram, nyatanya Elzi tidak melupakan bahwa ia perlu menghirup napas panjang berulang kali. Seraya berusaha mengatur debar jantungnya yang masih berdetak tak karuan. Dan kala itu, Elzi berkata.

"Sebenarnya aku nggak mau banget ngomongnya. Tapi, tetap aja. Makasih buat pertolongan kamu."

Untuk ucapan terima kasihnya, Elzi mendapati jari Ben yang kemudian mengusap wajahnya.

"Siapa dia?"

Elzi tak menjawab. Dan Ben lanjut bicara.

"Keadaan kamu kacau balau, Zi."

Tentu saja, Elzi mengiyakan. Hingga kesadarannya akan keadaan yang sedang menimpanya, membuat Elzi seperti kehilangan kekuatannya. Dengan tiba-tiba, ia merosot dan terduduk di lantai. Kedua tangannya naik, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dan air matanya tumpah tanpa bisa ia tahan.

"Zi?" Ben seketika panik. "Kamu kenapa?"

Di saat itu, entah sadar atau tidak, Elzi justru menjawab pertanyaan Ben. Di sela tangisnya yang masih berlanjut.

"Mario," isak Elzi. "Rio berusaha memperkosa aku, Ben."

Lalu, tangisnya pun pecah. Hingga ia tak memberikan penolakan sedikit pun ketika Ben justru menarik Elzi ke dalam pelukannya.

Elzi meremas dada Ben. Kemudian memukulnya. Lantas meremas lagi. Demi meluapkan berbagai emosi yang sekarang berkecamuk di dalam dadanya.

"Dia jahat, Ben."

Ben diam saja. Hanya mengusap tubuh Elzi dengan lembut. Seperti memberikan waktu unutk cewek itu menumpahkan kesedihannya.

"Dia jahat. Dia ngebuat sepatu hasil tabungan tiga bulan aku lenyap gitu aja, Ben."

Eh?

Usapan tangan Ben terhenti seketika. Alih-alih, dahi Ben tampak berkerut sekarang. Seperti bingung dengan Elzi yang mendadak justru membahas soal sepatu dengan merk ternama itu. Yang sekarang keberadaannya sudah tidak tau rimbanya.

"Kenapa sih aku sial terus, Ben?" tanya Elzi lagi. "Minggu kemaren aku kehilangan gaun baru aku. Sekarang aku kehilangan sepatu baru aku."

Terisak, Elzi mendekap tas tangannya erat-erat. Lalu mengeluskanya dengan lembut.

"Untung banget tadi aku sempat ngambil clutch edisi terbatas ini sebelum kabur dari unit Mario. Kalau nggak, aku nggak tau lagi deh gimana jadinya hidup aku."

Dan kali ini, Ben sungguh tidak mampu menahan diri.

"Zizi ...."

Mengerjapkan matanya yang tampak berlinang air mata, Elzi lantas mengangkat wajah. Melihat pada Ben dan mendapati raut bodoh di wajah cowok itu.

"Apa?"

Lalu, Ben bertanya.

"Kamu masih waras kan?"

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro