🍃第二章ポイント二
Sejak kejadian sebelumnya, [Name] terguncang berat. Bukan syok, melainkan memorinya yang terkunci rapat terpicu kehadiran Sanemi. Sekali ia duduk di kursi kelasnya, pusing tidak tertahankan menyerang [Name]. Apakah mereka pernah bertemu? Ia berpikir, "Apa dulu dia tinggal di desa Nenek, ya? Kok samar-samar..."
Kebetulan Zenitsu kembali. "Kau ngiter-ngiter gak?" diikuti Inosuke macam budak.
"Library," balas [Name] sok Inggris.
"Kalau aku, sih dari kantin," ujar Inosuke seenaknya campur urusan.
Emosi Zenitsu memuncak. "Ya, kan kita barengan!" buat [Name] menertawakan lucunya komunikasi dua teman barunya. "Oh ya, kau yakin gak apa bolos lapor guru kedisiplinan? Habis... kau telat." Inilah yang Zenitsu benci karena Inosuke terlalu bodoh mengerti sistem sekolah.
Kancing kemeja Inosuke masih terbuka. "Tenanglah, Monitsu! Gak ada yang bakal nyangka aku telat."
Inosuke dengan santainya mengangkat kedua kaki ke meja. "Tenanglah, Monitsu! Tidak ada yang akan menyangka aku telat jadi semua guru pasti tidak tahu!" Kancing pakaiannya masih terbuka sehingga tubuh berototnya terekspos ke sana kemari, buat Zenitsu risih melihat kelakuan Inosuke.
Zenitsu mengerutkan dahi. "Justru kebalikannya..."
"Inosuke, kau sangat menarik. Khususnya kau tidak membawa buku pelajaran ke sekolah." (Y/N) tertawa menunjuk ke tas Inosuke yang hanya terisi snack.
Tidak lama kemudian, seorang wanita cantik memasuki kelas. "Selamat siang semuanya," katanya selembut mungkin, menyapa para murid yang tengah asyik mengobrol. "Sudah waktunya jam belajar biologi." Akhirnya semua murid bergegas kembali ke kursi masing-masing.
(Y/N) menyipitkan mata. Begitu melihat adanya Kanae berdiri di depan papan tulis, sebuah teriakan yang tertahan terlontar dari mulutnya. "Kanae sensei!" panggilnya diiringi senyuman ceria.
Kanae melirik ke (Y/N). "Hai!"
(Y/N) menutup mulutnya, menahan senyuman yang semakin melebar seiring waktu. Rasanya senang sekali diajari guru tersayang apalagi membahas pelajaran favoritnya. Pelajaran yang biasa diajarkan Rengoku bukanlah di bidang kemampuannya. Untungnya Rengoku mampu mengubah pelajaran yang rumit menjadi cukup mudah hanya dari caranya menjelaskan.
"Baiklah! Bukalah catatan kalian." Kanae perlahan menjelaskan beberapa hal yang para murid tidak mengerti, juga menyuruh Inosuke menurunkan kaki sebelum dihukum mengangkat ember air di luar kelas yang buat Zenitsu diam-diam tertawa.
(Y/N) mencatat setiap ucapan Kanae supaya selalu ingat apa saja yang diajarkan. Tidak hanya dirinya, ternyata ada gadis lain yang juga mendengarkan apa kata Kanae. Gadis cantik dengan jepitan kupu-kupu yang serasi seperti milik Kanae.
Zenitsu memajukan bibir. "Oh apakah itu Kanao?"
(Y/N) menaikkan alis. "Siapa dia?"
"Adiknya Kanae sensei, dan Shinobu san."
(Y/N) semakin tidak mengerti nama-nama yang disebut Zenitsu. Terlalu banyak orang yang tidak dikenalinya. Namun wajar, ini hari pertamanya bersekolah di sana. Besok mungkin hari yang lebih baik.
"Shinobu san adalah kakak kelas kami." Mata Zenitsu berbinar-binar mengagumi kecantikan Shinobu dalam imajinasi. "Kecantikannya sangatlah..." Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Kanae menginterupsi percakapan.
"Apa yang kalian bicarakan?" Kanae terdengar serius.
Zenitsu terdiam sejenak. "Tidak apa, sensei." Kedua murid yang awalnya ketahuan mengobrol itu bergegas berpura-pura belajar. Akting mereka sangat buruk sampai Kanae hanya tersenyum mengetahui apa yang mereka lakukan sebenarnya sedangkan Zenitsu tidak kehabisan akal. Lelaki itu menuliskan pesan di kertas, dan melemparnya ke (Y/N).
"Apakah kau ingin ikut menjenguk ke rumah Tanjirou?"
(Y/N) membalas pesan sesingkatnya. "Namun aku tidak tahu siapa dia..."
Zenitsu tahu apa yang dipikirkan (Y/N). "Tanjirou pasti tidak masalah adanya dirimu. Dia senang berteman dengan semua orang," bisiknya pelan, memastikan Kanae tidak mendengar mereka.
"Uhm..." (Y/N) menopang dagu. "Baiklah."
Zenitsu kemudian mengajak Inosuke. Namun melalui bahasa isyarat yang sulit (Y/N) pahami. Sepertinya kedua lelaki itu membuat bahasa isyarat sendiri sehingga hanya mereka yang tahu. Tatapan Zenitsu beralih ke (Y/N). "Dia terlalu bodoh untuk memahami tulisanku."
(Y/N) tersenyum kecut. "Kurasa Inosuke tidak sebodoh itu..."
Sepulang sekolah Zenitsu menuntun arah pada (Y/N). Mereka bertiga berjalan bagaikan teman masa kecil. Sangat dekat sampai (Y/N) lupa bahwa mereka akan datang ke rumah Tanjirou, bukan taman bermain. Mereka melewati minimarket, dan tepat di toko roti, mereka berhenti.
"Kau ingin membeli roti terlebih dahulu?" (Y/N) mampu mencium wangi tepung dari dalam toko.
Inosuke menghela napas. "Ini rumah Tanjirou."
"Keluarganya tinggal di lantai dua. Di bawahnya adalah toko roti ini." Zenitsu menunjuk per lantai rumah Tanjirou. (Y/N) mengangguk, merasa Tanjirou anak yang sangat unik. Tiga sekawan itu tidak sabar melihat reaksi Tanjirou saat melihat kehadiran mereka. Mungkin senang, terkejut, atau menangis terharu.
Mereka membuka pintu yang disambut oleh gadis berapron. "Selamat datang!"
Zenitsu melompat kegirangan ke arah sang gadis. Raut wajahnya berbunga-bunga. "Zenitsu san, Inosuke san, dan..." katanya melirik ke mereka, tidak tahu siapa (Y/N) yang berdiri di dekat mereka.
"Namaku (Y/N) (L/N), teman sekelas mereka."
"Oh! Hai (Y/N)! Aku Nezuko Kamado!" sahutnya bersemangat. Nezuko yang tengah membantu keluarganya memanggang roti hanya tersenyum. Orangtua Tanjirou bahkan mengijinkan mereka langsung naik tangga menemui Tanjirou yang sakit. Sebelum (Y/N) pergi, Nezuko sempat melambaikan tangan. "Terima kasih sudah datang menjenguk kakakku."
(Y/N) membungkuk hormat, lalu meninggalkan Nezuko. Pikirnya mungkin cukup menyenangkan memiliki adik, atau kakak seperti keluarga Tanjirou. Kedua orangtuanya pun sama baiknya. Keluarga yang ramai, juga ramah. (Y/N) memutar mata. "Tanjirou si anak diberkati," batinnya mengukir julukan Tanjirou di kepalanya.
Inosuke mendobrak pintu geser di ruangan dekat tangga. "Oi Gonpachiro!" teriaknya berlari ke arah Tanjirou yang terbaring lemas di kasur. Tanjirou yang awalnya tidur pun bangkit memposisikan diri, menaruh bantal kecil di belakang punggungnya, dan duduk bersender di dinding.
"Zenitsu, Inosuke! Kalian ke sini, ya..."
(Y/N) menelan ludah. Ini pertama kalinya (Y/N) memasuki kamar seorang lelaki. Jujur saja, sedikit tidak nyaman. Tanjirou memang anak yang tidak mungkin berbuat hal 'aneh.' Namun (Y/N) bersikap waspada akan segala sesuatu yang bisa terjadi padanya.
Tanjirou melirik ke gadis berseragam yang masih ragu memasuki ruangan dengan tatapan hangat. "Tidak perlu takut. Kau bisa duduk di kursi yang sudah kusiapkan. Jaraknya tidak terlalu dekat dengan kami."
"Uhm..." (Y/N) terkejut mendengar Tanjirou yang peka sekali. "Terima kasih banyak, Kamado san..." gumamnya malu-malu. Semburat merah muncul di kedua pipi (Y/N), merona seperti kepiting rebus.
Tanjirou tersenyum membentuk sabit di bibir. "Bukan masalah. Panggil saja aku Tanjirou, (Y/N)."
"Kau tahu siapa aku?" (Y/N) melotot.
Zenitsu mengacungkan jempol penuh bangga. "Aku menelponnya."
(Y/N) tertawa canggung. "Cepat sekali Zenitsu memberitahu Tanjirou..." batinnya tidak menyangka. Di kursi berlapis bantal yang disiapkan, (Y/N) menyamankan dirinya walau tidak enak hati pada kebaikan Tanjirou. "Tanjirou, apa kau beristirahat cukup?" (Y/N) merogoh beberapa obat yang disimpannya. Seingatnya, Ibunya pernah menaruh sirup yang ampuh memulihkan tenaga di tas, dan (Y/N) yakin itu berguna untuk Tanjirou.
Tanjirou kini lemah bagaikan daun kering yang akan terbang jatuh ke tanah. Harus dijaga hati-hati supaya tidak hancur. Inosuke sama cemasnya melihat keadaan Tanjirou. Rapuh. Tanjirou sendiri paham perasaan Inosuke. "Tenang, besok aku ke sekolah jadi kita berangkat bersama, ya." Senyuman Tanjirou seketika menghangatkan suasana.
"Bagaimana dengan Nezuko?"
Zenitsu tertawa riang. "Nezuko chan juga ikut kita." Sekilas (Y/N) melihat ada tatapan cinta Zenitsu saat menyebutkan nama Nezuko. Tidak salah lagi, Zenitsu menyukai Nezuko. Memang Nezuko gadis yang tidak kalah cantik jika disandingkan bersama (Y/N). Justru kalau mereka berdiri bersampingan, kedua gadis remaja itu seperti titisan malaikat. Selain paras indah, senyuman selalu menjadi hal yang paling cocok di wajah mungil Nezuko. Polos, baik hati, banyak hal yang bisa Tanjirou jelaskan satu per satu untuk mendeskripsikan adik kesayangannya.
Menghabiskan waktu di rumah Tanjirou ternyata jauh lebih menyenangkan ketimbang membaca buku. Mereka membicarakan banyak topik lucu sampai (Y/N) yang awalnya kesusahan mengekspresikan diri langsung tertawa bebas. Tidak seorang pun menahannya.
"Hahahahaha!" (Y/N) memegang perut, kesakitan setelah lambungnya terasa berputar-putar karena banyak tertawa. Apalagi tingkah konyol Inosuke sukses menambah kelucuan. Namun satu-satunya yang membuat (Y/N) susah menarik napas adalah Tanjirou. Setiap kali Tanjirou berbohong, wajah tampannya berubah lucu, dan (Y/N) sampai menitikkan airmata.
"Astaga, Tanjirou! Kau obat stressku."
Saat itu pun Nezuko membuka pintu ruangan. "Ayo makan malam!" Zenitsu nampak senang. Entah karena diberi makanan gratis dari keluarga Tanjirou, atau melihat Nezuko lagi di depan matanya.
Inosuke berdiri. "Menu?"
Nezuko tersenyum senang. "Tempura."
"Aahh! Tempura! Tempura!" Inosuke melompat kegirangan mendengar makanan kesukaannya disebut. Ketiga lelaki remaja itu bersemangat untuk mengisi perut yang lapar. Namun (Y/N) malah sibuk mengecek ponsel.
"Ada apa?" tanya Tanjirou keheranan.
(Y/N) menggeleng. "Maaf, aku tidak bisa makan malam di sini. Aku harus pulang secepatnya. Sudah malam, dan Ibuku pasti kesepian sendirian di rumah." Ucapan mulia (Y/N) menusuk tepat di hati kakak-beradik Kamado.
Tanjirou menepuk pundak (Y/N) pelan. "Baiklah. Lain kali saja, ya." Nezuko mengangguk setuju, ikut menghibur (Y/N).
Tanjirou mengeluarkan jaket, juga topi dari lemari. "Baiklah. Mari kuantar ke rumahmu."
"E, eh? Tidak perlu repot!"
"Kalau kau pulang tanpa ditemani, kau akan diuntit oleh orang jahat di luar sana. Akhir-akhir banyak kasus kejahatan saat malam hari jadi setidaknya kalau itu terjadi, aku mampu melindungimu."
(Y/N) mengangkat ranselnya, lalu berkata, "Tidak, tidak." (Y/N) masih cemas pada kondisi Tanjirou, dan tidak ingin merepotkan teman barunya itu. Langsung saja (Y/N) keluar, lalu izin pulang terlebih dahulu pada orangtua Tanjirou.
Ibu Tanjirou sedikit sedih kehilangan kesempatan makan bersama (Y/N). Namun (Y/N) berjanji akan sering datang makan di sana. Belum sempat Tanjirou kejar, (Y/N) bergegas pergi menuju jalan raya.
"Bukankah berbahaya?" tanya Zenitsu tidak tahu harus bagaimana.
Inosuke melipat lengan ke depan dada bidangnya. "Kalau kita biarkan, dia akan mati, lho."
Tanjirou menatap ke bulan purnama yang menyinari mereka. "Ya aku tahu."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro