Chap 5
Setelah beberapa menit, Sanemi mendecakkan lidah. "Bisakah kalian memberi kami privasi? Aku ingin bicara empat mata padanya," mohon Sanemi yang terdengar bagai perintah mutlak. (Y/N) yang mendengar hanya menunduk ketakutan jika Sanemi hendak berkata ingin melupakannya ketimbang menjalin hubungannya lagi.
"Hah? Kalian saja yang pergi!" protes Uzui, hashira yang malas berpindah tempat. Sebelum Sanemi memicingkan aura membunuh, Iguro terlebih dahulu memukul lengan Uzui seolah memaksa, dan Himejima ikut mendorong supaya Uzui cepat minggir, lalu para hashira pun meninggalkan Sanemi bersama (Y/N). "Sialan!" umpat Uzui kesal, heboh seperti biasa seiring berjalan menjauh.
Selama beberapa menit, keduanya berdiri berhadapan saling termenung, menatap ke arah berlawanan. Tidak ada yang membuka mulut mencoba mendiskusikan topik pembicaraan. Ketakutan merutuki seisi pikiran (Y/N). Lelaki Shinazugawa di depannya yang tidak kunjung menyapa, atau melontarkan sepatah kata nampak pucat. Entah karena kelelahan bertarung, atau alasan lain.
Akhirnya Sanemi beralih kepadanya. "Nichirin di tanganmu..." Iris hitam mengkilap Sanemi melirik ke pedang di genggaman. "Berarti kau sudah mengingatku, ya. Kau bukan lagi murid Kimetsu Gakuen, melainkan salah satu pemburu." Sanemi menekankan kata terakhir, memperjelas bahwa (Y/N) sudah memiliki tanggung jawab sebagai anggota yang bertugas melindungi warga di bawah perintah Ubuyashiki. Namun (Y/N) tidak peduli, ia ingin tahu apa yang dirasakan Sanemi kini untuknya.
"Tetap saja aku anak SMA sedangkan kau guru." Anehnya (Y/N) menahan ucapan hatinya. Alih-alih berterus terang, ia malah mengulur waktu supaya Sanemi tidak membicarakan mengenai status mereka. Sejujurnya ia takut mendengar seandainya Sanemi tidak lagi menyimpan rasa. "Apa kau kesulitan mengajari murid? Beruntung aku pintar, hehehe!" canda (Y/N) memaksakan tawa.
Tiba-tiba tangan Sanemi menyentuh pipinya, menangkup wajah tembamnya. (Y/N) sontak terdiam, mematung terkejut oleh aksi Sanemi. Alis lelaki itu mengerut, dan sorot lembut yang sudah lama tidak dilihatnya kembali nampak. "... berhenti." Intonasi lemah menghanyutkan hati rapuhnya. Ia dibuat terlena. Tanpa sadar, semburat merah mewarnai paras cantiknya bak kepiting rebus. "Apakah kehidupan barumu indah? Apa kau memiliki teman? Bagaimana orangtuamu? Apa kau ada masalah?" Berbagai pertanyaan meneror (Y/N).
Ternyata Sanemi sangat mencemaskannya sampai akhirnya ia melompat kecil begitu kekasihnya menempelkan dahi ke dahinya. Napas mereka bertemu, menghangatkan satu sama lain. "Apa... kau masih mencintaiku?" Pertanyaan terakhir yang terdengar ragu. (Y/N) terbelalak, tidak menyangka Sanemi memikirkan hal sama.
Airmata turun merintik dari permatanya. "I, iya... aku masih..." balas (Y/N) gagap dimana isakan tangisan menghalanginya berbicara jelas. "Apa kau membenciku...?" Kepalanya menunduk, ia tidak ingin Sanemi mengetahuinya tengah menangis. Hidung mancungnya berair pula. Ia membutuhkan sesuatu untuk menjaga dirinya kuat mental.
Percuma. Walau (Y/N) berusaha menutupinya, Sanemi tahu pasti, juga yakin satu-satunya yang ia butuhkan adalah pelukan hangat. Tangan kekar Sanemi mendekap tubuh mungilnya. Bahkan perbedaan tinggi mereka buat kepala (Y/N) mendarat tepat ke dada bidang Sanemi. Sebuah elusan pelan di punggung memberitahunya semua akan baik-baik saja.
"Aku tidak pernah membencimu." Sanemi menyentuh dagu (Y/N), lalu menyibak surainya ke belakang telinga, guna merapikan penampilannya. "Tidak akan..."
***
Para kinoe, anggota kelas terbawah, sibuk melompati setiap atap rumah, guna memudahkan mencari ke mana lowermoon kabur. Dari tujuh iblis, tersisa satu saja yang masih hidup menghembuskan napas. Sungguh cepat larian lowermoon itu menuju tempat persembunyian. Tanpa berpikir lebih panjang, sang lowermoon kabur ke kota manusia. Dipikirnya bersembunyi di keramaian akan membuat organisasi pemburu kesulitan. Dia berhenti tepat di suatu jalan zebra cross.
Dengan satu tebasan sembarang, lampu raya yang menyala langsung terbelah jatuh ke tanah. Manusia yang berlalu lalang terpenggal, menyisakan potongan tulang tergeletak memenuhi tempat. Teriakan menulikan telinga. Manusia yang lemah tidak mampu membela diri, selain tewas sia-sia.
Darah membanjiri. Sungguh gila pemandangan pembunuhan massal ini. Kinoe, termasuk Tanjirou hanya membeku. Mereka mampu mendengar suara pembantaian. Semuanya takut maju karena tidak ada lagi opsi untuk menghentikan aksi lowermoon. Korban bergelimpangan. Dunia yang awalnya terkesan damai tentram kini bagaikan neraka. Terpaksa hashira diharapkan membantu.
Kebetulan gagak kasugai sudah mengabari hashira. Muichiro, hashira kabut bergegas memanggil keduanya, (Y/N), dan Sanemi. "Ada laporan bahwa lowermoon yang kita lawan berada di kota! Ayo, cepat sebelum terlambat."
Sanemi kemudian melepaskan pelukan, hendak bertugas. Namun (Y/N) berteriak, "Aku ikut!" buat Sanemi menolak permintaannya.
"Apa kau lupa? Terakhir kali kau tewas karena misi yang sama, membunuh lowermoon. Apa kau ingin reinkarnasi lagi?!"
"Aku tidak mungkin berdiam saja!"
"Kau mungkin masa bodoh. Aku yang selalu menderita jika kau tewas!" sesal Sanemi membentak, lalu pergi membiarkan (Y/N) sendiri. Namun diam-diam ia membuntuti hashira menuju TKP.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro