Bab 2: Mulai Menentukan Arah
Di saat dia-yang mengaku sebagai alterku-membuat sebuah portal persegi empat, aku benar-benar terkagum dengan hal itu. Pasalnya, itu hanya bisa dilakukan setelah mengorbankan begitu banyak skill sihir. Para penyihir menyebutnya skill bodoh. Bukan tanpa alasan, mereka menamainya begitu karena bukanlah skill yang menghasilkan serangan ke arah lawan. Mereka bahkan menganggap kalau orang yang mempunyai skill itu hanyalah seorang pecundang.
"Lihatlah, apa yang terjadi di sekitarmu sehari sebelum kematianmu," kata Alter itu.
Aku pun tersadar dari rasa kagum dan sontak menoleh ke arahnya. Aku tak yakin dia orang jahat, tapi untuk percaya aku satu jiwa dengannya masih begitu sulit untukku.
Dia tiba-tiba mendesa panjang. "Kau ini benar-benar sulit percaya dengan makhluk lain ya?" Nadanya seperti berpasrah.
"Tidak. Hanya saja sulit bagiku mempercayai ucapanmu tanpa bukit."
"Hoo, kau mau bukti? Baiklah, setelah waktu kebangkitanmu tiba, segeralah untuk menantang pemimpin Ras Demon. Kau hanya perlu memberiku waktu 5 detik untuk berpindah kesadaran."
"Aku tak mungkin melakukan hal konyol begitu," tolakku mentah-mentah.
Siapa yang dia maksud barusan? Selama karirku sebagai petualang, belum ada satupun umat manusia yang bisa mengalahkan Demon Lord. Bahkan untuk penyihir tingkat atas sekalipun. Meski sudah bersatu dengan ras lain seperti Elf dan Giant, kemenangan mutlak masih milik mereka.
Dia tak merespon, hanya tersenyum miring dengan tatapan yang merendahkan. "Ah, ya sudah. Silahkan lihat bagaimana kau menemui ajalmu...."
Aku sungguh kesal di remehkan begitu, tapi apa boleh buat, untuk saat ini hanya dia jalan keluar yang kupunya. Jadi, kuputuskan untuk menyimak dengan seksama adegan ulang kematianku sendiri.
Di dalam sihir persegi itu.
Pada malam hari, ada sekelompok orang yang melompat dari pohon ke pohon dengan cepat. Semuanya berpakaian serba hitam dan gerakannya tak menghasilkan suara apapun. Aku menduga mereka adalah Bounter, sekelompok penyihir bayaran yang ditugaskan untuk membunuh seseorang.
Mereka menuju ke tempat tinggalku yang berada di pinggiran hutan. Tempatnya terpencil, bahkan jika ada yang berteriak pun tak akan yang mendengar. Kemudian salah satu dari mereka memisahkan diri. Mereka berjumlah 3 orang, dan sekarang hanya tersisa dua.
Setelah cukup dekat dengan tempatku, mereka bersembunyi di sebuah gua. Sampai tiba-tiba hari berganti siang-mungkin si Alter ini yang men-skip bagian itu-para Bounter kembali mengintai. Dari jauh, terlihat Nhoe yang sedang menjemur pakaian di depan rumah. Namun, wajahnya tampak kesal. Ada apa?
Salah satu dari mereka memerintahkan untuk mendekat dan memperoleh informasi dari Nhoe.
"Sialan! Dasar tua bangka menyusahkan! Kapan dia matinya?!" Kata Nhoe sambil mengibaskan pakaian basah itu.
Mataku terbuka lebar, apa yang Nhoe maksud dengan 'tua bangka' barusan adalah aku? Apa selama ini dia menganggap kalau aku adalah beban baginya? Tapi kenapa?! Apa salahku? Bahkan dia sendiri yang menawarkan diri untuk merawatku di hari tua. Lalu kenapa?!
Tanpa kusadari, aku mengalirkan air mata. Tak pernah kusangka jika Nhoe akan berkata demikian tentangku. Hatiku remuk dan rasanya detak jantungku berhenti. Itu berarti....
"Jika saja aku mempunyai keberanian untuk membunuhnya, pasti sudah kulakukan dari dulu." Lanjut Nhoe, mengoceh.
Itu berarti....
"Benar!" Tiba-tiba si Alter itu bersuara. "Para makhluk berpakaian hitam itu adalah sewaan dari Nhoe, anakmu sendiri."
Dia mengetahui Nhoe anakku...?
"Kusarankan engkau untuk menyelesaikan apa yang sedang kau tonton. Sebagai manusia, tidak bijak rasanya kalau mengambil keputusan ditengah jalan, bukan?" Nada si Alter itu terasa tajam dan dingin. Meski ucapannya ada benarnya juga.
Lalu aku kembali fokus ke masa lalu tersebut.
Tiba-tiba salah satu bounter itu ada di belakang Nhoe. Mereka terlihat berbisik-bisik.
"Rencana akan segera dimulai, Nona," katanya.
Nhoe tersenyum tipis dan membalas, "Lebih cepat lebih baik."
"Terima kasih."
Tiba-tiba Bounter itu mengeluarkan sihir petir tepat di punggung Nhoe, membuatnya pingsan seketika. Kemudian tiba-tiba sihir portal itu melihatkan scene di tempat lain.
Apa yang terjadi? Komentarku dalam hati. Aku sangat penasaran dengan kelanjutan yang terjadi pada anakku itu. Meskipun kedoknya terbongkar beberapa saat lalu, tapi sebagai seorang Ayah, aku tak bisa sama sekali membencinya.
Di scene lain itu, terlihat aku yang tengah tertidur pulas. Akhirnya aku bisa melihat wajah tuaku selama ini, berkeriput, rambut pendek berwarna putih dan bekas luka yang mulai menghitam. Mungkin Nhoe sendiri sangat jijik saat melayani diriku.
Pintu terbuka, Bounter itu berjalan dengan santainya. Dia menggunakan sihir analisis-kemampuan untuk melihat MP, tingkat sihir, serta status Magical dari lawannya.
Setelah menganalisisku, dia duduk di tepi ranjang. Tak lama dia mengusap rambutku. Saat itu aku langsung terbangun dan Bounter segera berdiri dan bersiap menyerang.
Saat mataku terbuka, dia mengiris leherku dan darah segar mengalir deras. Melihatku masih hidup setelah beberapa menit, Bounter itu menusuk jantungku dan kemudian aku pun ... mati.
Sihir portal itu menghilang. Perhatianku tertuju pada Alter-dengan tampilan diriku sendiri-dia tampak tersenyum tipis. Benar-benar menyebalkan.
"Boleh aku tau siapa para Bounter itu?" tanyaku kepadanya.
"Bukannya tidak seru kalau kukasih tau? Tapi karena aku orang yang baik hati, aku akan memberi satu clue padamu. Para Bounter itu adalah orang-orang dari Party Och, dan kau mengenalnya."
Party Och? Dia bercanda? Aku mengenal semua anggota Party tersebut. Kami sangat loyal bahkan untuk masalah pribadi sekalipun. Aku tak bisa berpikir alasan kenapa pembunuh itu membunuhku?
"Kau ingin tau hal itu bukan? Maka ikutilah takdirmu, secara perlahan dan pasti, kau akan tau apa yang sebenarnya terjadi."
Agh!! Ingin kucincang mulut makhluk ini. Tapi sabar Satoru, kau pasti bisa menahan amarahmu ini. Ya! Pasti bisa!
"Aku tercipta dari-"
Tiba-tiba sebuah cahaya datang, dan si Alter menyuruhku untuk pergi. Akupun menurutinya.
***
Setelah aku merapalkan mantra, tidak terjadi apapun. Itu berarti semua kemampuan sihir yang aku peroleh dulu telah menghilang. Aku juga tidak bisa merasakan aliran sihir. Kemudian saat aku melihat ke bawah, aku tengah mengenakan pakaian compang-camping yang penuh dengan debu. Warna kulitku juga menjadi sedikit pucat.
Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Berjalan menyusuri Labirin ini? Atau....
Tiba-tiba terdengar sebuah auman dari arah belakang. Sontak aku melihat, saat itu juga sebuah angin kencang menerpa tubuhku. Mataku pun sulit untuk melihat.
Bunyi apa barusan?
Dengan perlahan aku mendekati arah tersebut. Takut? Tidak, hanya saja kakiku bergetar hebat, makanya aku berjalan pelan-pelan.
Aku bersembunyi dibalik bebatuan, kulihat makhluk itu sedang memakan daging binatang. Dari bayangannya dia adalah Minotour, ras monster yang cukup hebat. Lalu daging apa yang dia makan? Sial! Terlalu gelap, aku tak bisa melihatnya dengan jelas.
Setelah dirasa kenyang, Minotour itu pergi meninggalkan mayat yang hanya tersisa tulang-belulang. Aku akhirnya keluar dari persembunyian. Tak bisa kubayangkan jika melawannya dengan kondisi tak bisa menggunakan sihir seperti ini. Sudah pasti aku akan jadi santapan berikutnya.
Tak lama setelah itu, bermunculan serangga yang mengerumuni mayat tadi. Salah satu serangga kecil itu menempel di tanganku, karena merasa terganggu aku pun menepis dan menginjaknya.
Tiba-tiba sebuah tulisan 'Exp +1' muncul. Apa ini?
[Itu sistem khusus bagi seseorang yang memiliki Alter]
Ha? Suara itu ... bukannya sang Alter?
[Ini memang suaraku, bodoh! Akhirnya aku bisa membuka skill bersuara.]
Alter terdengar menghela napas panjang.
[Baiklah-baiklah, akan aku jelaskan. Begini, karena kau telah membunuh serangga itu, kau mendapatkan Exp atau Experience. Nah, karena Exp-mu naik, artinya aku mempunyai beberapa pilihan skill untuk dibuka. Apa kau paham sampai sini?]
Penjelasannya membingungkan.
[Ah!!! Ya sudah, sekarang kuperintahkan kau untuk membunuh serangga-serangga itu sebanyak mungkin. Cepat!]
"Tapi bagaimana carany-"
[Berpikirlah wahai manusia, kalian itu makhluk yang lebih sempurna, seharusnya tekad bertahan hidup kalian lebih kuat. Huh!]
Alter itu mendengus, saking kesalnya dengan ketidaktahuanku.
Dengan kesal, aku menghabisi beberapa serangga berterbangan itu dengan kasar. Hanya untuk melampiaskan emosiku. Berbicara dengan Alter itu cuma menambah beban pikiranku saja. Sialan kau!
Aku memukul serangga itu ke tanah, lalu menginjak-injaknya sampai rata. Kutangkap beberapa lagi dan menendangnya sekuat tenaga. Psikopat? Aku tak peduli! Saat ini aku benar-benar dipenuhi amarah.
Begitulah seterusnya. Hingga....
Exp +99.
[Ah, akhirnya sudah banyak. Cukup, hentikan manusia.] perintah Si Alter.
Namun, aku pura-pura tak mendengarnya. Aku malah mematahkan kaki dari serangga tersebut dan menikmati kesakitan seekor serangga.
[Hentikan bodoh!]
Tiba-tiba sengatan petir keluar dari tubuhku, menyengat dan tubuhku pun keluar asap yang cukup tebal. Apa yang....
[Itu adalah hukuman karena pura-pura tuli!]
Apa?! Dia bisa melakukan hal semacam itu? Curang! Dunia ini memang tidak adil.
[Sudah, sudah! Aku akan menjelaskan apa yang baru saja kau alami, untuk itu tolong konsentrasi dan fokuslah.]
Aneh tapi nyata, aku menuruti perintah si alter ini. Otakku langsung mengosongkan pikiran dan bersiap menerima penjelasan dari sang Alter.
[Oke, baiklah. Sengatan petir tadi adalah sihir dasar elemen petir, untuk meng-upgrade-nya diperlukan +10 Exp. Kau paham sampai sini?]
Aku mengangguk perlahan.
[Lanjut! Seorang ras Demon biasanya hanya bisa memiliki 2 elemen sihir, tetapi karena kau memiliki diriku, seorang Alter, jadi kau bisa memiliki 5 elemen, dengan syarat Exp yang kau kumpulkan telah tercukupi.]
Begitu. Penjelasannya singkat tetapi mudah dimengerti. Jadi sisa point Exp-ku tinggal +90, itu berarti aku cukup membasmi para serangga ini terus-menerus sampai....
[Ah, maaf karena terhenti. Selanjutnya aku akan menjelaskan tentang Level. Tingkatanmu saat ini masih seorang Ras Demon tanpa gelar. Point Exp maksimal yang bisa kau dapatkan hanya sampai +200 saja. Karena itu, untuk memaksimalkan potensi yang didapat, kau bisa menyerahkan urusan point ini kepadaku. Bagaimana?] tanyanya, berusaha membuat kesepakatan denganku.
Aku tampak menimbang-nimbang, ada kemungkinan terburuk dan terbaiknya. Kalau...
[Jangan terlalu banyak berpikir, tak ada untungnya aku menyakiti dirimu. Malah aku yang jadi kerepotan kalau Exp point-mu berantakan.]
Hm, benar juga. Kami adalah satu, 'kan? Baiklah, kurasa aku bisa mempercayainya, meski tidak sepenuhnya. Namun, paling tidak ada ruang kepercayaan dalam diriku untuknya.
[Yosh! Sekarang aku akan mengambilkanmu satu elemen sihir lagi, sebentar aku akan coba analisis dulu. Mungkin ini akan membutuhkan waktu yang cukup lama, jadi kau bisa segera pergi ke tempat lain.]
Tanpa perlawanan aku menuruti perintahnya. Aku melangkah menyusuri jalan yang begitu gelap, tapi bentuk dari kerikil-kerikil kecil masih terlihat. Setelah cukup lama berjalan, akhirnya sebuah tempat dengan cahaya yang cukup terang datang. Cahayanya begitu menyilaukan dan bisa-bisanya aku berpikir kalau itu adalah jalan keluar dari labirin tersebut.
Namun sayangnya itu semua hanya imajinasiku saja. Aku ternyata hanya berpindah lantai. Kenapa aku tau? Itu karena aku dan party Och sudah sering memasuki Labirin semacam ini.
Di lantai Labirin kali ini, suasananya lebih terang, di langit-langitnya ada semacam kristal es yang bercahaya putih. Aku melangkah perlahan sambil mengamati sekitar. Kuharap monster atau Iblis di sini tidak begitu kuat.
[Biar kuberitahu, sekarang kau ada di lantai 98.]
Ah terima kasih, tapi tunggu ... bukankah itu tidak mungkin? Lantai terdalam yang bisa kami capai hanyalah sampai lantai 20 saja. Itupun penghuni lantainya sudah setara dengan Demon Lord. Pasti si Alter ini berboho-
[Ya sudah kalo tak percaya. Oh iya, di belakang bebatuan di sebelah kananmu ada 3 Minotour. Selamat berjuang ya, dah!]
Ha?!
Aku sontak menoleh ke kiri, ternyata benar memang ada batu besar tapi tak ada tanda-tanda Minotour di sana. Jika saja sihirku tidak hilang, mungkin aku bisa merasakan kehadiran para monster.
Tanganku tiba-tiba terangkat dan mengeluarkan sihir Petir ke arah batu tersebut. Para Minotour keluar dari kepulan asap dan berjalan beriringan ke arahku.
Kenapa tanganku ... sialan kau Alter! Pasti ini ulahnya. Ternyata dia memang bisa mengendalikanku seenak jidatnya. Aku tak memiliki pilihan lain selain lari dari ketiga Minotour itu. Mana mungkin aku melawannya dengan kondisi seperti ini.
Benar saja, Minotour itu mengaung. Saking berdengungnya telingaku menjadi tuli untuk sesaat. Sial! Lariku terasa sangat lambat sementara langkah kaki Minotour itu sangat lebar. Jika begini kondisinya, aku akan terkejar.
"Alter!"
[....]
Oy oy oy! Jangan bercanda di situasi seperti ini. Aku membutuhkan bantuanmu. Tidak! Kau harus bertanggung jawab karena membuat para Minotour itu marah.
[Berjanjilah satu hal.]
"Apa?!" tanyaku ditengah lari, napasku mulai terengah-engah. Kehabisan napas.
[Kau tak akan meragukan apapun yang aku ucapkan selanjutnya. Meski itu adalah hal yang mustahil sekalipun.]
Ah, itu permintaan yang sulit, tapi apa boleh buat!
"Baiklah-baiklah. Hei, cepatlah lakukan sesuatu."
[Sabar bodoh! Proses perpindahan itu membutuhkan waktu.]
5 ... 4 ... 3 ... 2 ... 1....
Tiba-tiba tubuhku seperti tertarik oleh sesuatu. Suhunya tiba-tiba mendadak menjadi dingin. Sekitarku perlahan menjadi gelap dan hanya ada sebuah portal yang melihatkan aku yang tengah diam, sementara Minotour itu semakin mendekat.
Diriku di dalam portal itu perlahan membuka matanya, rupanya begini bentuk wajahku. Dengan cepat dia memajukan tangannya dan mengeluarkan elemen api dan petir secara bersamaan.
"Mati! Mati! Mati!" katanya dengan senyuman miring yang mengerikan.
***
ᴋᴇ ᴅᴇᴘᴀɴɴʏᴀ, ᴀᴘᴀ ʏᴀɴɢ ᴛᴇʀᴊᴀᴅɪ ᴘᴀᴅᴀ sᴀᴛᴏʀᴜ? ʙɪʟᴀ ᴋᴀʟɪᴀɴ ʙɪsᴀ ᴍᴇɴᴇʙᴀᴋɴʏᴀ, ɪᴛᴜ ʙɪsᴀ ʙᴇʀᴘᴇɴɢᴀʀᴜʜ ᴋᴇ ᴛᴀᴋᴅɪʀ ʏᴀɴɢ ᴀᴋᴀɴ sᴀᴛᴏʀᴜ ʜᴀᴅᴀᴘɪ!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro