Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 17: Labirin

Setelah menghidupkan semua bawahanku tanpa terkecuali, kami bergegas pergi.

Para bawahannya yang sekarang berada di jasad para penyihir, kuperintahkan untuk memakai topeng agar tak dicurigai para penduduk desa. Pasukanku tidaklah banyak, jadi aku memutuskan masih memasuki desa.

Tanpa kusadari, pasukanku sudah berjumlah 5.000 pasukan. Aku kebingungan, jadi kami memutuskan untuk ikut berjualan daging di pasar. Ada sebagian yang kami simpan, berjaga-jaga jika bertemu Demon, lagi.

Aku memerintahkan beberapa orang untuk berjualan tanpa dicurigai. Kami menanyai setiap penjual daging, dan menjualnya dengan harga yang sama, untuk menghindari kecurigaan.

Hasil uangnya, kami bagi rata untuk membelikan sebuah makanan olah. Memakan daging, tidaklah memuaskan nafsu makan kami. Kami perlu sebuah nutrisi yang cukup.

Sekarang, aku menyebut bawahanku adalah Undead. Karena mereka adalah jiwa mati yang bangkit kembali.

"Tuan, kami membawakan hasil penjualan hari ini."

"Baiklah, terima kasih banyak, teman."

Segera menghantarkan sebuah kotak berisi koin penjualan, Undead itu pun pergi. Padahal, jika dia mau mendiam sebentar, aku ingin memberikan beberapa koin perak padanya.

Sekarang, pelan namun pasti. Aku telah bisa sedikit merasakan emosi. Emosi peduli sesama, tau bagaimana caranya bersedih, dan bisa memprediksi insting seseorang.

Di sampingku, ada Carrera dan Delta yang dengan kesetiaan mereka, masih berdiri di sekitarku. Aku tidak memberikan perhatian lebih kepada mereka, tetapi tetap saja mereka tak ingin pergi. Awalnya aku pun curiga, setelahnya menguji mereka beberapa kali, akhirnya aku menemukan jawabannya. Ya, keduanya sangat setia kepadaku.

Kemudian tiba-tiba muncul seorang Undead, kalau tidak salah. Aku menempatkannya ke bagian pengintaian.

"Tuan, kita harus pergi dari sini. Sekelompok besar manusia tengah menuju kemari. Mereka membawa sebuah pasukan besar-besaran. Rupanya, selama ini kita tengah diincar seseorang."

Dia melaporkan. Aku pun membalas. "Siapa orang itu, teman?"

"Maafkan aku tuan, semua teman-temanku yang mencoba menyelidiki pelakunya, telah dibasmi tak bersisa."

Aku berdecak kesal di dudukku. Siapa yang mencoba menyerangku? Padahal, aku tidak membuat sesuatu yang mencolok dan menjalani kehidupan yang manusia normal lakukan.

"Baiklah, semuanya bersiap, kita akan segera pergi dari sini!" perintahku kepada semua orang.

Carrera pun tampak protes. "Kenapa tidak kita lawan, tuan....?"

"Maafkan aku tuan Carrera, tetapi pasukan itu benar-benar besar sehingga tidak akan bisa kita hadapi. Perbandingannya adalah 1 per 50."

"Kau takut, ya?"

Carrera meremehkannya, aku dengan cepat menghentikan Carrera. "Tidak ada waktu untuk itu, Carrera. Aku tau, ini akan sangat memalukan. Tetapi, aku tak ingin kehilangan pasukan lagi. Kau ingat, 'kan dengan keinginanku?"

"Tuan ... ingin hidup damai." Delta mulai berbicara. "Aku awalnya juga setuju dengan Carrera, tetapi begitu mendengar pasukannya sebesar itu. Menurutku, langkah yang tuan Azzazzil katakan itu adalah hal yang tepat."

Carrera berdecak. Aku hanya bisa meminta maaf untuk hal ini.

Kami semua segera mengosongkan markas dan pergi menjauhi pasukan itu. Kami terus berjalan hingga ratusan tahun lamanya. Begitupun saat tau pasukan manusia mengetahui tempat kami, segeralah kami berpindah tempat.

Hingga kami pun menemui sebuah dataran kosong. Semuanya terlihat mati, sinar matahari tak bisa menjangkau dataran ini. Kemudian, terpikirlah olehku untuk membuat tempat di sini.

Kemudian aku menggerakkan sihir kuno pencipta Labirin berlantai yang sangat panjang dan menembus tanah. Hanya lantai 1 saja yang terlihat di dataran.

Semua pasukanku kaget dan bertanya-tanya. Kemudian aku menjelaskan semuanya. Syukurlah, mereka mau menerima ideku dan berpencar ke berbagai lantai.

Setelah membuat labirin ini. Terasa amat damai untuk waktu yang lama. Masing-masing pemimpin di setiap lantai membuat aturan mereka sendiri. Untuk persediaan makanan, aku juga memancing beberapa jenis hewan untuk membuat sarang di sana. Namun, hal itu malah mempersulit keadaan.

Banyak hewan kuno berdatangan. Mereka seolah tau jika yang memanggil adalah aku, dan berlomba-lomba untuk menemuiku. Akibatnya, banyak pasukanku yang dibantai habis oleh para makhluk kuno itu. Jika begini, mau tak mau akulah yang harus turun tangan.

Aku bernegosiasi dan membuatkan tempat khusus bagi para hewan legenda. Seperti, Chimera, Greefin, Hydra, dan sekelompok hewan suci lainnya.

Oh iya, aku menyebut tempat ini Octa-core. Yah, meski namanya aneh dan asing. Tapi seolah nama itu terus terpikirkan di kepalaku.

Bertahun-tahun berlalu. Rasa tenang itu akhirnya mulai luntur. Perlahan, banyak umat manusia yang menemukan tempat ini, meski sudah berkamuflase dengan dataran. Banyak petualang yang datang dan melihat-lihat isi dalamnya. Yang aku kagetkan, ketika seorang petulang membunuh pasukanku, seketika itu juga muncul koin emas di tempatnya terbunuh.

Aku tak pernah membuat aturan seperti itu. Koin itu sendiri bukanlah kehendakku. Pasti ada seseorang yang mengubah ataupun menambahkan aturannya. Namun, petualang itu hanya sekelompok keroco. Mereka lari terbirit-birit begitu tau ada hewan legendaris di dalam sini.

Namun, itu juga yang mengundang banyak manusia lainnya berdatangan. Berbagai ras datang dan merasa tertantang untuk menaklukkan labirin ini. Namun, tak ada yang berhasil sampai akhir.

Lalu, suatu ketika, ada sekelompok party kecil yang berhasil ke puncak, tempatku berada. Mereka dengan beraninya datang ke hadapanku.

Kami berbincang-bincang.

"Manusia adalah makhluk tertinggi di dunia ini. Tidak heran, jika kami menuntut hak untuk melenyapkan kalian."

Seseorang seperti pemimpin party itu berkata kepadaku. Apa katanya barusan? Manusia adalah makhluk tertinggi? Cih! Sombong sekali.

"Tidak ada makhluk tertinggi. Semua ras adalah sama. Tidak ada yang lebih rendah dan berkuasa. Kami para Demon hanya ingin hidup damai di labirin ini."

"Tidak bisa! Sejak labirinmu ini ditemukan, banyak wabah penyakit aneh dan Demon yang bertebaran di berbagai negara. Memangnya kau mampu untuk menghadapi situasinya sekarang?"

"Apa maksudmu? Demon bertebaran?"

"Ya! Sudah Banyak korban jiwa yang disebabkan oleh para Demon itu. Kau sebagai pemimpinnya tidak tahu hal itu?!"

Apa maksudnya barusan? Mungkinkah itu adalah sekelompok orang yang menyamar menjadi Demon? Atau memang ada celah untuk keluar dari Labirin ini?

"Kenapa hanya diam? Makhluk hina!"

Seseorang dari mereka menembakkan sihir bola api kepadaku, tetapi dengan cepat sihir tersebut kunetralkan sebelum mengenaiku.

Menyadari kalau aku bukan sosok yang bisa dilawan. Pemimpin kelompok itu meminta dengan berlutut ke arahku. Dia benar-benar sosok yang memperdulikan banyak orang dan umat manusia ke depannya. Mungkin baginya, jika aku memintanya untuk mengorbankan diri, tanpa pikir panjang dia akan menyetujuinya?

"Baiklah," kataku dengan suara beratnya. "Namun harus ada yang berkorban di kedua belah pihak."

"Tentu!" sambar sang pemimpin tadi. "Biarkan aku yang menjadi korban di pihak manusia."

Para anggota Party itu berteriak panik! Mereka tak ingin sang pemimpin yang menjadi tumbal perdamaian. Lagi-lagi salah seorang party itu menyerangku namun usahanya nihil.

"Ikutlah denganku, umat manusia."

Setelah mengatakan itu, aku berbalik arah menuju sebuah ruangan yang berbeda. Saat anggota party ingin mendekat, ada sebuah dinding yang sangat kuat di antara mereka. Tanpa sepatah katapun pemimpin kelompok itu membututiku. Sebelum masuk, dia tersenyum lebar arah Party-nya kemudian kami pun menghilang di balik pintu.

"Kenapa?" tanyaku di sebuah ruangan bercahaya dan dipenuhi dengan energi sihir kuno. Ini adalah ruangan pribadi yang aku ciptakan selama masa perdamaian.

"Kau tanya kenapa? Bukankah tujuan kita sudah jelas?"

Dia nampak masih ragu.

"Jika kau masih ragu, tak perlu membuang-buang nyawa untuk terlihat keren di depan bawahanmu." Aku mengejeknya.

"Ha?! Ternyata Demon sepertimu juga bisa membuat lelucon sekonyol itu. Biar kuberitahu, aku benar-benar sudah siap akan hal ini. Namun, sebagai seorang manusia biasa, aku masih belum bisa menekan rasa takutku. Hal itu datang secara alamiah."

"Tak peduli seberapa sering kau menahannya, pada akhirnya hal yang kau takutkan itu akan datang dan menghancurkan semuanya. Sebagai seorang makhluk yang sudah hidup ribuan tahun, menyaksikan sebuah negara gugur adalah hal yang biasa. Oh iya, manusia, bagaimana wujud Demon yang menyerang manusia itu?"

"Belum ada yang pernah melihatnya secara utuh. Para Demon itu membunuh dalam kegelapan. Mereka begitu lincah dan tidak meninggalkan jejak sedikit pun. Tapi ya sudahlah, kurasa akan percuma juga menceritakan hal ini kepada pemimpin Demon. Kau hanya kuat, tapi sangat lemah dan hal strategi."

Yang dia bilang barusan itu benar. Aku sangat payah.

"Oh iya," sambungnya, "bagaimana caranya menciptakan perdamaian? Kau bilang, bisa mengabulkan hal itu, asal ada pengorbanan di kedua bela pihak, 'kan?"

"Benar. Aku akan memanggil sebuah segel kuno yang belum pernah di tembus siapapun. Apa kau sudah siap?"

Dia mengangguk yakin.

Aku pun mulai menggunakan sihir kuno tersebut. Memanggilnya bukanlah hal yang mudah, aku perlu mengeluarkan sihir yang begitu banyak sampai menguras semua energi sihir cadangan. Kemudian, saat segel itu perlahan muncul, aku segera menusuk jantung pemimpin party tadi dan memasangkannya ke lubang yang ada di segel tersebut.

Selanjutnya, aku menusuk dadaku sendiri dan meletakkan jantung itu ke sisi berlawanan segel tersebut. Pandanganku perlahan kabur, tenagaku yang sudah habis membuat tubuhku ambruk seketika. Dalam pandangan terakhir, aku melihat seseorang yang tampak seperti bocah Demon, melangkah dengan Carrera dan lainnya. Mereka begitu ceria dan aku yakin, masa depan juga akan secerah senyuman mereka.

***

Semua kilasan Azzazzil itu seolah menyatu dengan ragaku. Ada kekuatan sihir besar yang diserap oleh tubuhku. Perlahan namun pasti, semacam ada kekuatan besar yang tersimpan dalam ragaku. Sedangkan Azzazzil yang ada di depanku ini hanya memandangku datar dengan wajah tengkorak menyeramkan.

"Apa yang baru saja, Anda lakukan?!" tanyaku terengah-engah.

"Masa depan haruslah cerah."

"Ha?"

"Tidak semua hal harus kau ketahui. Tidak peduli bagaimana caramu menghadapi masalah nanti, tetaplah menjadi dirimu sendiri. Jangan terpengaruh dengan orang lain."

Mahkluk ini berbicara tentang apa?

"Baiklah, waktuku telah tiba. Mungkin saatnya mengucapkan salam perpisahan."

"Tidak!"

Aku mencegahnya pergi! Sungguh, masih banyak hal yang ingin kutanyakan sebelum dia pergi.

Azzazzil yang hendak pergi tiba-tiba mengurungkan niatnya. Dia memandangku lagi dengan tatapan datar.

"Apa yang ingin kau tanyakan, Demon?"

"Anu—"

"Semua jawaban atas pertanyaanmu, sudah kujawab di buku catatan. Dah, selamat tinggal!"

Seketika aku menahan lengannya dan itu malah membuatnya mengeluarkan sebuah aura menyeramkan.

"Kau!"

"Aku ingin mendengarnya sendiri dari Anda!"

"Mendengar apa?! Sudah kubilang—"

"Kenapa, aku dibangkitkan menjadi Demon?"

Azzazzil yang sejak tadi meronta-ronta seketika terdiam. Tatapannya seolah-olah tak mengerti dengan pertanyaanku barusan.

"Kenapa kau tanya hal itu, kepadaku? Aku ini hanya mantan True Demon Lord,
Kenapa tidak kau tanyakan hal itu kepada dewa-dewi yang umat manusia percayai?"

"Justru itu, aku heran. Bukannya bertemu dewa-dewi, aku malah dibangkitkan diantara Demon. Bukankah hal ini tidak masuk akal?"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro