Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 16: Azzazzil

Tanpa aba-aba, Azzazzil meletakkan genggaman tangannya yang begitu besar dan tajam ke atas kepalaku. Sesuatu seperti mengalir dan perlahan potongan ingatan mulai muncul dipikiranku.

Sepertinya ini adalah ingatan Azzazzil.

****

Namaku Azzazzil.

Di sebuah tempat yang gelap, penuh semak-semak, dan sunyi. Aku terbangun seorang diri. Saat itu tubuhku tidak sebesar sekarang. Ada beberapa hewan yang melihat ke arahku dengan wajah yang penuh ketakutan. Sejujurnya aku tak mengetahui apa yang membuat mereka takut.

Kemudian perhatianku teralihkan oleh kedua tanganku. Tangan tajam yang hanya tulang itu kah membuat hewan tadi ketakutan?

Aku tidak terlalu memikirkannya. Sekarang aku lapar. Di semak-semak ini, tidak ada sesuatu yang bisa kumakan, bahkan setelah berjalan dan melihat-lihat sekitar cukup lama.

Aku berjalan tanpa tahu tujuan. Ketika melihat bangkai rusa, aku langsung ke sana dan memakan hewan itu tanpa berpikir apa rasanya. Setelah cukup banyak dan rasa laparku menghilang, barulah aku bisa berpikir luas.

Aku Azzazzil, adalah seorang Undead yang telah hidup selama ribuan tahun. Aku sendiri tak ingat bagaimana aku bisa berada di dunia ini. Semacam pemotongan ingatan.

Aku melangkah, berjalan dari tempat satu ke tempat lainnya. Jika menemukan mayat hewan, aku segera memakannya. Hidupku terlalu monoton dan terkesan membosankan. Mungkinkah ini adalah kutukan?

Kemudian di suatu hari, aku menemukan dua Succubus kembar yang salah satunya terluka. Karena merasa bisa menyembuhkannya, aku menghampiri mereka.

"Ada yang bisa kubantu?"

Succubus yang tidak terluka menoleh ke arahku dengan tatapan yang menyedihkan. Dia mungkin menangis karena saudaranya sedang sekarat.

"Boleh aku menyembuhkannya?"

"Ha? A-A...."

Succubus sehat itu nampak ragu dan berpikir. Namun, tak lama kemudian dia mengangguk perlahan.

Aku berlutut, mencoba menggunakan sihir penyembuh, seketika luka bakar yang ada di lengan dan wajah Succubus itu perlahan membaik dan wajahnya kembali seperti semula.

Succubus itu terlihat senang. Mulutnya menganga lebar dan segera memeluk Saudarinya.

"De-Dengan apa kami harus membalasmu, tuan?"

Aku bingung menjawab pertanyaan itu. Aku hanya menolongnya karena aku merasa mampu. Tak ada niat apapun selain itu. Lagi pula, sudah ribuan tahun jiwaku terasa mati. Meskipun orang yang pernah dekat denganku meninggal di depan mataku sendiri, tak ada perasaan apapun yang muncul dalam benakku.

"Tuan?"

Succubus itu memanggil, akupun terkesiap karenanya. Jadi, aku memutuskan untuk kembali berdiri dan berniat untuk pergi.

Namun, ketika hendak pergi, tiba-tiba saja rasa lapar itu muncul kembali. Padahal baru dua hari yang lalu aku memakan bangkai beruang.

"Anda lapar?"

"Kami punya beberapa persediaan. Maukah tuan menerimanya?" tambah yang satunya.

Aku menoleh setengah badan, kulihat keduanya sangat ingin aku menerima tawaran itu. Lalu, pada akhirnya aku menunda niatku untuk pergi. Paling tidak, aku harus menerima balas budi dari mereka.

Mereka menyediakan daging segar yang masih kental dengan bau abis dari darah. Keduanya tersenyum senang.

Keduanya benar-benar mirip, perbedaannya ada di kalung. Yang satunya mempunyai kalung, yang satunya lagi tidak.

"Silahkan, tuan."

"Maaf, dagingnya tidak bersih."

Mendengar itu, aku perlahan menggeleng. "Tidak, terima kasih."

Mereka sontak terkaget. Mungkinkah mereka merasa takut dengan suara berat yang aku keluarkan barusan? Padahal aku tidak berniat menakut-nakuti mereka.

"Si-Silahkan, tuan."

Setelah itu, kami pun memakan daging masing-masing. Rasa daging segar dan bangkai itu sungguh jauh berbeda. Ini adalah daging terenak yang pernah aku makan, setelah ribuan tahun menjelajah.

"Kalau boleh tau, tuan ini hendak kemana?"

Ditanya begitu, akupun bingung menjawabnya. Hidup luntang-lantung seperti ini memang terasa membosankan.

"Ah maaf, mungkin aku sedikit tidak sopan menanyai hal itu kepada Anda."

"Akupun tidak tahu," jawabku lirih setelah cukup lama.

Terlihat keduanya cukup kaget. Yah, aku sudah seringkali menemui hal seperti ini. Selama hidup, aku tak bisa merasakan apapun.

"Maksudnya Anda tidak mempunyai tujuan? Kalau begitu, bolehkah kami mengikuti kemana tuan akan pergi?"

"Iya. Bolehkah kami berjalan bersama dengan tuan?"

Aku sedikit ragu. Jika aku mengajak mereka, takutnya akan terjadi hal yang sama seperti sebelumnya. Aku tidak ingin, tetapi kenapa seperti ada dorongan aneh yang memaksaku untuk mengatakan iya.

Akhirnya aku mengangguk tanpa sadar. Keduanya terlihat gembira, sebagai saudara kembar, mereka sangat kompak antara satu dengan yang lain.

Aku pun melanjutkan perjalanan, bersama dua Succubus tadi. Mereka mengiringiku dibagian kiri dan kanan. Masing-masing dari mereka melihat sekitar dan kadang tertawa melihat sesuatu.

Aku ... benar-benar tak mengerti, bagaimana mereka bisa tertawa, tersenyum, terluka, menangis, bahkan marah. Selama ini, hanya hawa kehampaan yang selalu menyelimutiku.

Kami berjalan cukup jauh, hingga akhirnya sampailah pada suatu desa kecil di pinggir sungai. Aku menyuruh mereka untuk masuk, sementara aku akan menunggu di luar desa.

"Eh, kenapa tuan? Kita datang bersama, masuknya juga harus sama-sama."

"Iya. Kenapa tuan tidak mau masuk ke sana?"

Mendengar pertanyaan dari Carrera, aku hanya bisa merenung dan menundukkan pandangan. Aku benar-benar takut hal yang sama akan terjadi kembali.

Dulu, aku pernah memasuki sebuah desa, para penduduknya memandangku dan berbisik-bisik. Aku tidak begitu peduli. Berbekal uang yang kutemukan di medan perang, aku berniat membeli makanan. Namun, sang penjual merasa jijik dengan menampilkanku dan menyumpahi banyak hal negatif.

Seorang anak kecil berteriak dan membelaku. Anak itu mengatakan bahwa menjadi pembeli tidaklah harus dari kalangan tertentu. Namun, segera dua jendral asing menangkapnya dan memenggalnya saat itu juga.

Semua orang histeris, dan malah menyalahkan semua yang terjadi karenaku. Aku yang kebingungan pun akhirnya membatalkan niat dan pergi dari desa tersebut.

"Ayo, tuan!"

Carrera menarik paksa lenganku. Wajahnya memelas, matanya berkaca-kaca, dia menarik lengaku sekuat tenaga.

"A-Aku takut ... ha-hal itu akan terjadi, lagi."

Aku berkata lirih. Aku kembali menunduk, tetapi Carrera tiba-tiba muncul dengan wajah polosnya.

"Tuan, Anda ini memiliki kenangan masa lalu yang buruk ya? Jika benar, tuan tidak perlu khawatir. Siapa pun yang berani mengganggu tuan, pasti akan kami binasakan! Karena kami adalah Succubus Destroyer."

Aku tau! Sudah sering hal itu kudengar dari dulu. Namun, kematian selalu menghampiri mereka.

"Lagi pula, kami tidak akan bisa mati, loh."

Mendengar hal itu, aku seketika mendongak. Benar! Succubus tidak bisa mati, kecuali dia menginginkannya. Jika aku bisa membuat mereka untuk hidup selamanya, maka tak akan ada perpisahan di antara kami.

"Y-ya, baiklah ... mari kita masuk."

Carrera seketika menarik lenganku dan membawaku masuk ke dalam kerumunan manusia. Tempat itu disebut pasar oleh para manusia.

Kami melihat-lihat barang yang di jual, berbagai benda seperti topeng, makanan, pakaian, bahkan tempat senjata ada di sana. Kemudian, kami berhenti pada satu titik. Di depanku terdapat wanita muda yang menjual aneka macam makanan.

"Silahkan tuan, satunya hanya satu koin perak. Ah iya, akan mendapatkan bonus satu makanan jika membeli tiga."

Pedagang itu menawarkan dagangannya dengan sebuah senyuman. Aku sedikit terkejut, karena tak mendapatkan perilaku diskriminasi.

"Wah benarkah?" Carrera seketika bersemangat. "Kalau begitu, aku akan membeli enam. Berarti bonusnya...."

"Benar, akan ada dua bonus."

"Hebat!"

Begitu seterusnya obrolan Carrera dan penjual. Meski masih muda, perempuan ini sangat pandai membuat pembelinya nyaman. Sangat berbeda jauh dengan penjual waktu itu. Namun, ya sudahlah, aku tak ingin mengingat kenangan yang pahit.

"Ayo, tuan, kita pergi ke sana. Sepertinya sepi pengunjung."

Carrera menunjuk ke sebuah tempat yang masih banyak tersedia kursi dan meja kosong. Kami pun segera ke sana, namun tiba-tiba dicegat sekelompok orang. Aku yakin mereka ini adalah para preman.

"Hei! Kau menghalangi jalan kami!"

"Carrera, tolong jangan berteriak."

Delta berusaha menenangkan saudarinya. Itu adalah tindakan yang tepat. Di tempat ramai seperti ini, bisa saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

"Habisnya, dia ini menghadang jalan kita loh, Delta."

"Hoo, rupanya kalian pendatang di sini. Perkenalkan, aku adalah penjaga pasar ini. Siapapun yang membeli makanan, harus memberikanku seperempat makanannya padaku!"

Pria tinggi dan penuh otot itu memandang kami tajam. Aku tak tahu jika ada sistem seperti itu di dalam pasar. Saat aku hendak mengeluarkan sebuah koin, Carrera tiba-tiba berteriak dan mengatai preman itu.

"Bedebah! Kau mau memalak kami ya? Kau tidak tahu kami ini apa? Dalam sekejap, bisa saja aku memusnahkanmu dari dunia ini!"

Carrera hendak maju, namun kedua lengannya ditahan oleh Delta. Carrera meronta minta dilepas, namun Delta bersikeras menahannya.

"Tahan Carrera, sekarang ini, kita tengah berada di wilayah manusia. Kita tak bisa seenaknya."

"Ha?! Bukannya mereka yang semena-mena dengan kita? Meminta seperempat makanan, itu sama saja penghinaan. Untuk apa aku memberikan makanan sebanyak itu kepada preman gemuk yang tidak bisa apa-apa ini?!"

Carrera terus mengoceh, Preman itu pun tak begitu menggubrisnya. Dia tetap meminta hak makanan itu kepada kami.

Aku tak sengaja menoleh ke arah pedagang tadi, terlihat dia yang mengetahui pemalakan ini, namun tak bisa berbuat apa-apa dan pandangannya pun turun ke bawah, begitu tau aku memperhatikannya.

Jadi begitu.

Mereka memberikan bonus, bukan karena makanannya, tetapi untuk para preman ini ya? Dan juga, hal itu bisa menggiurkan bagi para calon pembeli karena merasa diberi bonus. Dunia memang licik.

"Bagaimana jika makanannya kuganti menjadi 2 koin perak?" tanyaku tiba-tiba. Di sela jariku sudah ada dua koin. Aku benar-benar berharap preman itu mau menerimanya.

Dia tampak berpikir, sebelum akhirnya menyetujui hal itu. "Baiklah! Sekarang kalian boleh makan di sini. Terima kasih atas kerja samanya."

Setelah itu, dia pun pergi. Carrera menatap nanar kepadaku. Ada apa? Aku kan hanya berusaha menyelesaikan masalah.

"Carrera...." Aku berkata lirih. Berusaha memegang bahunya, namun kuurungkan.

"Tuan, mentang-mentang ini bukan wilayah kita, bukan berarti mereka bisa seenaknya." Carrera kembali pada pendiriannya.

Aku pun menghela napas panjang. "Kita sudahi saja ya, Carrera. Aku hanya ingin hidup damai."

"Dengar itu, Carrera, tuan ini ingin hidup tenang. Segera minta maaf dan berjanjilah untuk tidak melakukan hal aneh lagi," perintah Delta.

Carrera yang merasa bersalah pun akhirnya menunduk, meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengacaukan lagi.

"Ya sudah, mari kita masuk dan memakan makanan kita."

Setelah memakan semua hidangan, kami segera memutuskan untuk pergi. Aku hanya takut jika berlama-lama di sini juga akan diberi pajak. Selain itu juga, Carrera sepertinya tidak nyaman.

Setelahnya, kami selalu melakukan hal itu saat menemui desa. Mungkin kalian bertanya dimana dan bagaimana kami bisa menemukan koin untuk berbelanja. Jawabannya adalah kami menyusuri mayat perang dan jika beruntung bisa menemukan koin. Jika tidak menemukan koin, kami akan pergi berburu dan menyantap daging tersebut. Begitulah seterusnya kami hidup.

Aku juga menemukan beberapa Demon yang keadaannya sama seperti Carrera dan Delta, yang ingin mengikutiku kemanapun pergi. Dan akupun tidak keberatan dengan hal itu.

Hingga akhirnya sebuah kelompok manusia menyergap kami. Mereka menyerang dengan ganas dan liar. Aku memerintahkan mereka untuk menyerang. Namun, karena kebanyakan diantaranya adalah penyihir, kami pun kesulitan.

Banyak pasukanku yang jatuh bersimbah darah. Hal itu membuatku marah. Baru kali ini, aku bisa merasakan emosi. Aku mengerang keras, mengeluarkan semua aura yang kekuatan yang aku miliki dan kemudian menyerang penyihir itu satu per satu.

Mereka berlari ketakutan saat melihatku. Aku yang tenggelam dalam amarah pun membasmi mereka, tanpa pandang bulu. Tak ada kata selamat bagi mereka saat ini.

Semuanya pun terbantai. Aku juga jatuh pingsan. Saat tersadar, terlihat Carrera dan Delta yang memandangiku. Wajah mereka tampak bahagia dan air mata pun keluar. Namun lagi, aku tak merasakan emosi apapun.

"Tuan, Anda sudah sadar?" tanya Carrera penuh perhatian.

Aku berlahan bangun, dan menyenderkan punggungku ke pohon dibelakang. Aku benar-benar tak ingat apa yang terjadi semalam.

"Apa yang telah terjadi?"

Mereka saling pandang, sebelum akhirnya Delta menjelaskan semuanya.

Delta bilang, setelah aku membantai semua orang, aku jatuh pingsan dan sudah 7 hari tidak sadarkan diri. Hanya tersisa mereka berdua, dan sekelompok kecil Demon lainnya.

Aku harusnya bersedih, tetapi lagi-lagi kekosongan melandaku. Tak ada perasaan apapun yang muncul setelah mendengar musibah itu.

Perlahan namun pasti, aku ingin mati! Hidup abadi seperti ini hanya menambah kebosanan dalam hidupku yang panjang.

"Tuan, aku pernah melayani seorang Demon, dan dia pernah membangkitkan bawahannya melalui mayat seorang manusia. Apakah tuan juga bisa melakukannya?" tanya Carrera.

Benar! Sihir kuno, tentang perpindahan roh dan jiwa. Segeralah aku bangkit dan memasang penghalang, agar jiwa para bawahanku tidak melebur. Segeralah aku rapalkan sihir tersebut.

Sebuah gelombang sihir dashyat datang menerpa kami. Membuat dedaunan berterbangan, pohon besar berayun-ayun. Namun, aku mengabaikan semua itu dan kemudian selesailah bacaan sihir itu.

Kemudian aku melepaskannya ke jasad para penyihir. Di atas mayat itu, terdapat gumpalan jiwa yang berterbangan. Aku segera menggabungkan jiwa tersebut ke dalamnya. Seketika, para mayat itu mulai bergerak dan kebingungan.

"Yey, berhasil!"

"Selamat tuan, Anda telah berhasil!"

Kemudian para bawahanku yang telah menyadari apa yang terjadi, segera bersujud ke arahku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro