Bab 10: Lesser VS Greater
Setelah mengatakan hal itu, Alter ini menendangku sampai terpental keluar dari dimensi itu dan seketika aku terbangun.
Suasananya masih terasa sama, aku bahkan tak bisa membedakan siang ataupun malam. Fosh tidur dengan pulas, dan Ryoko, entah sejak kapan sayapnya hilang. Dia jadi manusia seutuhnya.
[Cepat minta maaf!]
Suara Alter langsung menggema di otakku. Dari nadanya, sangat jelas kalau dia sedang kesal saat ini. Memangnya kenapa? Aku benar tentang hal itu, 'kan?
[Pokoknya cepat, minta maaf!]
Huh, ya sudah, aku minta maaf. Bertengkar dengannya sangat membuang-buang waktu.
Aku mulai berdiri secara perlahan, takut membangunkan keduanya. Saat ini, aku harus mengintai sudah sampai mana Greater Demon itu.
Search!
Aku memantau lantai sebelumnya, tapi tidak menemukan si Greater Demon itu. Apa ini berarti, kami sudah berada di lantai yang sama dengannya?
Gawat! Jika dia menyerang secara mendadak, Fosh akan kesulitan menghadapinya.
Alter apa yang harus aku lakukan?
Diam, tak ada jawaban. Cepatlah, ini mendesak!
[Semuanya akan lebih baik tanpa campur tanganmu, manusia. Semakin kau mempermudahnya, justru takdir akan berbalik. Biarlah semuanya berlalu dan berjalan sesuai kehendak takdir.]
Cih! Sekarang bukan saatnya untuk diam.
[Lalu apa, manusia? Kau yakin bisa mengendalikan takdir? Tidakkah kau berpikir bahwa di dunia ini banyak hal yang tidak bisa dikendalikan.]
Diamlah! Aku sudah tak membutuhkan bantuanmu.
Sialan Alter! Baiklah jika begitu maunya. Aku akan bergerak sesuai instingku. Sejak awal, mengandalkannya itu adalah sebuah kesalahan.
Aku menghentikan Search, kemudian berjalan keluar dari Gua. Pertama, aku mengunjungi kembali lembah lava, namun tak menemukan siapa pun. Hanya ada panasnya lava yang meledak-ledak.
Kemudian, aku berpindah ke hutan belantara, tapi hanya menemukan Chimera yang menjaga hutan itu. Alhasil, aku pergi dari sana dan kembali ke lantai atas.
Namun, saat aku memasuki lantai itu, terdengar suara pertarungan yang sangat dahsyat. Buru-buru aku ke sana, dan terlihat dua orang bertarung di udara.
Salah sorang menyerang lainnya dengan baling-baling angin, dan yang lainnya memasang perisai.
Mereka beradu senjata, kemudian berpindah-pindah dengan cepatnya. Bahkan aku tak bisa melihatnya dengan begitu jelas. Keduanya bertarung secara seimbang.
Dari jauh, Ryoko melambaikan tangannya. Aku segera menuju ke sana dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku juga tidak tahu pasti, tuan. Begitu aku bangun, keduanya sudah bertarung seperti itu."
Sialan! Fosh, aku hanya bisa mengharapkan hasil terbaik untukmu.
"Ryoko," panggilku ragu, "apa Fosh akan memenangkan pertarungan ini?"
"Tenang saja, tuan, Anda harus percaya dengannya. Jika dia saja percaya diri, kenapa orang lain harus meragukan kemampuannya?"
Kata-kata Ryoko barusan benar-benar menamparku. Secara tidak langsung, aku telah meremehkan Fosh dan menganggapnya hanyalah seperti beban. Kenapa aku tidak berpikir sampai ke sana?!
"Tuan?" panggil Ryoko lagi, dia menoleh ke arahku. "Apa kata-kataku barusan itu terlalu lancang? Aku minta maaf untuk itu."
Ryoko menundukkan kepalanya.
"Tidak," jawabku dalam lamunan. "Kau menyadarkanku pada hal-hal yang seharusnya tidak aku ikut campuri."
Ryoko memiringkan kepalanya, sepertinya dia tak mengerti maksud perkataanku barusan. "Anu, apa yang sebenarnya tuan maksud?"
"Ah, tidak." Aku mengalihkan pandangan. "Hanya saja—"
Tiba-tiba dari kabut debu yang tebal, seseorang terpental dan menabrak tanah dengan cepatnya. Debu berterbangan dan seseorang yang terjatuh tadi tak menunjukkan wujudnya lagi.
"Ryoko, jangan bilang itu ...."
"Mohon tenang tuan, itu memang Fosh, tetapi dia masih bisa bangkit dan meneruskan pertarungan."
"Bagaimana kau—" Ucapanku terhenti saat melihat mata Ryoko yang bercahaya terang, sedang menggunakan sihir analisisnya. Itu artinya, selama pertarungan, dia terus memantau Fosh?
"Sudah saatnya," kata Ryoko tiba-tiba.
Sebuah cahaya merah keluar dari sela-sela bebatuan. Seseorang bangkit dan keseluruhan wajahnya bercahaya merah. Di tangannya memegang sabit yang memiliki rantai panjang, dan sebelahnya lagi memegang jam berantai.
"Siapa—?"
"Fosh," potong Ryoko cepat, "dia memiliki skill Undead, dan dia tengah menggunakannya sekarang. Kelemahannya, setelah menggunakan sihir itu, dia akan tertidur sangat lama."
"Kenapa dia menggunakannya?" tanyaku tak mengerti.
"Mungkin dia berpikir kalau dia kalah, maka akan semakin menjadi beban untuk tuan. Baginya yang sudah hidup berpuluh-puluh tahun di sini, dikalahkan itu seperti sudah makanan sehari-hari."
Aku terdiam, benar-benar tak bisa berkata sedikit pun.
Fosh yang sudah berubah menjadi Undead, melompat kembali ke kepulan debu tebal itu dan saat itu juga percikan merah tadi berterbangan di udara. Fosh berhasil menyerang gagak Greater Demon dan membuatnya marah. Dia menyerang Fosh secara membabi buta, namun Fosh dengan santainya menangkis setiap serangan musuhnya. Lalu, saat ada celah, Fosh menebas lengan kiri Greater dan menendangnya jatuu ke bawah.
Darah bersimbah di lengan Greater, meski sudah membuatnya separah itu, Fosh dengan santainya turun dan menebas leher Greater dan menusuk kepalanya yang sudah terpisah dengan sabit.
Fosh seketika ambruk. Ya, dia sudah menang. Aku dan Ryoko pun menghampiri Fosh yang hampir tidak berdaya itu.
Fosh bangun dan berlutut. Dia memandangku dengan wajah undead-nya. Meski hanya tengkorak, tetapi aku tau dia menyorakkan kemenangannya barusan. Setelah itu, cahaya di wajahnya perlahan padam.
"Dia sudah tertidur, tuan," kata Ryoko memberitahu.
Di samping jasad Greater Demon, kami membaringkan Fosh untuk proses evolusi. Jiwa yang ada sudah lebih dari cukup untuk merevolusinya, tetapi tentu hal itu akan memakan waktu yang begitu panjang.
Alter. Aku memanggilnya.
[....]
Tolong beri dia tampilan yang layak.
[Tampilan seperti apa yang kau mau, apakah selayaknya manusia?]
Aku tak peduli bagaimana wujudnya, asalkan layak di pandang, aku tak merasa keberatan.
Setelah itu, kami pun menunggu berhari-hari. Ternyata, proses Evolusi Fosh berbeda jauh denganku. Jika aku hanya membutuhkan tiga hari, Fosh malah sudah lebih seminggu tidak bangun-bangun.
"Karena proses evolusi bertabrakan dengan efek samping dari skill Undead, maka hari kebangkitannya tidak bisa diprediksi. Yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu," kata Ryoko saat kami tengah menjelajah hutan di lantai sebelumnya.
Tujuan kami menjelajah adalah untuk menemukan sebuah tanaman obat yang bisa mempersingkat waktu evolusi dari Fosh. Namun, Ryoko bilang bahwa tanaman itu sangat jarang, bahkan jika baru tumbuh pun akan ada seekor makhluk yang menjaganya.
"Begitu. Ngomong-ngomong, Ryoko, makhluk seperti apa yang menjaga tanaman itu?"
Ryoko tampak mengingat. "Kalau tidak salah, bentuk kepalanya sepertinya elang tetapi tubuhnya setengah singa."
Apa yang Ryoko maksud barusan adalah Greefin? Makhluk kuno yang dipercaya akan membawa bencana dengan kebangkitannya? Bagaimana bisa makhluk seperti itu masih hidup, dan tinggal di Labirin semacam ini?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro