REGRETFUL; Hujan, Malam, dan Deeka
Gadis dengan rambut sebahu berjalan menyelusuri rak mini di sebuah caffe sederhana. Di luar malam hari sedang hujan, daripada menerobos hujan yang sama sekali enggan menampakkan tanda-tanda berhenti, lebih baik memilih singgah di caffe yang menurutnya tak mengecewakan. Matanya dengan teliti menjelajahi tiap judul buku yang tersedia di sana, kebanyakan memang buku dengan posisi best seller. Tak ragu lagi, ini 'kan rak mini yang otomatis isinya diambil dari yang paling laris dari bulan ke bulan.
Matanya berhenti di satu buku yang dikenalinya, sangat amat dikenalinya jika perlu pemborosan kata supaya tahu bahwa ia itu sungguh mengenalinya. Tangannya dengan gesit mengambil buku tersebut dan kembali pada posisi awal yang ia singgahi untuk bersantai ria.
Nara membaca pada bagian awal buku itu, berulangkali ia membaca namun tak ada kata bosan yang tiba-tiba hinggap memengaruhi kesukaannya. Diturunkannya buku tersebut dari posisi horizontal dengan matanya karena suara tubrukkan antara cangkir dan kaca.
"Terima kasih," ucapnya lembut.
Diletakkannya buku tersebut di atas meja. Tangannya beralih meraih cangkir coffee yang hangat. Kepulan asap berbau khas coffee menyebar luas di ruangan. Membuat sensai menyejukkan dan kehangatan tatkala sedang dalam suasana dingin. Disesapnya pelan-pelan hingga menimbukkan suara yang tedengar aneh, tujuannya hanyalah sekadar ingin lebih menikmati hangatnya coffee menyentuh mulutnya dan membasuh kerongkongannya.
Suara gesekkan antara kursi kayu dengan kusen membuat fokus Nara teralih. Di depannya telah ada seorang laki-laki yang seusianya jika dilihat dari wajah, dia sedang tersenyum lebar hingga memerlihatkan giginya.
"Maaf gue numpang duduk di sini sebentar. Gue nggak minta izin oke, jadi gue nggak peduli lo izinin atau nggak karena ini kursi milik umum." Nara hanya menatapnya dengan diam. Tak memasalahkan perihal izin duduk-menduduk yang kurang penting dipermasalahkan.
"Ahhh nggak enak juga kalo diem-dieman gini. Kenalan dulu, nama gue Deeka. Dan lo nggak usah kenalin diri karena gue tahu nama lo siapa, me-Nara bukan?" Nara tersenyum kecut saat laki-laki di depannya dengan tanpa izin mengganti namanya.
"Kalo mau tanya gue tahu dari mana, gue tahu karena kita sekelas. Huft lo ini baru lihat gue, ya?" Nara tahu terselip diantara selipan tawa humor tersimpan rasa kecewa tanpa sebab oleh Deeka.
"Nara btw," ujarnya ketus.
"Bagusan me-Nara padahal." Deeka besungut.
"Iya, gue nggak mungkin kenal semua orang yang kenal gue. Bukan sombong, tapi hidup gue nggak melulu tentang kenalan bukan?" Deeka tertawa sejenak, renyah sekali hingga sudut bibir Nara juga ikut tertarik walau sedikit saja dan teramat tipis.
"Ah hujan udah berhenti, gue pulang dulu. Senang bertemu denganmu Deeka walau lo ngeselin." Nara bangkit dari duduknya beserta membawa buku tersebut. Dikembalikannya pada tempatnya dan ia berjanji pada diri sendiri bahwa ia akan kembali untuk membacanya lagi. Di tempat ini, di suasana ini, di waktu ini, dan mungkin bersama Deeka kembali.
⏱⏱⏱
Baru sebentar Nara mendaratkan pantatnya pada kursi di bagian dua dari depan matanya menangkap sosok laki-laki yang ia jumpai kemarin di caffe. Deeka kini tersenyum lebar, entah kepada siapa senyum itu ditujukan namun Nara tak urung ikut tersenyum sekenannya.
"Benar 'kan apa kata gue kemarin, kita itu sekelas," ujarnya yang kini sudah ada di dekat Nara. Deeka melepas ranselnya kemudian ia melempar kencang ranselnya ke arah belakang. Diikutinya arah jatuhnya ransel Deeka yang berarti tempat duduknya, hanya sebatas ingin tahu kok. Tak lama tas Deeka jatuh di atas meja bagian dua dari belakang, lalu ranselnya jatuh ke bawah menyentuh lantai. "Yaaah kok jatuh." Nara tak urung tertawa lebar karena ekspresi kecewa Deeka.
"Oh iya gue ada sesuatu buat lo." Deeka merogoh saku celana bagian kanan untuk mendapatkan apa yang dicarinya. Terlihatlah sebatang cokelat kecil yang membuat mata Nara berbinar. Hanya sebagian kecil presentase seseorang tidak menyukai cokelat, dan Nara tentu tidak masuk andil pada bagian itu. Justru ia adalah penggemar berat semua jenis cokelat, manis, pahit, ataupun pencampuran dari kedua rasa ia tetap menyukainya.
"Makasih," ucapnya girang tatkala cokelat Deeka sudah ada di genggaman tangannya. Dibukanya pelan-pelan bungkus aluminium yang membungkus cokelat. Kemudian ia mematahkannya menjadi dua bagian.
"Nih." Nara mengulurkan sebatang cokelat yang ukurannya lebih kecil sedikit dari bagiannya.
"Pagi-pagi jangan makan cokelat heh," ujarnya tanpa ada kesan lembut-lembutnya
"Idih kalo nggak dimakan buat apa? Lo sih ngasih pagi, ya, gue makan lah. Justru cokelat ini semangat pagi buat gue Dee, kalo lo nggak mau gapapa gue makan sendiri aja." ditariknya uluran tangan yang tergenggam cokelat. Kemudian Nara memakannya penuh khidmat.
"Sering-sering deh gue bawa cokelat biar lo semangat terus." kalimat terakhir Deeka mambuat Nara terpengarah. Tapi tak lama karena Deeka telah pergi dari hadapannya.
⏱⏱⏱
Kedekatan Nara dan Deeka telah menyebar ke tiap sudut sekolah. Bahkan gosip yang beredar dari satu orang ke orang lain adalah bahwa mereka telah menjalani hubungan yang cukup serius, yaitu sepasang kekasih. Namun realitanya sangat terbalik, sampai saat ini hingga beberapan bulan dari awal pertemuan mereka masih belum menunjukkan tanda hubungan kekasih. Entah karena Nara yang terlalu gengsi mengungkapkan perasaan atau Deeka yang takut ditolak. Dunia memang penuh lelucon.
"Eh Ra lo ada hubungan spesial nggak sih sama Deeka? Gue lihat kalian itu saling suka, tapi kok masih nggak ada kejelasan sih?" mata Sandra mengerling. Nara yang ditatap seperti itu segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Pertanyaan itu memang selalu ia hindari.
"Masih belum," jawabnya singkat, namun Nara juga masih enggan menatap Sandra.
"Ohhh belum. Jadi ngarep dong ada hubungan spesial." Sandra mangut-mangut karena berhasil menyimpulkan suatu hal. Rasa penasarannya sebagian telah terkikis.
"Apaan sih!" elaknya tak terima. Nara mengambil ponsel dari saku bajunya, membuka pola kunci dan mengklik sebuah aplikasi berwarna hijau yang saat ini telah ramai digunakan secara masal. Matanya menangkap sebuah notif dari Deeka satu jam yang lalu. Benaknya bertanya mengapa Deeka mengirin chat apabila hari ini saja dia masuk sekolah?
Deeka
Nara, nanti malam jam 7 ketemuan di caffe biasa kuy, gue tunggu.
Nara
Oh, oke.
Nara mengerutkan dahihya. Ia semakin bingung dibuatnya. Baiklah daripada ia pusing tunggu saja nanti malam. Deeka memang penuh misteri.
Malam telah tiba dan Nara telah datang ke tempat caffe pertama kali ia dan Deeka bertemu. Nara melirik jam pada ponselnya, mungkin sebentar lagi Deeka akan datang menemuinya. Pucuk dicinta ulam pun tiba, Deeka yang ditunggu sudah menampakkan batang hidungnya di bibir pintu saat lonceng bernunyi.
Senyum merekah Nara tak bisa ditahan saat Deeka duduk di depannya yang juga tersenyum. "Maap agak lama." Deeka mengusap pelipisnya yang sedikit berkeringat.
"Iya gapapa. Dari mana sih kok sampe keringetan gitu? Abis dikejar anjing?"
"Nggak kok, mikirin rencana masa depan." Deeka tersenyum. Tapi Nara tak membalas karena kalimat yang diucapkan Deeka mengganggu pikirannya.
"Nih cokelat buat lo biar semangat, tadi mampir bentar ke supermarket." Deeka menggeser cokelat k arah Nara yang sama sekali ia enggan mengambilnya. Pikirannya masih terganggu, apalagi ia juga ingin bertanya apa maksud Deeka memintanya untuk bertemu.
"Ada apa?" tanyanya to the point. Nara benar-benar tidak bisa manahan hasrat penasarannya.
"Buru-buru amat Ra, bikin gugup aja." Deeka menyengir tapi lagi-lagi Nara tidak menyahut, ia hanya menunggu penjelasan.
"Di waktu ini sama persis ketika kita bertemu, tapi dalam suasana yang nggak hujan gue mau ngomong Ra. Jadi pacar gue mau?" Deeka berucap juga melirik waktu yang tercetak jelas di pergelangan tangannya.
Napas Nara tercekat, Nara memang ingin tahu apa maksud Deeka menemuinya. Tapi, ia tak menyangka bahwa Deeka mengungkapkan sesuatu yang sangat serius, terlebih itu berkaitan dengannya. Siapa di dunia ini yang bisa menyangkal perasaan walau sudah digaris bawahi, Nara juga termasuk di dalamnya. Nara juga tidak menyangka bahwa perasaannya yang diyakininya dengan nama cinta bisa membuahkankan hasil, bahwa Deeka membalas perasaannya tanpa diminta.
"Ra," panggil Deeka lembut.
Nara seketika tesentak dari benaknya. Mulutnya terasa terkunci. Bingung harus mengucapkan kata apa untuk menjawab pertanyaan Deeka.
"Ambil cokelat ini kemudian bilang jawaban lo Ra." Deeka melirik cokelat yang masih belum disentuh.
Lama sekali Deeka menunggu dan selama itu pula Nara masih bergelut dengan pikirannya. Hingga tanpa bisa dicegah Nara mengambil cokelat yang ada di atas meja. "Mau Dee," ucapnya sembari diiringi senyum tulus.
"Makasih Ra." kemudian dengan tiba-tiba Nara merasakan matanya seketika perih tatkala serbuk entahlah Nara kurang tahu yang kini menyerang matanya dan membuat pengelihatannya sedikit terganggu.
"Haduhh Nara kocak lo." Nara mengucek matanya pelan, kemudian ia melihat sisa serbuk putih yang disebut tepung.
"Gila, ya lo!" tudingnya pada Deeka yang tertawa lebar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro