Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Regret?

Ada dua kemungkinan,
ketika anak-anak mulai mampu untuk tertawa,
mereka telah meraih kebebasan,
atau menemukan hal baru.

Ada satu kemungkinan,
ketika manusia dewasa menangis,
sebuah penyesalan akan ketidaktahuan.

***

Setelah selesai menuntaskan pekerjaannya, Senja menutup portal situs kepenulisan itu. Nama Esa Dracaena, membayangi pikiran Senja. Senja segera menggelengkan kepala. Kini saatnya dirinya benar-benar menjadi seorang Senja.

Belakangan, Senja terpengaruh setelah membaca sebuah artikel berbahasa Inggris. Judulnya, Mysticism: The Study of Healing The Soul and Charging The “Ruhi”.

“Jiwaku baik-baik saja, aku yakin,”

“Aku hanya butuh hiburan,” gumam Senja.

Senja membuka portal game dalam lewat laptop dan ponselnya. Role Player Game itu menggoda jiwa mudanya untuk bermain, sebuah fake account di laptop dan real account di ponsel. Lagi-lagi Senja menjadi orang lain. Arana Senju, nama yang dipakainya untuk avatar dalam game.

Mata Senja sudah terlalu mengantuk. Namun, demi beberapa keuntungan yang akan dia dapatkan, Senja harus bekerja lagi.

Senja memiliki target untuk beli keyboard baru.

Zip
Zip

Pesan masuk dari real account. Senja mengerjapkan mata.

[BadaiSmsta: Senja]
[BadaiSmsta: kuy bossing]

Senja mengembuskan napas panjang. Setelah level captain, Senja memang tidak punya kegiatan apapun selain berdagang dan membuat saldo mobile banking-nya bengkak.

[AranaSenju: mager kak,]
[AranaSenju: memang mau ke mana?]

[BadaiSmsta: kau di mana? Aku ke room kamu ya?]

“Shit,” batin Senja kesal.

Setelah stalking beberapa akun Badai, Senja tahu kalau dia adalah mantan playboy yang sedang tobat. Dia suka bercerita, tetapi apa Senja akan percaya?

Bahkan Senja sudah menuliskan buku khusus yang berisi cerita-cerita darinya. Gara-gara first aid ketika lose in game itu, Senja jadi mengenalnya.

Lelaki itu sok tahu dan sok kenal. Bahkan sebagai ganti, dia entah kenapa stalking Senja juga. Alhasil, pekerjaan Senja sebagai penulis roman dewasa pun terkuak karena pria tengil itu.

[AranaSenju: Badai. kenapa kau mengajakku?]

Senja menunggu jawaban. Sejak awal, Badai seperti tidak punya teman lain. Senja selalu diliputi rasa curiga.

[BadaiSmsta: guild mati, rencana mau pindah]
[BadaiSmsta: eh, aku kemarin lihat di akun Esa, kamu bik]
[BadaiSmsta: *bikin cerita baru lagi?]
[BadaiSmsta: pen baca :>]

[AranaSenju: terserah]

Senja meletakkan ponsel dan mengembuskan napas panjang.

[BadaiSmsta: yee ngambek]

[AranaSenju: idk]

[BadaiSmsta: kalau aku memanggilmu Esa, ap]
[BadaiSmsta: *apa yang akan terjadi?]

Pertanyaan Badai tak terjawab, hingga di waktu login berikutnya dan seterusnya. Ketika Badai bertanya tentang hal seperti itu, Senja akan diam saja.

Di lain waktu, Badai tanpa sengaja melihat foto close up Senja di salah satu akun sosial medianya. Seseorang yang memiliki banyak nama, banyak peran, dan perangai. Badai penasaran dan ini kali pertama baginya ingin mengetahui seseorang dengan serius.

Setelah berteman cukup lama, Bahkan mengajari Senja cara memainkan berbagai game. Walau Senja tidak tertarik, Badai selalu berusaha membuat Senja terpikat terhadap permainan-permainan itu. Badai merasa Senja harus menikmati masa mudanya. Usia tujuh belas-delapan belas, bukan waktunya untuk berpikir terlalu berat.

Hingga kemudian mereka berinteraksi lewat suara, Badai mengetahui keseharian Senja. Walau Badai juga harus membayar semuanya dengan kejujuran tentang kegiatan sehari-harinya pula.

Pukul tujuh malam, tepat pada malam perayaan hari jadi Kota Budaya ini, Badai memaksakan diri untuk login. Padahal, angkringan yang ditungguinya masih ramai. Kalau ayah tahu, Badai pasti akan kena marah.
Badai menerapkan earphone-nya di telinga kanan.

"Jangan lupa menangis, hari ini," ungkap Badai sesaat setelah dirinya dan Senja masuk ke portal game.

"Aku tidak pernah sedih," jawab Senja dengan yakin.

"Tidak mungkin ada manusia tanpa penyesalan," sangkal Badai.

"Ada, tetapi itu mungkin tidak akan terjadi sekarang. Bukankah yang memiliki penyesalan paling dalam adalah kamu? Mantan playboy kelas expert," ucap Senja.

"Itu hanya sedikit masalah. Kamu sendiri, kenapa menunda penyesalanmu?" tanya Badai.

Hening cukup lama. Keduanya hanya bisa menatap ponsel masing-masing sambil bertanya-tanya dalam hati.

"Aku belum siap dewasa," jawab Senja nyaris tak terdengar.

Badai tidak melihat ekspresi Senja. Namun, dirinya ingin membantah hal itu dengan banyak hal.

"Kalau kamu tidak siap dewasa, kenapa kamu menulis kisah roman dewasa dan kisah--"

"Aku hanya berkisah. Aku masih ingin memiliki jiwa anak-anak, menemukan kebebasan dan sesuatu yang baru," Senja menghela napas.

"Baiklah, terserah padamu. Aku hanya memberitahu, segera bersiaplah untuk menjadi orang dewasa dan menyesal akan sesuatu,"

Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan. Mereka fokus game satu jam ke depan, hingga Senja pamit secara tiba-tiba.

“Hei, aku ada urusan. Lanjut besok saja ya kalau ada waktu,”

“Kenapa mendadak??” tanya Badai terkejut.

Senja mengembuskan napas panjang. Dengkusan itu sangat kasar. Seolah pelakunya sedang menanggung sesuatu  yang berat.

“Aku mau pergi,”

“Oh, baiklah,”

Badai tidak mencegahnya, namun tertarik untuk menemukannya. Malam perayaan hari jadi kota ini, Senja pasti keluar rumah. Badai menggenggam ponsel lebih erat.

“Aku akan menemukanmu, Senja,”

Tetapi badai kembali dipusingkan dengan bagaimana caranya kabur dari posisi kasir angkringan yang masih ramai.

Senja turun dari motornya dan duduk paling sudut, paling belakang, jauh dari sorot lampu, tepat di lokasi pertunjukan wayang kulit.

“Kenapa aku belum siap dewasa?”

Pertunjukan wayang masih dimulai setengah jam lagi. Senja menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah.

“Lantas kenapa aku masih memikirkan perkataan pria tengil itu?”

Lakon segera dimulai tanpa Senja sadari. Yang Senja sadari, dirinya sudah memilih cerita yang akan dijalaninya sendiri. Walau tidak mulus, Senja yakin kalau tidak ada jalan lain.

Babak di mana sebelum Perang Bharatayuda mulai, adalah babak yang cukup Senja benci. Kenapa lebih banyak orang yang berusaha berbohong demi keuntungan diri sendiri?

Seperti dirinya sendiri kalau begitu, Senja menggigit bibir. Nama-nama samaran bertebaran dalam benak Senja. Diri Senja sejatinya tidak pernah menjadi siapa-siapa.

“Aku ingin bermain, jiwaku...,” Senja mengepalkan tangan di depan dada.

“Ayo, kita main. Sampai kamu puas menjadi anak-anak dan mau menjadi dewasa,”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro