siskiyou
Sistema Cardis.
Awalnya, Elizabeth mendengar rumor tentang Sistema Cardis setelah memilah informasi dari klien-klien yang didapatinya dalam beberapa bulan terakhir. Atau, mungkin lebih tepat untuk disebut sebagai 'cerita dongeng'. Para manusia di Slum selalu menyukai cerita dongeng.
Slum - daerah kumuh, memang, mungkin sesuai dengan namanya untuk melambangkan masyarakat tanpa kelas dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Ada juga mereka yang kehilangan orang tua sejak kecil. Ada juga mereka yang sengaja dibuang ke sana. Ada juga mereka yang telah lama hidup di sana dan menikmati alur mereka sendiri. Ada juga mereka yang merasa tidak pantas hidup di masyarakat di atas mereka. Ada juga mereka yang ingin bersenang-senang, mencari ladang pencaharian yang mudah atau memanfaatkan masyarakat kelas bawah. Arti kata Slum bagi mereka sudah buyar dari sekedar mendefinisikan bahwa mereka hidup di gedung-gedung usang tak terawat atau rumah-rumah yang berdekatan dinding tanpa juntrungan.
Seperti kata orang, istilah yang asing itu terdengar menarik, bukan? Elizabeth tidak keberatan menamai tempat itu sebagai Slum, sama seperti yang lain.
Teknologi memang sudah menyeluruh di KINGDOM, sebagaimana semua elemen masyarakat mulai menerapkan hidup dengan virtual avatar dibanding keluar rumah untuk bekerja kasar. Bila para bangsawan bisa mempunyai jejaring komunikasi sendiri yang punya kapasitas besar tergantung kelas yang mereka punya, Slum, dengan segala keterbatasannya, mempunyai satu jejaring komunikasi yang dapat menampung semua orang Slum di ranah semi-virtual. Sekilas, mungkin terdengar mustahil, apalagi mengingat bagaimana Slum terletak jauh dari pusat kota-kota besar yang memiliki kecepatan akses yang tinggi. Namun, mereka berhasil menyatukan sedikit demi sedikit perangkat yang mereka punya, membuatnya menjadi peer-to-peer connection dengan berbagai jenis kabel yang terhimpun menjadi sebuah kesatuan. Semakin banyak yang tersambung, semakin kuat jaringan Slum.
Elizabeth memang terdengar seperti nama ningrat, tetapi ia lahir dan besar di kawasan kumuh itu. Menyatu dengan mereka. Mempelajari cara mereka bertahan hidup. Mengetahui apa yang bisa ia lakukan dan mengembangkan diri, terlebih ketika segalanya telah berubah. Hacking dan cracking merupakan salah satu bidang yang digemari di Slum untuk mencari sesuap nasi.
Kemampuan meretas para penggiat di Slum juga berbeda satu sama lain, tidak memiliki suatu pola seperti keluarga bangsawan tertentu; inilah yang membuat peretas yang berasal dari Slum spesial bagi para klien-klien yang mengetahui. Bahkan, ada beberapa peretas dengan nama panggung yang terkenal karena mampu menduplikasi cara meretas ala keluarga bangsawan. Dengan kemampuan itu, mereka bisa melakukan pemerasan dan mendulang sekian banyak uang.
Semua orang di Slum selalu menggiatkan diri untuk mendapatkan informasi teknologi yang digunakan oleh para bangsawan. Ada peraturan tidak tertulis pada jejaring Slum bahwa seseorang yang mendapat pengetahuan baru dianjurkan untuk membagi informasi tersebut untuk dilihat dan dipelajari oleh para penggiat Slum. Ada berbagai tingkatan informasi yang dapat dibuka, ada juga beberapa yang sengaja disisipkan 'kode' oleh orang-orang tertentu sehingga seseorang yang baru saja masuk ke jejaring Slum tidak dapat melihat data tersebut sebelum mereka terjun lebih jauh.
Informasi teknologi yang kerap digemari di sana adalah 'teknik peretasan', 'teknologi terapan [isi nama kelas]', dan 'komputer kuantum'.
Sampai saat ini, Elizabeth tidak ada yang akan menyangka sebuah keluarga berkelas Baron memiliki sebuah komputer kuantum yang digadang memiliki efisiensi tinggi namun dengan biaya minimal. Cerita-cerita tentang Sistema Cardis digolongkan mereka sebagai sesuatu yang tidak mungkin, walau itu cukup membuat orang-orang penasaran.
Informasi lengkap mengenai latar belakang keluarga Cardis ada di jejaring akses bersama Slum, diam tak tersentuh, selayaknya etalase sebuah toko perhiasan raksasa yang penuh debu di sebuah Divisio kelas menengah KINGDOM. Komentar-komentar yang ditinggalkan para pembaca akan informasi itu menjadikan 'Sistema Cardis' omong kosong belaka. Sebuah penipuan. Sebuah oase di belantara padang pasir.
>"Mana mungkin keluarga Baron yang beralamat di tengah-tengah hutan punya komputer kuantum?"
>"Sepertinya ini jebakan bagi mereka yang penasaran. Nanti kita diculik mereka, terus dijual (emot tawa)."
>> "Aku mau dijual ke bangsawan dong. Mungkin aku bisa dapat gaji bulanan."
>>> "Ya kalau organmu nggak dijual duluan, bocah."
Begitu dan seterusnya.
Kecurigaan mereka benar, Elizabeth bisa paham, mengingat ada bangsawan kelas yang gemar menjual organ-organ manusia (organik, 100% asli milik manusia tulen. Tidak menerima ginjal hidroponik) atau satu manusia utuh ke pasar gelap. Atau, mereka yang memang diculik dari Slum untuk dipekerjakan paksa. Para penggiat Slum memang orang-orang yang suka bertualang, tetapi ada batasan tertentu yang tidak akan mereka langgar demi keselamatan dan kerahasiaan identitas masing-masing.
Akan tetapi, seperti ngengat dipadan dengan wajah terang lampu, Elizabeth mencari Sistema Cardis.
⌘
"Sudah lebih tenang?"
Ah.
Tak terasa, Eliza telah menenggak habis satu cangkir teh, sementara ia menatap dasar porselen itu dengan pandangan kosong. Nuansa hijau dari rumput di antara gazebo dan wangi harum kamomil yang menguar dari teko kecil yang diam di atas troli milik Duchess Regelia menariknya perlahan kembali ke realita.
Mereka bilang, ada lima langkah untuk membuat seseorang sadar di mana ia sekarang 'berada'. Di mana ia 'berpijak'.
<i: sebutkan lima hal yang bisa ia lihat di sekitar>
Eliza melihat cangkir teh. Putih porselen yang terasa berat di kedua tangan dan pangkuan. Cangkir teh itu melihat kembali Eliza dengan cekung, sinar yang mengkilap di permukaan cangkir terpatri jelas ke matanya. Ada beberapa tetes teh yang tertinggal di dasar cangkir, agak mustahil untuk ia seruput habis. Tidak mungkin ia menjilat dasar cangkir, ia akan terlihat aneh.
Eliza melihat tangannya. Tangan itu tidak lagi bergetar. Ibu jarinya melengkung di pegangan cangkir, keempat jari lainnya membantu untuk memegang cangkir erat-erat. Sarung tangan yang ia kenakan untuk Society Auction Ball adalah hitam, bukan putih seperti apa yang biasa ia kenakan di rumah. Madam Elise bilang kalau warna hitam cocok untuk memadu baju merah yang ia kenakan, memberi kesan netral.
Eliza melihat lantai gazebo. Ia duduk di pinggir paling kanan kursi panjang marmer. Pantulan kakinya jelas terlihat di tubuh marmer yang menjadi lantai gazebo. Ia mencoba menarik sepatunya, mendengar derit kesat yang menggema dari lantai.
Eliza melihat troli yang ada di dekat pintu masuk gazebo. Di kompartemen bawah, kotak perkakas merah tua tempat Duchess Regelia menaruh perlengkapan berkebunnya terduduk manis, sempurna tertutup. Teko teh yang juga terbuat dari porselen yang senada dengan cangkir ada di sana, dengan satu cangkir lain tertutup menghadap permukaan troli besi. Uliran yang terdapat di teko teh terlihat seperti bunga dengan tangkai yang menjalar, entah apa jenis bunga tersebut.
Eliza melihat Duchess Regelia. Pemilik surai gandaria itu duduk di kiri Eliza, ada jarak satu jengkal di kursi. Duchess menatap Eliza dengan nanar, bukan kepalsuan. Kedua tangannya terlipat di atas paha, posturnya sedikit membungkuk. Bibirnya terbuka, tapi ia tidak berkata apa-apa.
<ii: sebutkan empat tekstur yang bisa ia sentuh>
Cangkir teh itu sedikit berat, namun porselen tersebut mulus. Licin, lagi tidak mudah terselip dari tangan. Eliza memakai sarung tangan, mungkin ia bisa merasakan tekstur cangkir lebih baik kalau ia melepasnya. Tetapi, Eliza merasa itu sudah cukup.
Eliza menaruh cangkir. Duchess Regelia mengambil cangkir tersebut. Terus memerhatikannya.
Eliza menyentuh kursi marmer. Halus, tidak kesat seperti lantai. Ia mengangkat tangan, tidak ada sedikitpun debu menempel di atas sarung tangan hitam. Eliza hanya merasakan halus, marmer tersebut mungkin sudah diasah dan dipoles sedemikian rupa sehingga cocok untuk menjadi tempat duduk, berbeda dengan lantai yang dibiarkan berkilap.
Eliza melepas sarung tangannya, keduanya. Duchess Regelia menyilangkan salah satu kakinya, ia tertegun.
Sarung tangan hitam itu berbahan lembut, terasa berbeda ketika menyentuhnya. Menggunakan sarung tangan berbeda dengan mengenakan sarung tangan, ada sensasi lain saat kulitnya menyentuh bahan tersebut dibandingkan ketika ia memegang sesuatu dengan bahan tersebut. Mungkin bahannya katun, bahan yang disebut Madam Elise menyerap keringat lebih baik dibandingkan bahan pakaian lain. Tentu, ia tidak bisa menelaah apakah itu katun sintetik atau katun asli dari olahan serat kapas, itu tidak penting. Ia juga tidak tahu jenis katun apa itu, ia tidak peduli.
Berikutnya,
"Duchess Regelia, bisa anda pinjamkan tangan anda?"
Tentu ia menyerahkan tangannya yang normal. "Bukan, tangan besi anda."
Duchess Regelia tidak berpikir terlalu lama, ia membiarkan tangan besinya berada di telapak tangan Eliza. Dingin, keras, sama sekali tidak mengeluarkan panas tubuh atau keringat seperti layaknya kulit. Ketika kuku Eliza menggores sedikit besi tersebut, tidak ada bunyi yang dihasilkan.
"Cukup, terima kasih, Duchess."
(Ia tidak begitu menangkap ketika Duchess Regelia menarik tangannya tidak terburu.)
<iii: sebutkan tiga suara yang bisa ia dengar>
Sedari tadi, ada suara angin di dalam kubah tersebut, padahal rumah hijau itu tertutup. Atau, Eliza lupa menutup pintu dan Duchess Regelia membiarkannya. Angin itu mengetuk-ngetuk plastik pembatas rumah hijau dengan area luar. Angin itu berserak bersinggungan dengan tanaman; daun, reranting, akar daun, kelopak bunga, mahkota bunga.
"Duchess Regelia."
Suaranya. Alto, menurut Madam Elise, namun mezzo-soprano menurut Sistema Cardis. Ia pernah membaca satu halaman penuh mengenai analisis suaranya yang dibuat oleh Sistema Cardis, tapi jujur ia tidak terlalu mengerti apa maksudnya dan apa faedahnya. Mungkin saat itu ia hanya bosan. Suaranya cukup berat menurutnya, untuk golongan wanita pada umumnya yang ia tahu bersuara lengking. Mereka bilang, perlu ada tes bernyanyi untuk tahu betul seberapa panjang tingkat nada suara seseorang. Eliza berkata tidak - ia tidak mau bernyanyi untuk orang lain, ataupun bernyanyi untuk Sistema Cardis. Bisa saja Madam Elise memeriksa log suara dan mempermalukannya nanti.
"Ada apa, Baroness?"
Suara Duchess Regelia terdengar kecil, merdu. Tapi Eliza tidak bisa menggolongkan suara itu sebagai suara lengking perempuan yang umumnya Eliza tidak ingin dengar terlalu lama. Suara milik Duchess Regelia bisa ia sebut cukup, berada di tengah-tengah antara iya dan tidak. Suara Countess Kleine ia ingat lebih nyaring, namun terdengar berbeda ketika ia tertawa atau menawarkan sesuatu. Ada karakter di sana. Sementara, suara Duchess Regelia itu rapi: ia menjiwai satu karakter. Dan karakter itu utuh, tidak goyah.
Eliza pun menggeleng untuk menjawab pertanyaan Duchess Regelia. Ia mengatur nafas.
<iv: sebutkan dua aroma yang bisa ia cium>
Kamomil masih terasa dominan dari cangkir teh tadi. Menurut Madam Elise, kamomil memiliki khasiat menenangkan, bagus untuk dipadu teh. Teh kamomil sering digunakan bagi orang-orang yang sulit tidur. Ada beberapa penelitian terkait hal tersebut, namun Eliza malas membacanya. Duchess Regelia kemungkinan memilih teh kamomil untuk membuatnya rileks, pilihan yang mungkin tepat namun bisa saja salah.
Lalu, Duchess Regelia memiliki aroma lavender yang menempel di rompi yang ia gunakan. Entah itu ia dapatkan karena ia merawat bunga tersebut, atau karena ia memang menggunakan parfum dengan wangi lavender. Harum tersebut tidak sekuat kamomil di teh yang ia minum, tapi harum tersebut cukup untuk membuat Eliza tahu bahwa Duchess Regelia ada di sampingnya. Duduk. Menunggu. Melakukan observasi. Menjaga jarak aman. Tidak banyak bertanya. Hati-hati.
Kombinasi kamomil dan lavender adalah efek menenangkan. Wangi kedua bisa saja kebetulan, atau Eliza terlalu banyak berpikir akan korelasi keduanya.
<v: sebutkan satu rasa yang bisa ia rasakan di mulut>
Pahit pekat tanin dari teh. Sangat menyiksa, seperti memeluk lidah dan tidak akan pergi dalam waktu dekat. Teh yang ia cecap tidak terlalu panas, namun tidak ada yang bisa memungkiri keberadaan tanin pada teh. Juga, Duchess Regelia tidak memasukkan gula ke dalam teh, sehingga pekat itu tajam tiada ampun. Akan tetapi, manis juga bisa menjadi sinyal buruk yang membuatnya semakin haus. Sifat astringen teh akan membuat seseorang ingin minum lebih banyak, ia mulai merasakan tenggorokannya memanggil-manggil keberadaan air.
<notifikasi> Terima kasih anda telah mengikuti langkah demi langkah pemulihan diri. </notifikasi>
"Sudah lebih tenang?"
Pertanyaan itu menggaung lagi. Kali ini, Eliza menjawab dengan berdiri, ia menatap Duchess Regelia yang bersedekap di posisi duduknya di atas kursi marmer, matanya masih mencari. Mungkin, mungkin apa yang ia lakukan tadi terlihat bodoh dan aneh; ini saat yang tepat untuk Duchess Regelia menertawainya dan ia akan dengan senang hati mengambil sekop dan menggali lubang untuk dirinya bersembunyi.
Tetapi tidak, pandangan nanar itu lekat. Kekhawatiran berada transparan, tergambar pada alisnya yang bertaut dan bibirnya yang berkerut.
"Duduklah, Baroness."
"Tidak, saya sudah--"
"Sebentar saja. Sepuluh menit," nadanya tegas. "Tolong."
Eliza tahu kapan dirinya menunjukkan kesopanan, kapan dirinya menunjukkan bahwa dia tahu diri. Ia pun kembali duduk, lebih enggan, lebih waspada, sedikit berjengit. Duchess Regelia menatapnya dengan senyum.
"Saya ingat seseorang melakukan hal itu setelah ia diserang panik."
"Begitu."
Memori yang datang kepadanya ketika ia mencari Sistema Cardis bukanlah sebuah kenangan buruk. Malah, Eliza merasa itu awal dari segalanya. Awal ketika ia menginginkan sesuatu dan nekat mengambil cara apapun untuk mendapatkan sesuatu. Bodoh, sembrono, tidak berpikir panjang; itulah Eliza dalam kurun tahun sebelum ia datang ke mansion milik Cardis.
Ia tahu benar memori itu akan datang karena satu nama: Duke Lakspur.
Ia menginginkan kekuatan. Kini ia telah mendapatkan kekuatan.
Akan tetapi, ada yang masih belum ia raih.
"Duchess, boleh saya bertanya sesuatu?"
"Silahkan."
"Selama anda memegang kekuatan, apa ada hal yang belum bisa anda capai?"
Manik Duchess Regelia menyipit, namun ia menjawab cepat. "Ada satu hal."
"Oh?"
"Balas dendam."
"Balas dendam? Bukannya anda telah punya segalanya?"
"Ada sesuatu yang hanya bisa dikabulkan oleh Sistem, Baroness," tuturnya. Bibirnya sejenak bergetar. "Saya tahu bahwa anda mengerti apa yang saya maksud."
Naif bila ia pura-pura tidak tahu, Eliza mengutuk dirinya sendiri. Lagi, Eliza memilih untuk tidak mengomentari apa yang diucap oleh sang Duchess. Pada hakikatnya, manusia memang tidak akan pernah puas, Eliza tidak akan sok menekankan bagaimana Duchess berkali-kali lipat lebih punya kuasa dibandingkan dia, gelar Baron cabutannya, juga Sistema Cardis-nya.
<refleksi>"Atau kamu ingin menjadi pemimpin, Baroness; menguasai KINGDOM?"</refleksi> sejurus kemudian, sungai memori mulai mengalir balik, kilas demi kilas jelas terpampang sebelum ia hidup seorang diri, terlunta di jalanan dingin Slum.
[Apa yang sebenarnya ia inginkan sekarang?]
⌘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro