peraduan
Sistema Cardis.
Ah, ya. Kondisi sekarang sedang kritis. Elizabeth tengah ada di titik antara hidup dan mati. Atau malah bisa dibilang, mati dan mati.
Infiltrasinya ke dalam rumah kabin milik Baron - ralat, Baroness - Cardis menghasilkan nol besar.
Ia tertangkap, entah dengan trik apa. Elizabeth sekedar bisa menyangka bahwa Elise Cardis telah mengisi ruangan dengan gas tertentu yang dapat membuatnya terlelap, tapi ia tidak tahu gas macam apa yang bahkan bisa membuatnya hilang kesadaran dan tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi. Seperti ingatannya telah dipercepat, menyisakan kolom kosong yang ada dalam sepersekian detik. Kolom itu segera dianggap tidak berarti dan segera dibuang oleh otak, membuat Elizabeth terbangun dalam kondisi mirip dengan jet-lag, namun efeknya mirip dengan sebatas mengerjap dalam waktu singkat.
Elizabeth berharap bahwa Baroness Cardis ternyata tidak mengontrol waktu seperti apa yang terjadi di film-film fantasi.
Setelah Elizabeth berhasil ditangkap, Elise Cardis menguncinya pada sebuah kursi kayu. Ia menggunakan dua buah besi berbentuk silinder seukuran diameter pergelangan kaki Elizabeth. Besi tersebut tampak dibor langsung ke badan kayu, membuatnya menjadi satu dengan kursi, bukan besi tersebut disiapkan dalam waktu dekat. Mungkin, mungkin Elise Cardis punya satu atau dua hobi aneh untuk repot-repot mempersiapkan kursi dengan pengunci untuk saat tertentu. Entah dia ingin menyiksa siapa.
Anehnya, Elise Cardis tidak memborgol tangan atau badannya ke badan kursi. Walau begitu, akan tetap sulit bagi Elizabeth untuk pergi dari sana dengan kedua kaki terkunci. Ia hanya akan terjengkang dan mempermalukan dirinya kalau ia mencoba bergerak cepat untuk kabur.
Toh, tidak ada niat dari Elizabeth sendiri untuk kabur. Atau, tidak pernah ada sedikitpun keinginan di benaknya untuk melarikan diri. Ia sudah siap dengan segala kemungkinan.
Lebih baik mati ketimbang kembali dengan tangan kosong - ia bisa mengucapkan itu berulang kali sebelum ia datang ke sana. Bak dibakar dengan adrenalin, Elizabeth sudah mencanangkan bahwa ini adalah langkah satu-satunya untuk memenuhi ambisinya, atau untuk menjawab obsesinya.
Akan tetapi, prinsipnya mulai berubah, sedikit demi sedikit, mendengar apa yang disampaikan sang pemilik rumah.
Elise Cardis adalah seorang wanita yang menakutkan, sangat menakutkan.
Alih-alih tahu bahwa Elizabeth akan terbujuk oleh tipu dayanya, Elise Cardis-lah yang menarik Elizabeth untuk datang kepadanya - ke kabin Cardis untuk 'mencuri' Sistema Cardis.
Ada beberapa informan yang dihubungi oleh Elizabeth sebelumnya, tetapi pecahan-pecahan informasi tersebut belum menjadi jelas tanpa masukan dari sang klien 'anonim' yang merupakan langganan Elizabeth di kegiatan peretasannya di Slum.
Elizabeth bisa ingat ada banyak orang yang melarangnya untuk membuka Kotak Pandora, menyerukan bahwa apa yang dicarinya adalah semu, fana yang ada di ujung tiada. Lagi, larut dalam obsesi yang dirinya sendiri ketahui, Elizabeth meramu rencana dan sampai di kaki kabin, kini dia ada dihadapan sang 'ratu' yang tengah menjamu dengan segala yang ia tahu.
Elise Cardis juga telah mengetahui siapa Elizabeth sebenarnya, sebelum Elizabeth bahkan bisa tahu bila ternyata 'Baron' yang selama ini ia ketahui adalah 'Baroness'. Rumah ini juga bukan jebakan, melainkan rumah asli kediaman sang pemilik surai hitam yang sedari tadi asyik meminum teh di cangkirnya. Selama ini, Elizabeth-lah yang telah di buru, bukan sebaliknya.
Elise Cardis juga yang memiliki Sistema Cardis, dan Sistema Cardis itu adalah 'dirinya'. Bukan sebuah chip berukuran mikro. Bukan sebuah silinder besar dengan banyak kabel. Bukan sebuah piranti raksasa yang disembunyikan di dalam tempat terpencil.
Asap harum teh yang masih hangat di pipi Elizabeth terasa sekejap mendingin sesaat ia mencerna apa yang dikatakan sang tuan rumah baru saja.
"Komputer kuantum itu ada di depanmu."
Kalimat itu Elise Cardis ulang dua kali, namun di kepala Elizabeth, kalimat itu telah menggaung hingga seribu kali.
"Anda ... robot? Tapi, tidak mungkin. AI tidak diciptakan untuk memiliki-"
"Saya manusia tulen," ia terkekeh. "Seratus persen organik. Kamu mau coba pegang?"
Elizabeth menggeleng cepat, "Ti-tidak, terima kasih."
"Hmm, anak baik." ia mengedip, sementara pelipis Elizabeth berkedut tidak nyaman. "Ah, maafkan selera humor saya. Sebelum ke topik utamanya, biar saya sebutkan satu pertanyaan serius untukmu."
Kepalanya ia condongkan ke arah Elizabeth, sesaat ia berdiri, kedua tangannya tertelungkup di atas meja. Pandangannya masih lurus, namun senyumnya sempurna pudar. Tidak juga tersisa seringai yang menyentuh ujung matanya.
"Mengapa Sistema Cardis?" nadanya dingin, menghantam menghujam. "Tidakkah ada perangkat peretas lain yang mampu untuk memproses segala informasi yang setara dengan komputer kuantum?"
Ya; mengapa Sistema Cardis? Kenapa harus Sistema Cardis? Pertanyaan itu pun terus bergulir di dalam kepalanya, setiap kali ia tengah sibuk dalam mencari informasi, berita, petunjuk, hal apa pun mengenai obsesinya. Secara logika, Elizabeth harusnya sudah menyerah begitu mengetahui bahwa apa yang ia cari ada di suatu daerah terpencil dan dimiliki oleh keluarga bangsawan kelas yang tak bernama dengan reputasi rendah, juga dengan segala standar deviasi yang mengarahkan pada kemungkinan bahwa ini adalah sebuah jebakan di lapangan terbuka.
Saat ini, Elizabeth tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Obsesi? Tidak. Dirinya sendiri? Bukan. Ia berjalan tanpa arah, tanpa tujuan - Sistema Cardis adalah 'cara' untuk menimbulkan sesuatu dalam dirinya. Sebuah percik api. Sebuah keinginan untuk terus hidup dengan mengukir sebuah muslihat.
Atau, sudahkah cukup ia membohongi dirinya sendiri? Apakah dengan masuk ke sebuah kandang singa, ia akhirnya sadar bahwa ia datang ke sana hanya untuk mencari arti kehidupan di saat segalanya sudah kehilangan arti sejak sepuluh tahun yang lalu?
Ya, sepuluh tahun lalu. Duke Lakspur sudah menghancurkan kehidupannya yang nyaman. Duke Lakspur. Duke Lakspur. Duke Lakspur-
Untuk apa selama ini ia hidup di jalan peretasan data tanpa menginginkan sesuatu? Tentu, ia ingin punya kekuatan agar tidak melulu merasa di bawah, merasa tertindas.
"Saya ingin balas dendam," jawabnya. "Saya ingin meruntuhkan Sistem dengan Sistema Cardis."
Elise Cardis bergeming. Nanar menjelang pelan dari kedua bola matanya.
"Sistema Cardis mempunyai kecepatan pengolahan informasi yang brilian. Saya bisa memanipulasi data dengan cepat tanpa terendus. Saya bisa membuat seseorang yang kini ada di balik lindungan jeruji besi mendadak mati," tiap kalimat, ucapannya semakin cepat. "Saya bisa menguasai dunia."
⌘
"Alasan yang baik, Duchess Regelia. Tapi, tidakkah anda rasa tuduhan anda ini terlalu terburu dan tidak mendasar?"
Di ruangan itu, kini dua suara dan dua bahasa tubuh beradu. Terpisahkan oleh podium dan hamparan kursi teratur, selain dua suara itu, ruangan terdiam. Hanya bola mata yang bergerak antara titik A dan titik B. Antara Duchess Regelia yang mulai menyalak dengan tubuhnya yang menegang, tatapannya nyalang ke arah tiga kepala di atas podium; dan Countess Kleine yang alisnya naik tajam, dadanya naik turun cepat seiring ia menahan diri untuk mengeraskan suara.
Eliza tidak sama seperti yang lain, walau getaran tangannya telah terhenti. Ia menatap di antara mereka berdua yang beradu argumen, di celah kosong. Telinganya mendengarkan, namun kepalanya masih terasa penuh.
"Saya mengerti bahwa saya tidak punya bukti, tapi kejadian ini sudah pernah ada sebelumnya. Dengan efek yang sama, adanya ledakan, adanya pemutusan koneksi di Ibu Kota," Duchess mengulang fakta dan menjadikannya senjata. "Terorisme siber meninggalkan jejak, jejak yang dengan mudah diulangi oleh siapa pun yang punya kekuasaan."
"Lalu, kenapa anda menyalahkan saya?"
"Anda pemegang kunci master, Countess Kleine. Orang-orang tertentu pasti sudah mendekati anda dengan beberapa proposal untuk meminta jalan pintas," Duchess Regelia menunjuk Countess Kleine dengan kelima tangan terbuka. Kemudian, ia kembali melempar pandang ke audiens, beberapa mulai terkesiap di kursi mereka masing-masing melihat seringai Duchess yang begitu dingin.
"Saya dengar dari beberapa sumber kalau ada nama-nama keluarga kelas atas yang merupakan budak dari Duke Lakspur telah mendekati anda dengan beberapa tawaran ... dan ancaman."
"Duchess. Saya ini netral, saya-"
"Oh, bagaimana kalau mereka mulai membocorkan rahasia kelam anda ke haribaan publik?" saat itu juga, Countess Kleine menggertakkan giginya. Ekspresinya semakin kecut. Sementara, suara-suara bisikan mulai timbul tenggelam.
"Keluarga bangsawan kelas sangat suka menjatuhkan, pasti sangat disayangkan jika sedikit noda di pakaian anda bisa membuat kehancuran satu keluarga bangsawan di bidang metalurgi, bukan?"
"Duchess Regelia!"
"Yang anda perlu lakukan cukup mengakui bahwa kejadian ini adalah salah anda, sudahi sajalah semua permainan ini," suara sang Duchess lantang. "Anda tidak ada bedanya dengan Duke Lakspur yang cuma haus kuasa dan menggunakan Sistem untuk agenda anda sendiri."
Earl Gaillardia yang semula tenang dan berusaha menenangkan Duchess Sarachenia di sampingnya turut sedikit terprovokasi, kakinya menghentak ke arah lantai. Lagi, lelaki bersurai keperakan itu tidak berdiri untuk mengutarakan satu atau dua kata pembelaan.
"Tidak akan ada yang menghukum anda di sini apabila anda mau jujur, Countess. Hanya penjara seumur hidup seperti laki-laki itu yang menunggu anda nanti," Countess Kleine menundukkan kepala, ia memalingkan wajah dari tatapan tajam menghakimi yang di hantarkan Duchess Regelia.
"Kejadian seperti ini - mengunci peserta seleksi, menimbulkan ledakan dan pemutusan koneksi di daerah dengan keamanan tinggi di Ibu Kota - hal ini cuma bisa dilakukan oleh seseorang yang terhubung dengan Sistem-"
"Interupsi."
Duchess Regelia segera menoleh ke arahnya, ke tangannya yang terangkat tinggi lagi diselubungi tremor, ke pribadinya yang perlahan berdiri tanpa menimbulkan satu pun derit di kursi. Eliza melirik ke arah Countess Kleine yang menaikkan kepala, juga ke audiens yang serentak menatapnya.
"Saya tidak setuju ... dengan pendapat Duchess Regelia," ia menelan ludah. "Karena saat itu, Duke Lakspur tidak terhubung pada Sistem."
Terbelalak, Duchess Regelia segera berseru, "Apa maksud anda? Sudah jelas saat itu Duke Lakspur hadir di Pesta Seleksi Society dan menerima baiat untuk menjadi salah satu dari Tiga Familia!"
Dengung yang semula terfokus untuk berbisik antara pro dan kontra mulai menderu setuju atas apa yang disampaikan oleh Duchess Regelia. Eliza menurunkan tangannya, menyilangkan jari-jarinya satu sama lain di depan perutnya, menekan ibu jarinya hingga memutih untuk menghilangkan resah yang mulai menusuk.
"Karena hari itu ... Duke Lakspur ada di Slum," lidahnya sejenak kelu. "Ia, ia mati sebelum terjadi ledakan besar di Slum."
⌘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro