Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1

Theo harap mimpi ini segera berakhir. Tiada hal yang benar tentang mimpi ini. Hutan gelap dengan langit merah seharusnya hanya ada di lukisan. Sedangkan pohon bengkok seperti gulali berdaun tak boleh punya mata. Dan yang paling tidak Theo sukai adalah mimpi ini mungkin tak akan berhenti.

"Aku sedang mimpi buruk, aku sedang demam dan bermimpi." Jika Theo ujarkan dengan keras, mungkin kenyataan ini akan benar-benar jadi mimpi. Tatapan mata-mata pohon membuat langkah Theo berubah menjadi larian, ke arah mana dirinya tak tahu. Tidak disini, harus pergi dan pulang. Jika tidak nanti Ibu menangis dan Ayah Theo marah. Jika Ayah marah, Ibu akan menangis pula.

Ia lari namun mata-mata pohon tetap mengikuti, daun yang Theo pijak punya suara kering namun membuat telapak kakinya basah. Tiba-tiba akar menjegal kaki Theo membuatnya tersungkur dan mengotori baju tidur. Saat ia mendongak, mata-mata pohon berubah menjadi mata Ayah. Penuh amarah pada Theo namun tak melihat ke arahnya sama sekali. Lalu sebuah cahaya melompat diantara dedaunan. Kaki Theo bergerak tanpa perintah mengikuti cahaya remang itu.

Saat cahaya itu semakin menjauh Theo mulai menjerit. "Tunggu, jangan pergi!" Pekikan gadis kecil memenuhi hutan dibalas dengan gema dirinya sendiri. "Aku butuh kamu!" Entah bagaimana cahaya itu mendengarkan Theo. Tiba-tiba cahaya itu berhenti dan mulai melayang ke arahnya. Saat dilihat lebih dekat, cahaya itu berubah menjadi burung. Jenis yang sering datang membangunkan Theo di pagi hari. Burung itu mendarat di cakupan tangan Theo seperti teman lama. Lalu mulai berkicau.

Itu hanya kicauan biasa yang sering ia dengar setiap hari, namun saat ini berubah menjadi mantra sihir untuk menenangkan gadis kecil. Theo seharusnya berhenti menangis, Ayah tak suka melihat saat dirinya menangis. Tapi bendungan mata Theo telah bocor dan pipinya sekarang dibanjiri air mata, yang anehnya menghangatkan Theo bagai perapian di musim dingin.

Theo tak tahu seberapa lama ia menangis, saat sesenggukan dan kicauan berhenti burung itu masih ada, juga langit masih merah. Tetapi sekarang ia merasa lebih berani, tidak berani, tapi lebih berani. Dan sekarang burung itu menatap dirinya. Lalu tiba-tiba.

"Ayo!" Pekik burung itu. Lalu melayang pergi, secara refleks ia mengikuti.

"Kemana?" Tanya Theo, berharap burung itu punya arah untuk dirinya.

"Jauh!" Balas burung tanpa menoleh ke Theo. Ditengah larian ia tersungkur lagi, setelah membuka mata yang menyambut Theo adalah tengkorak pemimpi lain. Ia membeku, lalu Theo menemukan tengkorak lagi dan lagi dan lagi. Theo sadar bahwa hutan ini adalah kebun tengkorak para pemimpi. Dan mata mereka mengawasi.

"Ayo!" Burung itu datang menjemput, mantra beku digantikan sesuatu yang lebih jahat dan gelap. Tiba-tiba rasa takut Theo kembali. Bayangan terusik saat ia menoleh ke belakang. Tanpa sadar ia kembali berlari, secepat angin, lebih cepat dari larian Theo sebelumnya.

Ranting pohon memberi goresan melengkapi memar-memar di kulitnya. Memar yang selalu bertambah sebelum pulih sepenuhnya. Theo terus berlari hingga jurang hitam datang menghadang.

Tinta hitam membatasi dunia sejauh mata gadis kecil bisa memandang, merantai Theo seperti pemimpi lain. Kaki Theo menjadi berat namun burung itu masih belum menyerah.

"Ayo!" Lalu gadis kecil mengikuti. Berlari disamping jurang Theo dapat mendengar bisikan para pemimpi yang telah jatuh kedalam, ada tawa dan tangisan bahkan kutukan diantaranya. Tak lama kemudian mereka sampai di bagian jurang yang paling sempit. Di bagian ini bisikan pemimpi terdengar paling keras, dan burung itu meminta sesuatu yang mustahil darinya.

"Lompat!" Perintah si burung, meski yang paling sempit tetap saja tak mungkin dilewati gadis kecil. "Lompat! Lompat!" Perintah burung semakin keras. "Lompat!" Sekarang terdengar seperti memohon.

"Aku tak bisa!" Tangisnya. "Aku bisa mati!"

"Mati! Mati!"

Bunyi gemericik dari belakang dan hawa dingin membakar seluruh keberanian Theo. Tanpa ancang-ancang ia melompat. Untuk sesaat Theo terbang diatas neraka, sayap tak terlihat menghentikan dunia selain dirinya. Hingga sayap Theo patah dan gadis itu ditelan seperti para pemimpi sebelumnya.

Untuk sesaat sebelum ia menutup mata lagi, bulan menunjukkan diri diantara awan. Biru dan bulat, tipe bulan yang ibu suka amati.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro