Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8

MARRYGOLDIE

Kebaikan tidak hanya berbagi materi. Tapi juga berbagi perhatian.

* * * * *

Seminggu berlalu sejak insiden ciuman itu. Baik Chase maupun Rose sama sekali tidak membicarakan ciuman itu. Bahkan saat mereka berpapasan, mereka sama sekali tidak menyinggungnya. Pasalnya Rose hanya membatasi pembicaraan mereka mengenai bisnis. Bahkan ketika Chase hendak memulai pembicaraan yang mengarah pada ciuman itu, Rose selalu mengalihkan pembicaraan.

Jelas saja hal ini membuat Chase menjadi frustasi. Bagaimana Chase bisa menebak apa yang dirasakan oleh Rose mengenai ciuman itu jika mereka tidak membicarakannya. Chase yang saat ini berada di ruang kerjanya, mengacak-acak rambutnya sendiri karena kesal. Dia harus mencari cara untuk bisa berbicara dengan wanita itu. Chase tidak percaya jika Rose tidak memiliki perasaan apapun setelah ciuman itu. Bahkan wanita itu membalas ciumannya.

Bayangan Chase kembali pada ciumannya dengan Rose. Sialnya gairah kembali menyelimuti diri pria itu. Bahkan hanya dengan membayangkannya saja mampu membangkitkan hasratnya. Chase tidak mengerti mengapa Rose bisa dengan mudah membuatnya menginginkan wanita itu.

Lalu sebuah ide terlintas di pikiran Chase. Dia teringat soal rumah asuh yang didatangi oleh Rose. Tempat di mana mampu membuat Rose berubah menjadi orang yang berbeda. Akhirnya Chase berdiri dari kursinya dan melangkah keluar. Pria itu seger menuju lift. Dia mengulurkan tangannya dan menekan tombol lift. Kakinya bergerak tidak sabar menunggu pintu besi itu terbuka.

Terdengar suara dentingan yang menandakan pintu lift terbuka. Chase bergegas masuk dan menekan tombol tutup. Seketika pintu lift tertutup. Kotak besi itu membawa pria itu turun di lantai tempat ruangan di mana Rose berada. Setelah sampai, Chase bergegas keluar dari dalam lift. Pria itu melanglah menuju ruanagan Rose.

“Mr. Carlbough. Ada yang bisa saya bantu?” Sienna berdiri menghadang Chase di depan pintu.

“Aku ingin bertemu dengan Miss Seymour.” Chase bisa melihat Rose sedang memilih sepatu yang sedang dipamerkan di hadapannya. Wanita itu sama sekali tidak terganggu dengan suara Chase.

“Maafkan saya, Mr. Carlbough. Tapi Miss Seymour sedang tidak bisa menerima tamu.”

Chase tersenyum sinis. “Kau masih saja menjadi pengawalnya, Miss McCready. Lebih baik kau membiarkanku masuk atau aku akan masuk dengan paksa?”

Sienna benar-benar kesal jika harus berada dalam posisi terjepit di antara penyihir merah dan bos mereka. Karena wanita itu akan berada dalam posisi yang serba salah.

“Biarkan dia masuk, Sienna.” Suara Rose bagaikan penyelamat untuk Sienna. Akhirnya wanita itu segera menyingkir dari hadapan Chase.

Pria itu tersenyum karena tidak ada lagi yang menghalanginya menemui Rose. Chase melangkah masuk.

“Apa kau akan selalu membuat asistenku dalam kesulitan?” Ucap Rose melihat Chase duduk di hadapannya.

“Jadi kau menyalahkanku karena membuat asistenmu kesulitan? Seharusnya kau tidak memerintahkan asistenmu berubah menjadi anjing penjagamu.”

“Mr. Carlbough.” Rose menatap tajam ke arah Chase.

“Baiklah. Aku tidak akan mengatakannya lagi. Aku hanya ingin berbicara di luar pekerjaan. Kau selalu menyelaku jika aku mulai berbicara melenceng dari pekerjaan.”

“Karena masih banyak pekerjaan yang perlu ditangani. Tidak ada waktu untuk membicarakan hal lain. Jika tidak ada hal penting lainnya, kau bisa keluar. Aku masih perlu mengerjakan banyak hal.” Usir Rose.

Chase menghela nafas berat. Lagi-lagi dia harus mendengar Rose mengusinya. “Rumah asuh.”

Rose yang hendak berkutat dengan katalog di hadapannya langsung membeku mendengar ucapan pria itu. Wanita itu mendongak dan melihat ke arah pria itu dengan tatapan bingung.

“Apa yang sedang ingin kau bicarakan, Mr. Carlbough?”

“Dulu sebelum natal, Mom sering membawaku ke rumah asuh untuk berbagi makanan dan mainan. Aku sangat menyukai momen itu. Dan saat melihatmu di rumah asuh itu, mengingatkanku akan momen itu. Karena itu aku ingin kau mengantarkanku ke rumah asuh itu.”

Rose tersenyum sinis. “Kau punya dua kaki yang lengkap, Mr. Carlbough. Kau bisa pergi sendiri.”

“Jika aku bisa pergi sendiri, aku tidak akan memintamu, Rose. Aku hanya tidak tahu bagaimana caranya dan apa yang harus kuberikan. Jadi bisakah kau membantuku?”

“Aku…”

Chase memotong ucapan Rose yang hendak melayangkan protes. “Jika kau tidak mau melakukannya demi aku, bagaimana jika kau melakukannya untuk mereka. Anak-anak di rumah asuh itu. Kau pasti sangat menyayangi mereka.”

Rose terdiam karena Chase berhasil menemukan kelemahannya. Tentu saja Rose sangat menyayangi anak-anak di rumah asuh itu. Akhirnya wanita itu menghela nafas berat. Wanita itu menatap tajam pria di hadapannya. Seketika bayangan ciumannya dengan Chase. Tiba-tiba darah Rose berdesir karena gairah dalam dirinya. Segera wanita itu menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan gelombang gairah yang menderanya.

“Baiklah aku akan membantumu.”

Chase berusaha untuk menahan senyumannya. “Baguslah aku akan menjemputmu jam7 pagi.”

“Jam 8 pagi. Aku harus membuat sesuatu dulu.”

“Membuat apa?” Penasaran Chase.

“Aku selalu membuat kue untuk mereka. Karena itu aku membutuhkan waktu lebih lama.”

“Kau bisa membuat kue?”

“Kau meragukanku?” Rose memicingkan matanya.

“Aku hanya tidak menyangka sang penyihir merah bisa membuat kue. Tidak sesuai dengan imagemu yang garang.”

“Penampilan tidak menununjukkan sifat yang sebenarnya, Mr. Carlbough. Kau harus lebih jeli lagi untuk bisa mengenal seseorang. Jika tidak ada lagi. Kau bisa keluar, Mr. Carlbough. Banyak pekerjaan yang perlu kuurus.”

“Sampai jumpa lagi.” Chase bergegas pergi meninggalkan ruangan itu sebelum Rose berubah pikiran.

* * * * *

Rose berpikir ketika Chase mengajaknya ke rumah asuh, itu hanyalah akal-akalan pria itu untuk mendekatinya. Tapi melihat bagaimana  Chase begitu asyik bermain dengan anak-anak membuat pemikiran wanita itu lenyap. Bahkan Chase tampak seperti anak-anak yang sedang bermain tembak-tembakan. Di tangannya memegang pistol mainan berwarna-warni.

Rose tak bisa menahan senyumannya saat melihat Chase sangat menikmati permainan itu. Tidak hanya itu, Chase juga tampak menikmati berbagi makanan dan juga mainan. Tidak hanya itu, Chase juga menikmati bercanda dengan anak-anak. Pria itu sama sekali tidak terganggu dengan tingkah polah dan kecerewetan anak-anak. Bahkan Chase menanggapinya dengan penuh kasih sayang. Rose tak menduga pria itu jauh berbeda dengan kesan pria playboy yang dikenal Rose.

Seperti halnya saat ini seorang anak perempuan berusia lima tahun bernama Agnes menghampiri Chase dan memamerkan mahkota yang dibelikan Chase. Pria itu menanggapinya dengan baik.

"Oh, God. Kau Putri paling cantik yang pernah kulihat, Agnes." Puji Chase dengan tulus. Tidak sulit menggunakan rayuan playboy Chase terhadap anak kecil.

"Benarkah?" tanya Agnes dengan mata berbinar.

"Tentu sayang. Kalau tidak percaya kau bisa bertanya pada Miss Seymour." Chase menatap Rose yang sedang menyiapkan makan siang.

"Benarkah itu, Miss Seymour?" tanya Agnes pada Rose.

Rose tersenyum pada gadis kecil itu kemudian menganggukkamn kepalanya. "Tentu saja, Agnes. Kau adalah putri tercantik di negeri ini."

Agnes bersorak senang sembari berjalan menghampiri teman-temannya. 

Acara hari itu berlangsung dengan baik. Chase dan Rose sangat menikmatinya. Malam harinya setelah mereka makan malam bersama anak-anak, Chase mengantarkan Rose pulang. Dalam perjalanan, Rose tampak gusar. Dia mengingat ciuman Chase minggu lalu. Rose terlalu takut dengan reaksinya jika Chase menciumnya. 

Sampai di depan rumahnya, debaran jantung Rose semakin cepat. Chase mematikan mesin mobilnya dan tersenyum pada Rose.

"Terimakasih banyak untuk hari ini Rose. Aku senang kau mau menemaniku."

Rose tersenyum kikuk. "Sama-sama. Sampai jumpa di kantor, Mr. Carlbough."

Rose membuka pintu dan berjalan keluar. Tidak sesuai dugaannya, Chase hanya tersenyum dan melambaikan tangan pada Rose.

"Sampai jumpa, Rose." Kemudian Chase menghidupkan mesin mobilnya dan melajukannya pergi meninggalkan Rose.

Ini benar-benar aneh. Aku takut dia menciumku lagi. Tapi ketika dia tidak menciumku, aku merasa ada sesuatu yang hilang. Gumam Rose dalam hatinya.

Rose segera menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan pemikiran itu. Dia menolak perasaan itu dan memilih bergegas masuk.

* * * * *

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro