5. Surat Iseng Kedua
Surat dengan amplop merah yang kemarin didapatkan Hana kini kembali ke tempatnya. Tepat berada disela-sela pintu dengan kertas yang lecek. Hana mengambil surat tersebut.
"Orang yang mengirim surat ini gak punya kerjaan kali, ya? Iseng banget."
Kembali Hana meremas surat itu kemudian membuangnya ke tong sampah. Ia tidak menganggap serius isi dari surat itu dan hanya beranggapan bahwa surat beramplop merah itu hanya dikirim oleh orang iseng.
***
"Tuh, kan, benar hanya orang iseng," kata Hana pada diri sendiri. Sudah dua hari sejak ia mendapatkan surat yang mengatakan bahwa dirinya akan kehilangan segalanya. Sekali pun ia tidak pernah menganggap serius isi surat itu.
"Hah? Ada surat lagi?" Kening Hana menciptakan kerutan tipis saat mendapati sebuah amplop berwarna merah yang terletak di bawah keset kaki saat ia sedang menyapu teras.
Amplop merah itu diambil oleh Hana. Sejujurnya, ia tidak ingin tahu apa pun mengenai surat itu, tetapi rasa penasarannya jauh lebih tinggi. Hana memutuskan membuka amplop tersebut dan mengambil surat yang ada di dalamnya.
[Kesalahan besar karena telah menghiraukan surat ini. Kamu akan menyesal, Hana. Kamu akan kehilangan satu hal yang amat penting untukmu.]
Pesan yang tertulis dalam pesan tersebut membuat Hana melongo kaget. "Ini orang apa maksudnya sih? Dia sengaja melakukan ini untuk menakut-nakutiku?" tanyanya pada diri sendiri sambil menggerakkan gigi kesal.
Surat itu adalah surat kedua yang didapat Hana dan cenderung dihiraukan olehnya. Namun, anehnya, si pengirim surat mengetahui nama Hana. Itu artinya si pengirim surat mengenal Hana.
"Pengirim surat ini tentunya kenal denganku. Atau paling tidak, mengetahui siapa aku. Dia menuliskan namaku di surat ini." Monolog Hana lalu membawa masuk surat ke dalam rumah. Ia juga memasukkannya dalam tas sandang yang biasa digunakannya saat bepergian.
Hana membersihkan diri setelah selesai membereskan rumah. Menyapu, mengepel, bahkan mencuci pakaian pun telah ia lakukan. Sekarang sudah saatnya ia pergi ke cafe.
"Sepertinya aku tahu siapa yang mengirim surat itu," gumam Hana sambil tersenyum tipis. Ia mengenakan tas sandang bewarna cokelat susu itu sebelum pergi dengan menggunakan sepeda motornya.
Berkendara dengan kecepatan sedang, Hana sampai di cafe setelah menempuh perjalanan selama lebih dari sepuluh menit. Ia berjalan memasuki cafe lalu menghampiri Mila yang tengah berbicara santai dengan Rendy. Kehadiran Rendy di sana membuat Hana menatap heran. Tidak biasanya Rendy datang secepat itu.
"Tumben kamu datang cepat, Ren,"komentar Hana.
"Iya, Han. Tadi pagi aku joging. Setelahnya langsung pergi kerja. Gak sadar juga kalau aku datang lebih awal dari biasanya," jawab Rendy.
Hana ber-oh ria sambil menganggukkan kepalanya.
"Ah, iya, kalian tahu siapa yang mengirimkan surat ini untukku?" Hana bertanya langsung setelah mengeluarkan amplop berwarna merah dari dalam tasnya.
Mila dan Rendy saling tatap. "Gak tahu," jawab mereka kompak.
Hana menyipitkan kedua matanya. "Yakin?" tanyanya ragu. "Jangan bercanda denganku, ya!"
"Iya, Han. Untuk apa aku bohong?" kata Mila serius.
"Gak percaya aku, Mil," ucap Hana. Ia membuka amplop dan menunjukkan isi surat itu pada keduanya.
"Orang itu mengirimiku surat yang kedua. Dia menuliskan bahwa aku akan kehilangan satu hal yang amat penting untukku. Sedangkan surat yang pertama tertulis bahwa aku akan kehilangan segalanya. Termasuk diriku sendiri. Kumohon, jujur padaku. Kalian yang menuliskan surat iseng ini untukku? Si penulis surat tahu namaku. Itu artinya dia kenal atau minimal tahu aku," tukas Hana. Ia menganggap bahwa Mila dan Rendy yang menuliskan surat itu untuknya.
"Bukan aku, Han. Mana mungkin aku menulis surat kaya gini. Aku juga gak akan berani kali," kata Mila jujur.
"Aku juga tidak pernah menuliskan surat apa pun untukmu, Han. Kamu itu temanku. Aku tidak mungkin menyakitimu," sambung Rendy.
Hana menggigit bibir bawahnya. Entah mengapa ia merasa was-was. Bagaimana jika isi surat itu benar terjadi? Bahwa ia akan kehilangan suatu hal yang amat penting untuknya?
Mila menepuk pelan pundak Hana. "Jangan khawatir, Han. Ini hanya surat iseng. Mungkin si pengirim surat hanya sekadar tahu namamu dan ingin bermain-main. Atau mungkin juga, dia tetanggamu yang mengirimkan surat itu sebagai tanda ucapan selamat datang," katanya menenangkan Hana.
"Benar, Han. Jangan terlalu dipikirkan. Semuanya akan baik-baik saja," sahut Rendy lagi.
"Oke. Aku akan mencoba menghiraukan surat gak jelas itu," kata Hana disertai anggukan mantap.
***
Pekerjaan sebagai pelayan mendadak menjadi sangat berat untuk Hana. Untuk pertama kalinya ia mendapatkan banyak komplen dari pelanggan yang datang. Mereka bahkan meminta ganti rugi atas kecerobohan yang Hana lalukan.
"Kenapa semua pelanggan marah denganku? Padahal, aku bekerja dengan benar," gumam Hana pada dirinya sendiri. Ia bekerja seperti biasa, tetapi ada saja pelanggan yang mencari-cari kesalahannya. Mereka menolak menerima makanan yang diantar oleh Hana, padahal sebelumnya mereka memang memesan makanan itu.
Tidak hanya itu saja, Hana juga dimarahi habis-habisan oleh seorang perempuan karena minumannya jatuh dan membasahi pakaian pengunjung perempuan itu. Hana tentunya kesal, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak. Ia masih membutuhkan pekerjaan itu.
"Hana, hari ini keinerjamu sangat buruk," kata seorang pria berpakaian rapi yang kini berdiri di depan Hana.
"Maaf, Pak. Lain kali, saya tidak akan melakukannya lagi. Saya akan lebih berhati-hati," kata Hana dengan kepala tertunduk.
Pria itu mengembuskan napas berat. "Kamu adalah pekerja terbaik saya di cafe ini, tapi saya tidak bisa mempertahankan kamu jika kinerjamu seperti ini, Hana. Saya minta maaf. Dengan berat hati, kamu saya pecat."
Ucapan dari sang bos bagaikan petir yang menyambar Hana. "Pak, saya janji akan bekerja dengan baik, tapi saya mohon, jangan pecat saya, Pak. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini."
"Saya memaklumi jika hanya satu atau dua pelanggan yang komplen, tapi kamu mendapatkan lebih dari lima orang pengunjung yang komplen atas kinerjamu. Bukan hanya itu saja, kamu jadi lebih ceroboh sehingga membuat gelas dan piring pecah. Saya tidak bisa mempertahankan kamu, Hana," tukas si bos memperjelas.
Hana menggigit bibir bawahnya kesal. Memang benar bahwa ia telah banyak melakukan kesalahan hari ini. "Baiklah, Pak. Saya akan terima keputusan Bapak," ucapnya.
Pria itu mengangguk lalu mengambil sesuatu dari dalam saku jas yang dikenakannya. "Ini gaji terakhirmu. Saya memberikan sedikit bonus sebagai bentuk penghargaan untukmu. Saya yakin, kamu akan mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari ini."
Hana menerima amplop cokelat tua itu. "Terima kasih, Pak, karena telah menerima saya bekerja di sini. Saya minta maaf jika saya telah mengecewakan Bapak. Saya permisi," ucap Hana lalu pergi meninggalkan pria pemilik Nebula Cafe itu.
Hana berjalan lemas. Matanya mulai berkaca-kaca. Pekerjaan itu sangat berarti untuknya. Sejujurnya, ia tidak rela kehilangan pekerjaan itu. Sebab, mendapatkan pekerjaan baru bukanlah hal yang mudah.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro