Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Surat Iseng

Adanya sebuah amplop berwarna merah yang berada tepat di depan pintu membuat Hana menatap heran. Diambilnya amplop tersebut lalu membukanya. Sebuah kertas berisi untaian kata tertulis di sana.

[Hai, Hana. Mulai hari ini kita akan terus bertemu. Persiapkan diri dengan baik, ya. Karena mulai sekarang, kamu akan kehilangan segalanya. Termasuk dirimu sendiri.]

Kening Hana menciptakan kerutan tipis. "Apa maksudnya? Siapa yang iseng seperti ini?" gumamnya lalu mengepal kertas tersebut menjadi bulatan kemudian membuangnya ke tong sampah.

"Ada-ada saja. Iseng banget." Hana berucap sambil menggelengkan kepala pelan. Ia baru tinggal di rumah itu, tetapi sudah ada orang iseng yang menjahilinya.

Menghiraukan surat dengan amplop merah itu, Hana bergerak meninggalkan rumahnya menuju tempat kerja dengan santai. Hari ini, ia bangun tepat waktu sehingga dapat pergi tepat waktu pula ke cafe.

"Pagi, Mil," sapa Hana sesaat setelah tiba di cafe.

Mila merupakan pekerja yang sangat rajin. Tidak ada kata terlambat dalam kamusnya. Kapan pun itu, ia menjadi orang pertama yang tiba di cafe. Membuatnya mendapatkan penghargaan sebagai pekerja teladan. Sementara itu, Hana lebih sering terlambat dibandingkan datang tepat waktu. Meskipun begitu, kinerjanya tidak pernah mengecewakan.

"Selalu menjadi penghuni pertama cafe kamu, Mil. Pantes saja kamu diberi kepercayaan untuk memegang kunci duplikat cafe," tukas Hana memulai obrolan.

"Sudah jadi kebiasaan, Han. Malah kalau datang agak lama dikit, rasanya gak enak," jawab Mila dengan santainya.

"Lah, berbanding terbalik dengan aku. Sangkin gak pernahnya datang cepat, aku merasa aneh. Untungnya tubuhku gak kaget. Bisa-bisa sakit aku sangkin kagetnya," jelas Hana disertai tawa.

"Bisa begitu, ya," sahut Mila yang juga ikut tertawa. "Oh, iya, tidurmu nyenyak tadi malam?" Tiba-tiba Mila bertanya serius.

Hana memutar kembali memori ingatannya. Jujur saja, tadi malam ia tidak bisa tidur sama sekali. Jatuhnya vas bunga yang secara tiba-tiba itu membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Ditambah dengan ucapan-ucapan Mila dan Rendy yang seketika membuatnya merinding. Mendadak ia merasa mual dan kesulitan untuk tidur. Lebih sulit dibandingkan biasanya.

Hana mengendikkan bahu. "Jujur, aku gak bisa tidur," jawab Hana seadanya. Ia tidak mungkin bohong.

"Di tengah malam pun?" Mila bertanya kembali.

Hana menganggukkan kepala pelan. "Itu semua karena kamu loh, Mil."

"Hah, kenapa jadi aku?" Mila bertanya bingung sambil menunjuk diri sendiri. Seingatnya, ia tidak melakukan apa pun pada temannya itu.

"Iya, gara-gara kamu dan Rendy yang mengatakan tentang pembantaian di rumah itu. Aku jadi kepikiran dan lebih parahnya vas bunga di kamarku jatuh secara tiba-tiba. Padahal gak ada angin yang bisa membuatnya jatuh."

Penjelasan Hana membuat Mila mengedipkan matanya berulang kali. "Serius kamu, Han?" tanyanya tidak percaya.

"Iya, Mil. Ngapain aku bohong? Pokonya ini semua salahmu dan Rendy!"

"Kenapa sebut-sebut namaku?"

Nama Rendy yang disebut Hana membuat si pemilik nama itu bertanya heran. Ia baru saja tiba di cafe, tetapi sudah ada saja yang membicarakan dirinya.

"Lagi gibahin kamu, Ren," jawab Mila serius.

"Hah, iyakah? Kenapa membicarakan tentang aku? Apa ada yang salah dariku?" Rendy langsung melontarkan banyak pertanyaan.

"Salahmu karena memberitahukan tentang pembataian satu keluarga di rumah yang sekarang kutempati. Tadi malam aku gak bisa tidur karena kepikiran dengan ucapanmu dan Mila. Awalnya aku gak mau mengambil pusing, tetapi jatuhnya vas bunga di kamar membuatku benar-benar was-was," jelas Hana pada Rendy.

"Maaf deh jika ucapanku dan Mila membuatmu kepikiran sampai gak bisa tidur, tetapi kamu memang harus tahu, Han. Apa yang aku dan Mila sampaikan merupakan kebenaran. Bukan karangan yang dibuat-buat untuk menakutimu," jelas Rendy lagi.

"Iya, aku tahu," sahut Hana. "Aku mencoba berpikir jernih dan menganggap bahwa vas bunga itu jatuh karena adanya angin."

"Yah, lebih baik begitu. Kuharap kamu dapat lebih berhati-hati lagi," kata Rendy memperingatkan.

"Aku akan lebih berhati-hati."

"Selain vas bunga itu, ada hal aneh lain yang terjadi, Han?" Mila tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya tentang rumah baru yang disewa Hana.

Jawaban yang diberikan Hana hanyalah berupa gelengan. "Ah, ada," jawab Hana setelah mengingat kembali. "Aku mendapatkan surat iseng pagi tadi."

"Surat iseng bagaimana?" Mila kembali bertanya.

"Surat iseng yang mengatakan bahwa aku akan kehilangan segalanya. Gak tau deh itu orang kenapa memberikan surat itu padaku. Kurang kerjaan."

Mila dan Rendy mengangguk mengerti. Obrolan mereka berakhir setelah menyadari bahwa sudah waktunya bagi cafe untuk buka. Mereka bergerak meninggalkan tempat masing-masing lalu membersihkan cafe sedikit lagi kemudian merapikan tatanan meja dan kursi agar terlihat lebih rapi.

Kesibukan di cafe sama seperti sebelum-sebelumnya. Setiap orang memiliki tugasnya masing-masing dan mereka saling bekerja dengan baik. Bertanggungjawab atas pekerjaan sendiri dan saling berkoordinasi dengan baik pula dengan pekerja lainnya.

"Han, kamu antar makanan ke meja nomor dua belas, ya. Sementara aku akan mengantar ke meja nomor tujuh belas," kata Mila yang dibalas anggukan mengerti dari Hana.

Saling berkomunikasi adalah kunci utamanya suksesnya Nebula Cafe. Itu sebabnya Nebula Cafe mendapatkan banyak pengunjung dari hari ke hari. Mereka yang datang merasa puas dengan pelayanan atau pun makanan yang disajikan dengan tepat waktu. Mereka sangat puas.

Hana memijit pelan pundaknya kemudian mengambil air mineral dalam lemari pendingin lalu menenggaknya puas hingga menyisakan setengah botol.

"Enaknya minum yang segar-segar," gumam Hana sambil mengusap mulutnya dengan punggung tangan.

Kedua netra Hana diarahkan pada jendela besar yang memberikan pemandangan jalanan kota yang sibuk dilintasi berbagai jenis kendaraan. Setiap pengemudi kendaraan itu memiliki kepentingan sendiri yang harus diselesaikan. Termasuk dengan salah seorang ibu yang membawa barang dagangan di pundaknya itu. Sementara anaknya juga ikut membawa keranjang kecil di tangannya.

"Andai aku memiliki uang lebih, maka aku akan membeli dagangan ibu dan anak itu," gumam Hana setelah menghela napas panjang. Ia ingin membantu keduanya dengan cara membeli dagangan mereka, tetapi ia juga membutuhkan uang. Tidak bisa mengeluarkannya begitu saja tanpa adanya perhitungan.

"Han, kamu ngapain?" Mila menepuk pundak temannya itu.

"Cuma melihat jalanan yang gak pernah berhenti sibuk aja, Mil. Sibuknya melebihi kita," jawab Hana.

Mila ikut melihat ke jalanan yang sejak tadi diperhatikan oleh Hana. "Iya. Ada saja kebutuhan orang-orang pergi keluar rumah. Alhasil, membuat jalanan penuh kebisingan."

"Benar. Setiap hari selalu seperti itu. Kesibukan dan kepadatannya semakin bertambah," sahut Hana lagi.

"Yuk, Han, balik kerja. Kita gak punya waktu untuk berbicara santai tentang dunia dan kebisingannya ini," ajak Mila meninggalkan Hana yang masih diam di tempatnya.

Hana berniat  menyusul Mila, tetapi netranya tidak dapat lepas dari toko pakaian yang berada di depan Nebula Cafe itu.

"Hanya perasaanku saja atau memang ada seseorang yang mengawasi cafe dari sana?" tanyanya bingung pada diri sendiri.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro