
Prolog
Disclaimer
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Media © Creator
Story © Panilla_IceCream
.
.
.
Warning!
OOC, Absurd, Lot of Typos, Bad EBI, dll.
.
.
.
Seorang gadis berambut [hair colour] [hair length] berlarian di sepanjang jalan. Ia harus masuk secepatnya ke kantor polisi, agar aman—huh? Ya, kantor polisi. Kenapa? Karena ia merasa ada seorang stalker yang memburunya.
[Fullname] bukanlah seorang aktris, sehingga perihal penguntit dan segala macam ini menjadi aneh. Tidak masuk akal.
Akan tetapi apa-apaan dengan stalker itu?
Wajah (name) pun sumringah ketika melihat bangunan kepolisian di dekatnya. Ia juga merasa seseorang itu juga sudah tak mengikutinya lagi.
Kaki jenjangnya membawanya masuk begitu saja ke kantor polisi itu, lantasmenubruk badan kekar seorang anggota kepolisian yang memiliki kulit gelap.
"Hoi!" Seru polisi itu ketika mendapati seorang gadis cantik menubruknya.
Duh, ini, 'sih, super bonus. Batin pria tersebut.
"P-polisi! A-ah! Syukurlah!" (Name) berseru, menyita perhatian sang polisi tadi.
Polisi dengan nametag 'Aomine Daiki' itu menautkan alisnya. "Ada apa, Nona?"
(Name) bangkit terlebih dahulu dari posisi yang menguntungkan Aomine itu.
"N-nama saya ... hhh ... (Fullname). Saya ingin meminta tolong," ujar (name) dengan napas yang terengah-engah karena berlarian di sepanjang jalan tadi.
Aomine menghela napas dan mengajak (name) duduk—dan tentu saja (name) menurutinya, karena ia lelah seharian dikejar oleh seseorang yang tak dikenal.
"Baiklah nona (surname), bisa Anda jelaskan apa yang terjadi dengan Anda?" tanya Aomine dengan suara yang terkesan bak orang malas, sembari menguap dan pandangan matanya sayu.
"Ada seorang stalker membuntutiku, akhir-akhir ini," jelas (name) setelah napasnya kembali normal.
Aomine menatap (name).
"Kau bukan aktris?"
(Name) mengerutkan dahinya—tak paham dengan maksud Aomine.
"Bukan."
"Lantas, kenapa ada orang yang mengikutimu?"
"Aku juga tidak tahu, Pak. Kau yang seharusnya membantuku."
"Kau harus menjelaskan alasannya dulu, Nona."
"Tapi aku juga tak tahu, kenapa orang-orang itu mengikutiku," jelas (name) kesal.
Sungguh, polisi berambut biru tua itu tampak bodoh. (Name) mendecih dan menatap Aomine kesal.
"Kau memang bodoh," desis (name).
"Apa kau bilang?" ujar Aomine seraya meninggikan suaranya mendengar perkataan (name).
"Kau. Bodoh. Bagaimana orang sepertimu bisa menjadi polisi?"
Di tengah gerutuan (name), suara langkah kaki sepatu pantovel mendekat. "Ada apa ini, nanodayo?" tanya pria berambut hijau yang menghampiri mereka.
Pria itu menaikkan kacamatanya dan menatap Aomine—meminta penjelasan.
"dr. Midorima, Nona ini diikuti oleh orang tak dikenal," jelas Aomine sembari menatap sinis ke dokter yang merupakan rekannya itu.
Midorima menatap (name) sejenak.
"Kau—"
"Bukan. Kenapa kalian para polisi bodoh sekali, 'sih? Merepotkan," omel (name), kesal ia dikira artis. Polisi-polisi ini tidak pernah melihat televisi, sampai salah menduganya seorang artis?
Midorima menatap kertas yang dibawa (name) dengan curiga.
"Apa itu, nanodayo?"
(Name) pun mengikuti arah pandang pria berambut hijau itu.
"Oh, ini surat, dari kakakku. Surat ini berisi kode, aku ingin meminta bantuan detektif di sini untuk memecahkannya. Tapi, semenjak itu, aku merasa seseorang menguntitku," jelas (name).
Midorima meneliti calon kliennya itu dari puncak kepala, hingga ke kakinya. "Ikut aku, nanodayo," ajak Midorima.
(Name) merasa tak punya pilihan lain, ia pun mengikuti pria berambut hijau dan berkacamata itu.
•••
"Akashi," panggil Midorima saat memasuki ruangan milik pria bernama Akashi itu.
Nihil, tak ada jawaban dari si pemilik ruangan. Namun, sebuah gunting melayang dan menancap tepat ke dinding di sebelah (name). Secara tiba-tiba, suara desingan logamnya pun halus, pertanda bahwa gunting itu meluncur dengan cepat. Keringat dingin menuruni pelipis (name).
Gadis itu belum siap mati.
Ia masih ingin berjumpa dengan kakaknya. Dalam hati, (name) bersyukur karena ia selamat dari ancaman maut yang hampir mendatanginya.
"Shintaro, siapa dia?" sahut sebuah suara tiba-tiba.
Ya, si pemilik suara itu adalah Akashi Seijuro, pewaris tunggal Akashi Corporation. Mata [eye colour] milik name membulat, ia tak percaya tengah bertemu dengan orang yang berkuasa dalam bidang ekonomi di Jepang.
"A ... kashi?" ujar (name) terbata-bata.
Akashi hanya menyatukan alis mendengar calon kliennya nampak bingung. Mungkin, gadis itu adalah penggemar televisi, sehingga menyadari identitasnya.
"Ya. Kalau kau heran kenapa aku di Tokyo, itu karena aku mengurus anak cabang yang ada di Tokyo," jelas Akashi.
(Name) menatap Midorima—meminta penjelasan, kenapa ia harus bertemu dengan seorang Akashi Seijuro.
"Dia yang akan menangani kasusmu, nanodayo," jawab Midorima.
"Eh?"
(Name) tak paham. Tadi, ia meminta bantuan seorang detektif, bukan? Kenapa pria ini mempertemukannya dengan Akashi Seijuro—
—Tunggu, apakah dia—
"Kau benar, aku detektif swasta, alau kau mau menyebutnya begitu, (surname)-san," jelas Akashi. "Hanya sekadar hobi."
•••
"Kau kehilangan gadis itu?" gerutu seorang pria kepada anak buahnya.
"Gadis itu pergi ke kantor polisi, Tuan. Aku kehilangan jejaknya saat ia pergi bersama seorang pemuda berambut hijau," jelas sang anak buah.
"Sial!" Umpat pria itu.
"Kau, cari tahu di mana gerangan gadis itu!" Perintah pria itu.
•••
"Kenapa kau tahu namaku?" tanya (name).
"Mudah saja, refleksmu bagus saat menghindari guntingku tadi," jelas Akashi.
[Eye colour] (name) melebar mendengar penjelasan tak mengenakkan dari seorang Akashi itu.
"Aku tak mengerti, kenapa kau beranggapan seperti itu. Nyawaku dalam bahaya tadi, Tuan Akashi," gerutu (name).
"Kau pasti pernah berlatih bela diri," sambung Akashi tanpa menghiraukan gerutuan (name).
"Mmm ... ya," jawab (name).
"Wanita, berlatih bela diri, kau pasti seorang aktris film laga—tapi tidak, mungkin kau hanya melatihnya. Karena kau mendengar deruan angin saat guntingku terlempar, kau pasti familiar dengan suara apa pun, mungkin juga mudah terganggu dengan suara kecil yang melodinya tidak beraturan."
"Hmm ... ya, lalu?"
"Kau seorang pemusik. Pemusik membutuhkan konsentrasi yang tinggi, sehingga dengan suara sekecil apa pun akan mengganggunya."
(Name) menatap tak percaya pada Akashi Seijuro. Pria berambut merah itu bisa mengerti pekerjaannya hanya dengan mengobservasi gerak-geriknya.
"Yang kudengar, seorang pemusik perempuan yang tinggal di distrik ini hanyalah (surname) (name), itu kau."
"Ya, kau benar, Tuan Akashi," jawab (name)—belum luput dari keterkejutannya.
"Kumohon, Akashi saja. Ah, Shintaro, apa yang Nona ini inginkan?" tanya Akashi.
"Ia mendapat surat dari kakaknya, dan seseorang mulai mengikutinya sejak saat itu, nanodayo," jelas Midorima.
Akashi mengangguk paham dan menatap kliennya. "Baiklah, kau akan menjadi klienku, Nona—"
"Kumohon, panggil namaku saja," potong (name).
Midorima tiba-tiba khawatir dengan keadaan klien mereka. Ya, dahi Akashi mulai berkedut. Pria merah itu tak suka jika seseorang memotong ucapannya. Namun, kliennya ini seorang wanita yang polos—dari yang terlihat. Oleh karena itu, Akashi mengampuninya.
"Kau akan menjadi klienku dan aku bertanggung jawab atas keselamatanmu, (surname)."
To Be Continue
Panii gakuaat, Pani gatel mau update ini u.u
Tapi Pani buat prolognya dulu, biar kalian semua penasaran XD /ditendang.
Oke, buat yang pengen tahu lanjutannya, kalian bisa vomment, follow aku, dan menambahkan fanfic ini di reading list kalian ^
Sankyuu,
Panilla_IceCream
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro