Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 7

Disclaimer
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Mulmed © artist
Story © Panilla Ais Krim

Warning!
OOC, Typos, Bad EBI, dll

•••Enjoy•••


Wajah Kobori sedikit menegang saat Tsugawa menodongkan pistol miliknya itu.

"Tsugawa ... tenanglah, dude," pinta Kobori. Tak bisa dipungkiri, Kobori merasa sedikit takut-ini lumrah, dia tak bisa mengambil pistol colt kesayangannya yang ada di saku celana, yang ada dia tertembak duluan oleh Tsugawa.

Tsugawa tertawa terbahak-bahak melihat mimik wajah rekannya itu. "Aku tahu masa lalumu, lho, Kobori-san. Kau pikir bisa membodohiku semudah itu?" ujar Tsugawa sembari tersenyum licik.

"Dan (surname)-san," lanjut pria botak itu.

Merasa disebut namanya, membuat (name) mendongakkan kepalanya dan mata beriris [eye colour]nya bertatapan dengan netra jelaga milik Tsugawa.

"Apakah Akashi Seijuro dalam perjalanan ke sini?" tanya Tsugawa dengan senyuman yang terlukis di wajahnya.

Netra [eye colour] milik (name) melebar seketika.

"Apa maksudmu?"

°°°

"Bagaimana caranya menuju ke sana, Akashi? Memangnya (name) ada di mana?" tanya Aomine sembari menggaruk kepalanya karena bingung.

Helaan napas terdengar dari Akashi.

"Perhatikan peta ini baik-baik, Daiki. (Name) ada di lantai dua," jelas pria berambut merah itu. Netra heterokromnya memandang rekan kepolisiannya dan peta secara bergantian. 

"Kita harus menghindari pos penjagaan agar tak ketahuan, nanodayo. Bagaimana caranya kau masuk ke dalam dan mengambil peta ini, Kuroko?" tanya Midorima sembari membenarkan posisi kacamatanya.

Iris biru muda Kuroko bertemu pandang dengan iris heterokrom milik Akashi. Seakan tahu apa yang berada di pikiran Akashi, Kuroko menganggukkan kepalanya.

"Baiklah. Aku akan menuntun kalian masuk. Namun ..., Aomine-kun, apakah kau memiliki walkie-talkie di sini?"

Decihan samar terdengar dari Aomine. "Tentu saja, bodoh. Kuambilkan dulu."

Kemudian, Aomine membuka pintu secara perlahan dan keluar dari mobilnya untuk mengambil walkie-talkie yang dimaksud Kuroko di bagasi mobilnya.

"Akashi, kau sudah menemukan jalannya?" tanya Midorima sambil menatap gusar pada rekan berambut merahnya itu.

"Kita tidak bisa sembarangan begitu saja, kita akan tetap bertemu dengan pos penjagaan. Namun ...," Akashi meneguk ludahnya sesaat dan jemarinya pun menunjuk-nunjuk beberapa tempat yang ada di peta itu, "kita bisa masuk ke gedung melalui tempat yang dimasuki Kuroko tadi. Laluuntuk naik ke lantai dua, kita akan sedikit berputar untuk menghindari pos penjagaan lain, kemudian kita akan bertemu dengan satu pos penjagaan yang ada di dekat elevator ini. Salah satu atau dua dari kita akan memancing penjaga mereka dan sisanya naik ke lantai dua dan menyelamatkan (name)."

Midorima dan Kuroko mengangguk paham. Memang jalan yang dijelaskan Akashi sedikit panjang nan rumit, tetapi dia berusaha meminimalisir terjadinya baku tembak di markas musuh.

"Bagaimana dengan pos penjagaan di lantai dua?" tanya Aomine tiba-tiba dengan tangan yang penuh akan walkie-talkie.

"Aku akan sedikit menjebak mereka, karena hanya ada satu pos penjagaan di lantai dua—khususnya tempat dugaanku di mana mereka menyekap (name) dan Kise Ryota. Sebaiknya, pasang peredam pada pistol kalian masing-masing."

"Baik, Akashi."

°°°

Tsugawa terkekeh mendengar pertanyaan yang meluncur dari bibir (name).

"Aku menduga teman-temanmu akan datang sebentar lagi, (surname)-san. Oh, kuharap Kasamatsu-san juga muncul, tapi kupikir dia tak akan segegabah itu, bukan?"

Ekspresi wajah (name) menegang mendengar nama sang kakak disebutkan.

"Sejak dulu, dia hanyalah seorang pria yang pengecut dan tak tahu diri."

Geraman rendah terdengar dari (name), dan Kise yang berada di sebelahnya pun tak bisa berbuat apapun selain berbisik,

"Tenanglah, (name)-cchi ...."

Akan tetapi, netra [eye colour] milik (name) menggelap. Dewi batinnya bergejolak. Tampak sedikit melupakan tangannya yang terborgol, gadis itu mengangkat kakinya yang bebas dan melakukan gerakan menendang untuk menyingkirkan FN-57 yang digenggam oleh Tsugawa. Tsugawa nampak tersentak. Pistol kesayangannya terlepas dari genggaman akibat tendangan dari (name), serta tubuhnya tertarik oleh gravitasi bumi dan menyebabkannya terjatuh.

"(Name)!" seru Kobori saat menyadari (name) melakukan perlawanan.

Helaian rambut berwarna cokelat Kobori bergoyang seiring pria jangkung itu mengambil langkah seribu untuk merebut pistol kesayangan Tsugawa itu dan melemparkannya pada (name) yang dengan sigap langsung menangkapnya.

"Koji-nii, tolong buka borgolnya," pinta (name) dengan suara yang rendah.

Kobori mengangguk dan merogoh kunci tersebut di saku celananya. Setelah dapat, dia melemparkannya pada Kise dan segera ditangkap oleh pria itu pula. Kobori kemudian menduduki tubuh Tsugawa untuk mengunci tubuhnya dan membuat pria botak itu tak memberontak.

Pria dengan rambut berwarna pirang itu nampak terburu-buru saat membuka borgolnya.

"Kise, cepatlah!" tegur (name).

"S-sebentar!"

Setelah borgol milik Kise terbuka, dia segera membuka borgol milik (name).

"Kau bisa bela diri, bukan?" tanya (name) dengan suara menyerupai bisikan. Kise menganggukkan kepalanya cepat.

"Bagus, gunakan itu jika kita bertemu teman si botak itu."

"Kita harus segera pergi dari sini, (name), Kise. Ikuti aku," ujar Kobori setelah sebelumnya pria itu membuat Tsugawa pingsan dengan memukul kepala pria botak itu dengan colt kesayangannya.

°°°

Kuroko berjalan dengan perlahan, berusaha tak membuat suara sedikitpun. Hawa keberadaannya yang tipis menguntungkannya untuk leluasa menjelajahi gedung itu dan memberi kode pada Akashi dan yang lainnya, jika ada penjaga atau hal berbahaya yang lain. Sejak mereka masuk ke gedung itu menggunakan jalan masuk yang sudah dilalui Kuroko sebelumnya, mereka sudah menghindari pos-pos penjagaan yang ada di gedung itu, juga menghindari kamera keamanan yang ada dengan amat baik. Semua berkat pria berambut biru muda itu.

Kini, mereka telah tiba di lorong yang menghubungkan mereka ke elevator yang akan membawa mereka ke lantai dua. Walkie-talkie yang telah disambungkan dengan earphone yang kini bertengger di telinga pemuda berambut biru muda itu tiba-tiba berbunyi, suara bariton khas milik Akashi terdengar dari sana.

"Kau bisa mencarikan ruang kendali?" ujar pria yang memiliki mata heterokrom itu, "di peta tak dicantumkan. Ternyata merepotkan kalau kita harus menghindari CCTV dan penjaga sekaligus."

Netra biru muda milik Kuroko menerawang, mengingat-ingat ruangan-ruangan yang dia masuki sebelum Akashi tiba di gedung itu.

"Baiklah, Akashi-kun."

Suara derap langkah milik orang lain terdengar dan semakin keras seiring orang tersebut berjalan mendekat ke arah Kuroko. Kuroko langsung dengan sigap mengambil tempat aman untuk bersembunyi sejenak.

"Tsk. Apa yang dilakukan Tsugawa, sih?" gerutu orang tadi.

Mata Kuroko melebar saat pria itu mendengar nama yang disebutkan orang tadi, karena dia mengenalnya—

Sebagai penculik (name) dan Kise, dua orang yang dia cari saat ini. Kuroko mengendap-endap dan mengambil posisi di belakang pria itu, siapa tahu dia bisa mendapat sesuatu dengan mengikutinya.

"Tetsu, kau di mana?" Kali ini suara bariton milik Aomine terdengar di indra pendengaran Kuroko.

Kuroko menekan tombol yang ada di walkie-talkie yang ada di genggamannya dan bisikan meluncur dari bibir pemuda bernetra biru muda itu,

"Aku sedang mengikuti salah seorang penjaga di sini, Aomine-kun. Bukannya kita sudah memasang GPS?"

"Oh, kau benar. Aku lupa. Akashi, hati-hati, ada cctv di arah jam dua milikmu."

Benar saja, mengikuti penjaga itu adalah pilihan yang cerdas. Kuroko langsung mengetahui di mana ruang kendali berada. Dengan itu, Kuroko bisa menonaktifkan sistem kamera keamanan yang ada di gedung itu. Kuroko langsung mempersempit jaraknya dengan sang penjaga saat penjaga itu membuka pintu ruang kendali.

"Furihata, dari mana kau?" sahut seorang yang berada di dalam ruangan itu.

Keringat dingin mengalir di pelipis Kuroko seiring iris obsidian milik pria berambut hitam yang bersuara baru saja itu berjumpa dengan netra biru mudanya.

"Oh, kau diikuti, Furihata. Dan ... kita berjumpa lagi, Kuroko Tetsuya."

°°°

"Tetapi kalau kita menggunakan elevator, ada penjaga di dekat sana. Aku pasti akan dicurigai kalau membawa kalian," jelas Kobori pada (name) dan Kise sambil berlarian di lorong yang ada di lantai dua gedung itu.

"Aku sedang berpikir, Koji-nii," gerutu (name), "kalau kau mengelabui mereka, bagaimana?"

"Kita hanya perlu melawan mereka, ssu!" seru Kise.

Iris [eye colour] milik (name) melebar.

"Kau bodoh? Itu namanya mencari mati, Kise."

Kise tertawa kecil. "Aku bercanda, kok-ssu!"

Kobori menolehkan kepalanya dan menatap Kise sembari menyunggingkan senyumnya.

"Yukio tak akan menyukai orang ini, bisa-bisa dia akan menendang orang ini terus-menerus."

Kise mengerucutkan bibirnya dan memasang raut wajah kesal.

"Bagaimana bisa ada orang yang tak menyukaiku—"

Ucapan Kise terhenti, sebab tiba-tiba peluru menancap di tubuhnya.

"—ugh," lirih Kise kemudian.

Pria tampan itu jatuh terduduk, dan membuat (name) dan Kobori menghentikan langkah mereka serta berbalik arah mendekat pada Kise.

"Kise! Oh, astaga!" seru (name) saat melihat darah yang merembes di kaki Kise, dengan peluru yang masih setia menancap di sana. Dewi batin (name) kemudian melemas saat netra [eye colour]nya melihat pelaku penembakan Kise ini.

To Be Continue

Hello! Maaf apdetnya ngaret ya, huhuhu maafkan Pani, sekali lagi maaf! 

Semoga kalian terhibur dengan chap ini *bow* walau Pani belum bisa membuatnya lebih panjang *cry*

Ada yang bisa nebak, siapa yang bisa lihat Kuroko itu? Dan juga, siapa yang nembak Kise~?

Nantikan kelanjutannya, ya? ^^

Btw, mind to vomment? Danke!

Cheers,
Panilla Ais Krim

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro