Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 5

Disclaimer
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Media © artist
Story © Panilla IceCream

Warning!
OOC, Typos, Bad EBI, dll

•Enjoy•

Mulut (name) membentuk huruf 'o' saat mendengar perkataan Midorima mengenai kakaknya.

"A-apa?" tanya gadis itu. Ia tak mengerti, kenapa Midorima dan Akashi menyelidiki kakaknya, apakah benar kakaknya seorang kriminal?

"Aku mengerti kenapa Akashi bersikeras ingin menemanimu di Tokyo Tower, nanodayo," sahut Midorima sembari menaikkan kacamatanya.

Kepala (name) tertunduk. Ia merasa lelah dengan semua yang menimpanya. Bunyi jarum jam yang bergerak memenuhi ruangan itu. Kemudian tak satupun dari pria berambut hijau dan perempuan berambut [hair colour] itu bersuara. Tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka, kemudian seorang pria berambut merah pun masuk. Iris heterokromnya memandang ke rekan dan kliennya yang nampak saling diam dengan pandangan bertanya.

"Ada apa dengan kalian?" tanya Akashi.

"Kau mengenal Kasamatsu Yukio, Akashi?" (Name) balas bertanya pada Akashi dan tak menjawab pertanyaan Akashi sebelumnya.

Akashi hanya tersenyum. Tangannya melepaskan mantel yang dia kenakan dan menggantungkannya di stand hanger yang tersedia.

"Kau mendengarnya dari Shintaro, ya?" jawab Akashi.

Derap langkah milik Akashi perlahan menghampiri (name). "Seperti yang dia katakan, Kasamatsu Yukio adalah kakakmu, bukan?" Akashi menjawab dengan nada yang terdengar menyebalkan di telinga (name).

(Name) beranjak dari duduknya dan menunjuk pria berambut merah itu.

"Kau pikir kakakku kriminal?!" tanya (name) dengan geram, "kenapa kau menyelidikinya segala?!"

Midorima cepat-cepat menengahi mereka. Bukan hanya setahun-dua tahun dia mengenal Akashi, sehingga dia sedikit mengerti tabiat pria merah itu yang tak senang direndahkan. Midorima menggenggam jari (name) yang menunjuk Akashi, membuat (name) mengalihkan pandangannya pada Midorima. Pandangan (name) itu penuh dengan rasa kesal dan terluka.

"Kau membelanya?" lirih (name).

"Bukan begitu. Hanya saja Akashi tak menyukai hal seperti ini, nanodayo," jawab Midorima, "lebih baik kalian duduk dengan tenang dan membicarakan masalah Kasamatsu Yukio—"

(Name) menepis tangan Midorima yang menggenggam jemarinya. "Aku belum siap mendengarnya, maaf. A-aku ingin tidur lebih dulu," ujar (name) dengan kepala yang tertunduk dan bergegas meninggalkan kedua pria tersebut.

Bunyi pintu kamar Akashi yang terbuka dan terbanting dengan keras menandakan bahwa gadis tersebut telah meninggalkan ruangan itu. Akashi menghela napas, membuat Midorima menoleh dan sedikit menatapnya takut-takut.

"Tak apa, Shintaro," sahut Akashi, "padahal belum tentu Kasamatsu adalah pelaku pembunuhan bulan lalu, hanya saja memang sulit mencari keberadaan pria itu untuk diinterogasi lebih lanjut."

Midorima menaikkan kacamata yang sedikit merosot di hidungnya, "Aku tahu. (Name) hanya salah paham."

°°°

Pagi harinya, Midorima mengetuk pintu kamar milik Akashi, memastikan apakah (name) sudah bangun dari tidurnya atau belum.

"(Name)?""

Tak ada jawaban.

"(Name)? Ini aku, Midorima. Kau ingin kubawakan sarapan atau kau mau ke meja makan saja, nanodayo?"

Masih belum ada jawaban.

Midorima menghela napas, kemudian membuka pintu yang ternyata tak dikunci.

"(Name)?"

Iris hijau Midorima melihat ke seluruh ruangan. Nihil, tak ada (name) di mana pun. Yang Midorima lihat, hanyalah jendela yang terbuka lebar dan seutas tali menjuntai ke bawah.

Gadis itu kabur?

Keringat dingin mengalir di pelipisnya, entah bagaimana reaksi Akashi nanti? Baru akan berbalik dan keluar untuk mencari rekan berambut merahnya itu, Midorima melihat kertas yang tertempel di pintu yang bertuliskan,

'Terima kasih sudah mau membantuku, aku akan mencari kakakku sendiri.

(Surname) (Name)'

Kali ini, Midorima menyesali keputusannya yang memberitahu (name) mengenai Kasamatsu Yukio.

°°°

(Name) tak kembali ke apartemennya, karena Akashi pasti akan menemuinya. Ia sedang muak dengan pria itu yang seolah-olah mengatakan kalau kakaknya adalah kriminal. Akan tetapi, menunggu waktu yang dijanjikan oleh kakaknya itu cukup lama.

"Apa yang harus kulakukan?" gumam (name).

Tangannya membawa tas pakaian berukuran sedang dan masuk ke sebuah penginapan tak jauh dari Takarazuka Revue. Bunyi bel kecil terdengar saat ia melangkahkan kakinya masuk ke penginapan itu.

"Selamat pagi, Nona," sapa sang resepsionis.

(Name) mengangguk kecil dan tersenyum, "Ada kamar kosong?"

Resepsionis tersebut mencari data di komputernya, kemudian menganggukkan kepalanya.

"Ada, mau berapa malam, Nona?"

(Name) menaruh jari di dagunya dan berpikir sejenak. Ia hanya butuh menginap beberapa hari sebelum masuk ke jadwal sibuk di teater.

"Emm, tiga malam."

Resepsionis tersebut kemudian bertanya pada (name) mengenai data dirinya. Lalu, ia memberikan kunci kamar pada (name).

"Terima kasih, (surname)-san. Kamarnya ada di lantai dua."

Setelah mendapat petunjuk, (name) bergegas meninggalkan lobby dan menuju lantai dua, seperti yang resepsionis itu bicarakan.

"21 ... 21 ..., ah! Ketemu!"

(Name) memutar kunci di kamar itu dan membuka pintunya. Membawa tasnya masuk, (name) kemudian merebahkan diri, hampir, karena ia melihat Kise Ryota nampak sedang bertengkar dengan seseorang di depan Takarazuka Revue. Yang ada di pikiran (name), Kise akan dibawa pergi oleh pemuda di hadapannya itu.

"Kise?" gumam (name).

(Name) beranjak dan meninggalkan kamarnya serta penginapan itu dengan terburu-buru untuk menghampiri temannya itu.

°°°

"Kise!"

Iris kuning Kise berbinar melihat (name) berlari ke arahnya.

"K-kau kenapa? Siapa dia?" tanya (name) bertubi-tubi dengan napas yang terengah-engah.

"(Name)-cchi! Aku tak tahu dia siapa, ssu!"

(Name) berbalik dan menatap pemuda botak di hadapannya dengan bingung, "Siapa kau? Ada masalah apa dengan aktor kami ini?"

Pemuda botak itu tersenyum lebar, "Bos benar, kau terpancing. Nah, karena pemain utamanya sudah datang, kau yang akan kubawa."

Kise maju ke depan dan melindungi (name) di balik punggungnya.

"Jangan sentuh (name)-cchi!"

Pemuda itu melebarkan cengirannya.

"Bukan aku yang akan menyentuh kalian."

Kemudian, sebuah sapu tangan menutupi mulut dan hidung (name) serta Kise.

Mereka tak sadarkan diri.

°°°

"Akashi!"

Akashi yang sedang menulis pun merasa terinterupsi oleh suara yang memanggilnya.

"Kenapa kau tiba-tiba kemari, Daiki?"

Aomine nampak mengatur napasnya dahulu sebelum berbicara.

"Kise Ryota menghilang, begitu pula dengan pianisnya!"

Iris heterokrom Akashi terbelalak, "Itu berarti ... (Name)?"

Aomine mengangguk cepat, "Midorima akan menuju ke TKP setelah ia menyelesaikan piket paginya di rumah sakit, dia tak memberitahumu kalau (name) kabur?"

Akashi menggeleng, "Aku sudah tahu dengan sendirinya."

Aomine tersentak. Tangannya menggebrak meja yang menjadi penghalangnya dengan Akashi.

"Kenapa kau tak menghalanginya?"

Akashi mengangkat bahunya. Ia kembali menatap tumpukan kertas di hadapannya dengan alis yang bertautan.

"Ini di luar perkiraanku, kupikir ia baik-baik saja. Daripada itu, kupikir aku tahu siapa yang membawa Kise Ryota dan (name)."

"Eh?"

°°°

"Ugh."

(Name) merasakan pusing yang teramat sangat dikarenakan efek obat bius tadi. Posisi tubuhnya sangat tak mengenakkan, tengkurap. Wajar saja tubuhnya terasa pegal. Memperhatikan ke sekelilingnya, (name) menyadari bahwa ia disekap bersama Kise Ryota. Berusaha menggerakkan tangan pun percuma, karena tangannya terikat.

Suara derap langkah terdengar mendekat ke arahnya, sehingga (name) kembali memejamkan matanya—pura-pura tidur.

"Tak perlu berpura-pura, (surname)-san."

Keringat dingin mengalir di pelipis (name). Matanya terbuka dan mencari-cari siapa yang berbicara dengannya.

"Siapa ... kau?" gumam (name).

Ruangan itu gelap, mungkin sengaja dibuat seperti itu. (Name) tak bisa melihat siapa pelaku yang menyanderanya.

"Tsugawa-san sangat berhasil menjalankan tugasnya. Tak ada yang kurang dari stalker sepertinya." Iris [eye colour] (name) terbelalak. Itu berarti ... yang menguntitnya selama ini adalah orang bernama Tsugawa itu?

"Apa maumu?" geram (name).

Irisnya berkali-kali menatap Kise, ia khawatir karena pria pirang berisik itu belum tersadar juga.

"Wajar saja dia belum bangun," ujar pria itu, "dia tak memiliki ketahanan terhadap obat bius sepertimu, keluargamu mengasuhmu dengan baik."

"Kau mengincarku, bukan? Kenapa Kise harus terkena juga?" tanya (name) dengan suara yang sedikit melengking.

Gadis itu tengah marah saat ini. Sang penyandera hanya tertawa terbahak-bahak. Tangan besarnya mencengkeram bahu (name) dan membuat gadis itu dalam posisi duduk. Tak hanya itu, tangan si penyandera juga mencengkeram dagu milik (name) dan membuat mata [eye colour] (name) bertemu dengan matanya.

"Sebenarnya kami ingin menculik Kise untuk memancingmu keluar, tapi kau lebih bodoh dari yang kami kira. Kau keluar dari tempat aman milik Akashi Seijuro dan membuat kami berhasil menangkapmu."

(Name) tak menjawab, ia hanya mengalihkan pandangan ke samping—berharap ia mendapatkan sesuatu agar bisa melarikan diri.

"Di mana Yukio? Kau sembunyikan di mana dia?" lanjut pria itu saat mengetahui kalau (name) tak merespon perkataannya.

Tubuh (name) bergetar karena mendengar nama kakaknya disebutkan oleh pria yang menculiknya itu.

"Ada urusan apa kau dengan kakakku?" tanya (name) dengan suara yang bergetar, "aku tak tahu dia berada di mana."

Tiba-tiba, (name) merasakan tamparan di pipinya. Pipinya terasa panas, kepalanya sakit. Yang ia lakukan kini hanya menundukkan kepalanya.

"Kau mendapat surat darinya, bukan? Di mana Yukio si pengkhianat itu?"

To Be Continue

Hello semuanyah! Maaf Pani apdet terlambat! >w< #dihajarmassa

Pani beberapa hari ini sakit, jadi tidak sempat menyicil fanfic ini, baru kemarin kucicil dan jadi hari ini. Mohon maaf untuk keterlambatannya! *bow*

Semoga chapter ini sedikit menjawab pertanyaan kalian dari chapter sebelumnya! Dan nantikan kelanjutannya, ya? XD

Terima kasih untuk support kalian dan vote kalian untuk book ini! Jujur saja ini pertama kalinya Pani menulis tema seperti ini, apakah kalian suka? Atau masih ada kekurangan? Nanti Pani perbaiki! ^^ kalau masalah panjang words, uh, entah kenapa Pani masih sedikit kesulitan. Ditambah, aplikasi watty sering ngadet kalo udah nulis di atas 1k -_- tapi Pani akan usahakan untuk menulis lebih panjang! ^^

Oh, mind to vomment this chapter?

Thanks!

Cheers,
Panilla Ice Cream

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro