Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 4

Disclaimer
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Media © artist
Story © Panilla IceCream

Warning!
OOC, Typos, Bad EBI, dll.

••Enjoy••

...

"Jadi, kau sudah menemukan satu di antara mereka?" tanya (name) pada Akashi di ruang ganti (name).

Akashi mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja dan menatap kekasih pura-puranya itu. "Begitulah."

(Name) menghela napas penuh kelegaan. "Baguslah kalau begitu, suasana di panggung tadi sangat ricuh dan aku juga ... takut."

Mendengar lirihan di akhir kalimat (name) membuat pria berambut merah itu bangkit dari tempatnya duduk dan menghampiri gadis berambut [hair colour] itu. "Kau pasti lelah dengan semua yang terjadi. Aku tahu itu, (name). Tapi tenang saja, kau akan aman bersamaku dan Shintaro," ujar Akashi sembari mengusap rambut (name) dengan perlahan.

(Name) hanya mengangguk kecil dan sedikit menundukkan kepalanya. Dirasa kliennya sudah berangsur tenang, Akashi menghentikan kegiatannya sejenak.

"Kau mengenal Susa Yoshinori?" tanya Akashi.

"Siapa ...?" tanya (name) kembali, ia kurang mendengar nama yang disebutkan Akashi tadi.

Akashi menghela napas. "Bodoh, tentu saja kau tak mengenalnya. Aku menduga dia yang merencanakan pembunuhan anggota dewan. Tapi yang merencanakan pembunuhanmu tadi bernama Iwamura, apa kau mengenalnya?"

Iris [eye colour] milik (name) melebar mendengar perkataan Akashi.

"Iwamura-san? D-dia petugas keamanan di sini ...." Jawaban dari (name) membuat Akashi tersentak.

"Jadi ... kalau kau ikut aku ke kantor polisi sekarang, bagaimana?" tawar Akashi.

(Name) nampak menimbang-nimbang tawaran dari Akashi. Senyuman tipis nampak di wajah Akashi saat (name) menganggukkan kepalanya.

°°°

"K-kau ... mendatangiku ternyata, (surname)-san," ujar Iwamura yang saat ini tengah diinterogasi oleh Aomine dan seorang polisi lainnya, Kagami Taiga.

(Name) berjalan dengan gugup didampingi oleh Akashi ke hadapan Iwamura.

"Kenapa kau lakukan semua itu?" lirih (name).

Iwamura tersenyum kecut. "Ini perintah kakakmu."

Deg!

Iris [eye colour] (name) melebar. Tanpa sadar, tangan mungil yang biasa ia gunakan untuk menekan tuts piano itu mencengkeram kerah kemeja putih yang nampak lusuh milik Iwamura.

"BOHONG!" teriak (name).

Akashi yang mulai memahami situasi pun memberi kode pada Kagami dan Aomine untuk keluar dari ruangan itu. Paham dengan kode itu, Aomine dan Kagami keluar dengan terburu-buru dan tak sengaja menutup pintu dengan kasar hingga (name) tersentak dan melepaskan cengkeraman tangannya.

Pandangan (name) mulai memburam. Ia menatap pria di hadapannya itu sekali lagi.

"Itu bohong, 'kan? Tolong katakan kalau itu bohong ...," lirih (name).

Iwamura menghela napas. Tangannya yang terborgol menghalanginya untuk berbuat sesuatu untuk sedikit menenangkan gadis itu, ya, Iwamura tak berniat jahat, dia hanya mematuhi perintah.

"Maaf aku tak bisa menceritakannya lebih lanjut," jelas Iwamura, "kau sudah menerima surat darinya, 'kan? Patuhi saja. Tapi ...,"

Iwamura menggantungkan ucapannya dan menatap Akashi, "Kau harus ke tempat itu seorang diri."

Akashi mengepalkan tangannya dan menggebrak meja yang menjadi penghalangnya dan sang tersangka. "Apa maksudmu? Dia klienku!"

Pandangan Iwamura menggelap. "Kau tidak mengerti! Seseorang ingin memburunya! (Name) akan aman bersama kami, tidak denganmu!"

°°°

"(Name)," panggil Midorima.

Midorima menatap Akashi yang berdiri sembari bersidekap menatap (name). Seakan tahu kode yang akan dibeeikan Midorima, Akashi menggeleng perlahan—kedua pria itu sudah berteman sangat lama, sehingga mereka mengerti kode tubuh masing-masing. Midorima menghela napas dan membenarkan posisi kacamatanya.

"Kau benar, Akashi," sahut Midorima tiba-tiba, "Susa Yoshinori yang ada di balik pembunuhan semua anggota dewan beberapa waktu ini, tapi dugaanku dia hanyalah tangan kanan dari seseorang. Aku mengorek keterangannya dari Kuroko, nanodayo."

"Tapi ...," lanjut Midorima, "bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

Kepala (name) yang tertunduk mulai terangkat, seakan tertarik dengan topik yang dibicarakan kedua pria itu. Ya, Midorima berhasil menarik perhatian gadis itu. Akashi terdiam. Iris heterokromnya menatap ke langit-langit yang sedikit retak dan bohlam lampu yang mulai kehilangan dayanya.

"Kita berpapasan dengannya saat itu, Shintaro," jawab Akashi, "dan kantor polisi ini harus diperbaiki."

Midorima tak menjawab, hanya menunjukkan raut wajah yang serius.

"Berpapasan?" lirih (name).

Ingatannya kembali saat ia, Akashi, dan Midorima tiba di TKP. Ada seorang pria berperawakan tinggi dan berambut kecokelatan, yang sedang diinterogasi oleh polisi. Tetapi, pria itu mengatakan kalau dia hanyalah cleaning service. Lantas, pria itu tak mirip sama sekali dengan Susa Yoshinori. (Name) sedikit mengenalnya, karena orang-orang yang berkunjung ke Takarazuka Revue biasanya orang-orang yang terkenal. Seingat (name), Susa Yoshinori adalah seorang pengusaha.

"Mirip, (name)," ujar Akashi seakan tahu apa yang ada di pikiran (name).

Sedikit tercekat dengan perkataan Akashi, (name) kembali menggali ingatannya.

"Aku ingat, nanodayo," timpal Midorima, "dia menyamar. Tapi kupikir dia bukan eksekutornya, Akashi."

"Aku tahu, eksekutornya seorang sniper," jelas Akashi.

Mata (name) membulat, menyadari bahwa Susa Yoshinori mengenakan kontak lensa dan rambut palsu, serta membuat suara yang berbeda saat dia diinterogasi oleh pihak kepolisian.

"Sniper yang waktu itu ...," gumam (name).

"Kau benar," jawab Akashi, "yang menembak dinding waktu itu. Pelurunya sedikit berbeda memang, tapi aku yakin dia eksekutornya. Susa hanyalah perantara yang memudahkan pekerjaannya."

Pria berambut merah itu menghampiri (name) yang tengah duduk di kursi dan berjongkok di hadapannya.

"Jangan pikirkan perkataan pria tadi, (name). Kami akan melindungimu, kau tahu itu. Tapi aku tidak tahu kenapa kelompok Susa juga mengincarmu," ujar Akashi sembari melengkungkan bibirnya.

(Name) menghela napas, "Tapi kalau kakakku menginginkan aku datang sendiri seperti yang dia katakan—"

"Itu tak akan terjadi. Aku akan tetap mengawasimu, tenang saja."

(Name) menatap mata heterokrom Akashi. Ia tahu kalau Akashi tak akan suka kalau ia menatap langsung ke matanya, tapi (name) hanya ingin melihat kesungguhan Akashi.

"Aku tak main-main dengan keselamatan klienku. Dugaanku, masalah kakakmu dan pembunuhan itu berkaitan," jawab Akashi.

"Ya, kami akan membuatmu merasa aman, (name)," sahut Midorima.

Dengan begitu, senyuman mulai tersungging di wajah ayu (name).

"Terima kasih, kalian semua."

"Tapi kami masih harus mencari bukti," ujar Akashi sambil mendengus.

Keadaan menjadi hening sejenak, sampai kemudian dering ponsel Akashi memecahkan keheningan tersebut. Akashi berdecak kesal dan mengangkat telepon dengan terburu-buru.

"Sebentar," ujar Akashi.

Dia sedikit menjauhi rekan dan kliennya dan mengangkat teleponnya di sudut ruangan.

"Halo, Ayah?" ujar Akashi pada seseorang yang ada di seberang sana.

"... aku mengerti, terima kasih."

Akashi menutup sambungan telepon. Kemudian, dia berbalik dan menatap rekannya dengan wajah yang menegang.

"Ada apa Akashi?" tanya (name).

"Ini momen yang tepat," ujar Akashi, "untuk membunuh semua anggota dewan. Akan ada pertemuan di sebuah gedung besar. Aku belum tahu tempatnya, nanti akan kutanyakan lagi pada ayahku."

"Dengan kata lain—"

"Ya, Shintaro, orang ini ingin membunuh para dewan dan menguasai Tokyo, tidak, seluruh Jepang," kata Akashi, memotong ucapan Midorima.

"Ini mengerikan ...," lirih (name). Kepalanya tertunduk kembali dan menatap lantai di bawahnya.

"Daripada itu, aku harus ke perusahaan sekarang. Kau pulang bersama Shintaro, (name). Kita akan mendiskusikannya lagi setelah aku pulang," lanjut Akashi.

Suara decit sepatu dan pintu tertutup dengan keras menandakan kepergian Akashi dari ruangan itu.

Midorima menghela napas dan menatap klien rekannya yang masih termenung, tak menyadari kepergian Akashi. Banyak hal yang terjadi, dan Midorima mengerti bahwa mental gadis itu belum siap dengan semua yang terjadi ini.

"(Name), kita kembali, nanodayo."

"Eh? Baik! Tapi, di mana Akashi?"

°°°

"Pertemuan anggota dewan akan dilaksanakan?" ujar seorang pria yang tengah bersantai di rumah megahnya sembari menghisap cerutu.

"Ya, bos."

Kepulan asap keluar dari mulut pria yang dipanggil 'bos' tadi.

"Begitu? Kupikir Akashi Seijuro akan melakukan sesuatu nanti," ujar pria yang membawa cerutu di tangannya itu tanpa melihat ke arah bawahannya, "pria itu tak pernah mengecewakan kita, bahkan dia sudah menangkap bawahan si licik itu. Kupikir, Susa sudah dicurigai juga."

"Apa yang harus kita lakukan, Bos?"

"Tunggu perintahku selanjutnya, Tsugawa. Oh, aktor yang bernama Kise Ryota itu, aku tertarik dengannya, bisa bawa dia ke sini?"

°°°

Hari sudah mulai gelap. (Name) dan Midorima duduk berhadapan dan bermain shogi sembari menunggu kedatangan Akashi.

"Kau menang lagi, Midorima," omel (name).

"Ini tak ada apa-apanya, nanodayo. Aku selalu kalah dengan Akashi."

(Name) mendecih. "Ah aku tak berbakat bermain shogi, aku hanya bisa bermain alat musik. Ah! Kakakku pandai memainkan gitar juga," ujar (name) dengan riang.

Midorima tersentak dan menatap (name) dengan intens.

"Kakakmu ..., bernama Kasamatsu Yukio, kah?"

(Name) menopang kepalanya dengan tangan. "Ya, namanya Yukio, dia sudah mengganti marganya, kah? T-tunggu! Bagaimana kau mengetahuinya?" sahut (name) dengan intonasi suara yang tinggi. Midorima menaikkan posisi kacamatanya.

"Kebetulan sekali, aku dan Akashi pernah berniat menyelidikinya, tapi hal itu sangat sulit dilakukan."

To Be Continue

Huaah akhirnya apdet juga >w<
Anyway, semoga chapter ini sedikit menjawab pertanyaan-pertanyaan di chapter sebelumnya. Aku ragu book ini akan memiliki banyak chapter, tapi pokoknya tunggu saja lanjutannya, ya! ❤

Kripik dan saran diterima dengan senang hati 😆

Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca dan memberi vote untuk cerita ini ❤

And, mind to vomment this chap?

Akhir kata, terima kasih lagi!! XD

Cheers,
Panilla Ais Krim

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro