Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 3

Disclaimer
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Media © Artist
Story © Panilla Ais Krim

Warning : OOC, Bad EBI, Absurd, Typos, dll

-Enjoy-

°°°
"

"K-kau yakin?" tanya (name) dengan intonasi suara yang tinggi.

"Jangan anggap serius, (name)," jawab Akashi santai sembari terkekeh.

"Daripada itu, kita harus menyelidiki Aida Kagetora," sambungnya.

"A-akashi," panggil (name), "kau yakin kita harus menyelidikinya?"

Akashi mengangguk mantap, "Kenapa?"

(Name) menggigit bibir bawahnya. "Bukan aku tak percaya pada Murasakibara, tetapi aku mengenal bahwa Aida-san orang yang baik."

"Aku tak menuduhnya, (name). Tapi penyelidikan harus tetap berjalan," jawab Akashi sembari memainkan ponselnya.

(Name) menghela napas, apa yang bisa dilakukan warga sipil sepertinya?

"Siapa tahu Aida Kagetora berkaitan dengan kakakmu, (name)-chin~," timpal Murasakibara.

Mendengar perkataan Murasakibara, tangan (name) terkepal erat. Amarahnya sedikit mereda saat Midorima mendekati mereka.

"Akashi," panggil Midorima yang baru saja kembali dari penyelidikan tentang penembakan di kafe itu.

"Bagaimana?" tanya Akashi.

"Seperti dugaanmu, jenis peluru bius, nanodayo, bukan seperti saat di TKP pembunuhan anggota dewan itu," jawab Midorima.

Iris hijaunya menatap (name), "Apa kau menyembunyikan sesuatu, nanodayo? Musuh seperti mengetahuinya dan ingin menculikmu untuk mendapatkannya, nanodayo."

Mata (name) membola.

"Apa maksudmu? Aku tidak—"

"Bukan seperti itu, Shintaro. Pelakunya berbeda," sahut Akashi.

"B-berbeda?" tanya (name).

"Ya," jawab Akashi mantap, "Kejadian kemarin sudah beberapa kali menimpa Tokyo. Namun, hal ini berbeda motif, mereka ingin membiusmu dan mungkin akan menculikmu, tapi bukan dengan tujuan membunuhmu. Ini hanya perkiraanku tentu saja, bisa saja salah."

Midorima menaikkan kacamatanya yang sedikit bergeser dari hidungnya. "Bagaimana pendapatmu, Murasakibara?" tanya Midorima, "Kau sependapat dengan Akashi?"

Murasakibara menghentikan aktivitasnya memakan cemilan sejenak, "Bisa jadi~ mungkin saja orang itu berbeda dengan sebelumnya~."

"Eh?" respon (name).

"Atsushi, apa yang kau lihat, tadi?" tanya Akashi.

Murasakibara mengendikkan bahunya, "Entahlah. Tapi karena peluru itu sedikit terkena cahaya, aku jadi bisa menarik (name)-chin~."

Akashi mengangguk paham, "Aku akan memikirkannya lagi, nanti. Yang terpenting kita harus kembali dan memastikan (name) aman. Aku masih harus berkutat dengan kasus pembunuhan tadi."

Midorima dan Murasakibara mengangguk paham.

"Kita harus menunggu laporan dari Aomine tentang hal itu, nanodayo."

°°°

"(Name)," panggil Akashi, "aku bosan melihatmu mondar-mandir tak jelas seperti itu."

(Name) nampak tersentak dan menatap Akashi takut-takut. Akashi menghela napas dan menatap kliennya itu, "Aku tidak akan macam-macam, kalau itu yang kau pikirkan."

"B-bukan seperti itu!" sahut (name) dengan sedikit tergagap, "aku hanya berpikir akan tidur di mana."

Akashi mengangkat alisnya, "Begitukah? Kau bisa tidur di kamarku, (name)."

"Eh? Lalu kau?"

"Di sofa, lagipula aku tak yakin bisa tidur dengan semua kejadian ini, belum dengan pekerjaanku di perusahaan."

Pandangan (name) meredup. "Maafkan aku."

Decihan samar mulai terdengar. Akashi beranjak dari duduknya dan mendekati gadis yang sedang berdiri sembari memainkan jemarinya itu. "Kau tak salah," ujar Akashi lembut, "harusnya aku yang minta maaf, sudah menempatkanmu di posisi bahaya seperti tadi."

(Name) menggeleng, "Itu kesalahanku sendiri. Aku berterima kasih karena kau sudah mau menampungku di sini, Akashi."

"Tak masalah," ujar Akashi.

"Boleh aku tidur lebih dulu? Aku ... merasa lelah dengan semua yang terjadi tadi," pinta (name).

Akashi mengangguk, "Boleh. Jangan sungkan padaku, anggap saja rumah sendiri. Selamat malam, (name)."

"Selamat malam, Akashi."

Setelah mengucapkan itu, (name) berjalan ke kamar Akashi—satu-satunya kamar di apartemen milik Akashi itu. Saat membaringkan tubuhnya, (name) menatap langit-langit kamar Akashi. Sebersit kenangan masa kecilnya bersama sang kakak muncul di pikiran (name).

"Kakak," lirih (name).

Bulir air mata mulai menuruni pipi (name).

"Sebenarnya kau ada di mana?"

°°°

"Aku bertemu (surname) (name) tadi," ujar Aida Kagetora pada lawan bicaranya.

"Ia ... baik-baik saja, 'kan?" jawab pria muda di hadapannya.

"Kurasa untuk sekarang, ya," sahut Aida sambil menghembuskan asap rokok yang tengah dia hisap.

"Sekarang? Apa maksudmu?"

Aida tertawa kecil, "Pria tua itu menginginkan sesuatu darinya, kurasa."

Pria muda itu diam dan mendengarkan apa yang akan diucapkan Aida berikutnya.

"Ah, Akashi muda akan mencariku, kurasa," ujar Aida.

"Akashi? (Name) bersama dengan Akashi?"

"Tak perlu khawatir, Akashi tak akan mencelakainya," sahut Aida, "justru, kau harus lebih memperhatikan 'dia'. Jangan sampai identitasmu ketahuan."

Decihan samar terdengar.

"Aku tahu, Paman."

°°°

Mata (name) yang semula terpejam mulai terbuka perlahan. Ia sedikit kesulitan tidur di suasana yang baru. Ponselnya bergetar tiba-tiba dan membuat (name) langsung duduk dan meraih ponselnya di atas meja nakas.

To : (Surname) (Name)
From : Kise Ryouta

Selamat pagi, (name)-cchi! \(^o^)/

Aku hanya ingin memberi kabar, rehearsal kita akan dimulai hari ini-ssu pukul 8. Maaf kemarin aku salah memberi informasi-ssu!

Mata (name) melihat jarum pada jam dinding yang menempel di kamar Akashi. Sontak, mata (name) membola.

"Ah!"

Buru-buru (name) berlari ke kamar mandi dan membersihkan diri.

°°°

"Akashi," panggil (name), "kau sudah—ah? Kau sudah bersiap-siap rupanya."

Akashi tertawa kecil, "Aku tau latihan tidak akan dilaksanakan lusa, tetapi hari ini."

(Name) mengerjapkan matanya. "Bagaimana bisa?"

Senyum terulas di wajah tampan Akashi. "Hm? Mudah saja. Tapi maaf, aku tak sempat menjelaskannya. Lebih baik kita berangkat sekarang." (Name) mengangguk dan mengekori Akashi yang berada di depannya.

Tiba di tempat Akashi memarkirkan mobilnya, Akashi membuka pintu untuk (name). Wajah (name) memerah kecil. Namun, ia mengatasinya dengan segera masuk ke mobil. Akashi menyusul dan duduk di kursi kemudi.

°°°

"(Name)-cchi~!" seru seseorang saat (name) tiba di Takarazuka Revue.

Pria yang memanggil itu menghampiri (name) dan memeluknya erat. "Aku merindukanmu-ssu!"

(Name) melirik ke pria merah di sampingnya dan berkeringat dingin—

Karena Akashi menatap Kise dengan tajam. Itu akting, tentu saja. "Maaf, dia kekasihku," jawab Akashi. Walau hanya akting, wajah (name) merona tipis, sehingga gadis itu pun memalingkan wajahnya. Kise melepaskan pelukannya dan menatap (name) dengan pandangan tidak percaya.

"Hueeeee~ (name)-cchi, hidoi-ssu!"

"Kise, tenanglah, oke? Kita harus segera masuk," ujar (name) dengan penuh kesabaran menghadapi rengekan pria di depannya.

Kise mengerucutkan bibirnya dan menatap Akashi.

"Dia ikut ke dalam?" tanya Kise.

"Tentu saja," jawab Akashi santai.

Kise kembali memandang Akashi dengan penuh kecurigaan.

"Kau benar kekasih (name)-cchi?" tanya Kise.

Akashi mendengkus dan merangkul pinggang (name) agar lebih dekat padanya.

"Ya," jawab Akashi, "sebaiknya kau tak mengganggunya lagi."

°°°

Entah kenapa saat rehearsal, penampilan Kise sebagai seorang aktor berbeda dari biasanya. Melihat itu, (name) menghela napas dan memandang Akashi yang duduk di bangku penonton. Akashi hanya memperhatikan (name) yang tengah duduk di depan piano yang megah, dan tak membalas ucapan (name) yang dia ketahui dari gerakan bibirnya.

"(Name)!" panggil seorang pria paruh baya, membuat Akashi menatap pria itu dengan penuh kecurigaan, intuisinya berkata pria itu masuk ke daftar abu-abunya.

(Name) bergegas beranjak dari kursi yang ia duduki dan menghampiri pria tua itu.

"Ada apa, Katsunori-san?"

"Violinisnya tak masuk. Ia sakit, hmm ...," jawab Katsunori Harasawa, direktur Takarazuka Revue.

"Eh? Lalu, latihannya bagaimana?" tanya (name) dengan khawatir. Katsunori melihat Akashi yang duduk di bangku penonton dan kemudian tersenyum tipis.

"Kau," panggil Katsunori.

Akashi menunjuk dirinya dan mendapat anggukan dari Katsunori. Akashi pun menghampiri pria itu dengan raut wajah bertanya.

"Kau kekasih (name), 'kan? Kau bisa memainkan biola?" tanya Katsunori.

"Bisa—"

"Bagus, kau akan menggantikan Sakurai sementara ini."

Akashi geram karena perkataannya dipotong oleh pria sok tampan di depannya itu. Sontak, ia menatap (name) dan melihat (name) yang menggelengkan kepalanya. Kemudian, Akashi menghela napas. Akashi mengekori Katsunori yang akan memberikannya sebuah biola, sampai dia berhenti berjalan dan berbalik arah—

Akashi melihat seseorang akan menjatuhkan lampu teater. Akashi dengan cepat menarik tangan (name) sebelum lampu itu jatuh, ya, lampu itu jatuh tak lama kemudian. Jantung (name) berdebar kencang saat mengetahui kondisinya hampir berada dalam bahaya lagi, sementara Akashi nampak berlari ke arah pintu keluar.

"Akashi!" seru (name).

(Name) berusaha mengejar, tetapi lengannya ditarik oleh Kise.

"Kau masih gemetaran seperti itu, (name)-cchi. Kau tak apa, kan?"

(Name) mengangguk dan menatap pintu keluar dengan pandangan khawatir.

°°°

Akashi mengejar pria bertopeng dan bertubuh tinggi di hadapannya yang dia yakini yang merencanakan insiden baru saja.

"Tunggu!" seru Akashi.

Pria itu melirik ke arah Akashi dan mempercepat langkahnya. Naas, pria itu tak memperhatikan jalan di depannya dan bertabrakan dengan seseorang.

"Woa!" seru kedua orang itu.

Akashi menghampiri mereka dan mengatur napasnya sejenak.

"Daiki! Pegang dia erat-erat!"

Aomine, orang yang menangkap pria tadi, pun mematuhi Akashi dan menahan pergerakan pria itu. Dengan gerakan cepat, Aomine memasang borgol pada tangan pria itu. Akashi berjongkok di depannya dan membuka topeng yang pria itu kenakan.

"Halo," sapa Akashi.

Pria berambut kecoklatan itu tak menjawab.

"Siapa yang memerintahkanmu?" tanya Akashi lagi.

Aomine menaikkan alisnya, "Ada yang memerintahkannya?"

Akashi mengangguk dan tersenyum menakutkan ke arah pria tinggi itu. Pria itu melihat ke Akashi.

"Aku ... bekerja sendiri," ujarnya.

Refleks, Akashi tertawa. "Kau pikir aku bodoh? Kau anak buah siapa? Kau yang ikut andil saat pembunuhan anggota dewan kemarin, 'kan? Atau kau yang mengincar (name) di kafe?" tanya Akashi secara bertubi-tubi.

Decihan terdengar dari bibir sang tersangka.

"Tenang saja," ujar Akashi, "aku akan menginterogasimu sampai kau mengaku. Daiki, bawa dia."

Aomine mengangguk paham dan mengangkat tubuh si tersangka.

"Akashi," panggil Aomine, "ambil kertas yang kau minta di kepolisian."

Akashi mengangguk paham, "Baiklah, terima kasih sudah datang. Aku sudah memprediksi hal ini."

To Be Continue

Hualo~ akhirnya next chap apdet juga! Semoga makin penasaran ❤❤

Akan ada banyak karakter baru yang muncul, semoga kalian suka xD

Oh, Pani apdet hari Sabtu dikarenakan besok Pani ada acara mendesak. 😂😂

Btw, gimana rasanya diincar orang terus? Seru? (Har Har)

Nantikan kelanjutannya, ya!

Ps : mind to vomment & follow?

Cheers,
Panilla Ais Krim

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro