Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 13

Kematian Kobori membuat perasaan sesak hinggap di dada [name]. Dewi batin [name] menyenandungkan lagu pilu, simfoni penuh rasa berkabung.

Akashi menatap [name] yang tengah meringkuk dan berkabung dengan intens, batinnya ikut terusik dengan pemandangan yang menyakitkan seperti itu. Helaian crimson-nya tertiup angin, tatkala Akashi bergerak untuk duduk di samping [name] dan mengusap puncak kepala sang gadis.

Tak ada protes yang biasa dia dengar dari bibir ranum [name].

Kliennya itu rapuh sekarang, Akashi sangat memahaminya—walau dia sendiri biasanya tidak mau susah-susah memikirkan orang lain. Tapi entah kenapa berbeda rasanya kalau sudah bersangkutan dengan [name].

Cklek

Midorima keluar dari ruangan intensif. Manik hijaunya bersirobok dengan iris crimson milik sahabat karibnya yang seolah-olah menyerangnya dengan pertanyaan.

Midorima menggelengkan kepalanya perlahan dan menghela napas.

"Maaf, [name]. Aku tak bisa—"

Tangisan [name] pecah. Kobori merupakan salah satu penghubung yang ia miliki agar bertemu dengan kakak kandungnya, selain surat itu. Juga, Kobori merupakan orang yang dekat dengannya dan Kasamatsu Yukio.

"Kenapa bukan aku?" ujar [name] di sela isakannya. "Kenapa Koji-nii?"

Akashi menatap [name] dengan lembut, membuat [name] yang merasa sedang ditatap seseorang pun mendongakkan kepalanya—

Akashi bisa melihat jelas lelehan air mata di pipi [name]. Tangan besarnya refleks tergerak untuk menghapus air mata itu.

"Tenangkan dirimu sebentar. Memang sejak kita keluar dari kompleks itu, yang diincar adalah Kobori Koji—kemungkinan, orang yang mengincar itu tidak mau info dari Kobori sampai ke siapapun, atau ke kakakmu."

Midorima mengerjapkan matanya, sedikit menaikkan posisi kacamatanya seperti biasa.

"Sejak awal diincar? Tapi cahaya merahnya mengincar [name]."

Akashi menghela napas, bersiap dengan penjelasan panjang yang setelah ini akan terlontar dari bibirnya.

"Atasan Susa tidak mungkin orang bodoh, dia jenius. Dan mungkin dia memastikan kondisi [name] dahulu—tapi sebenarnya itu hanya pengecoh, sudut tembakan dan kaca mobil yang pecah sudah menjadi bukti kalau Kobori yang diincar, bukan [name]," jelas Akashi panjang lebar.

Manik crimson-nya bergulir kembali, menatap [name] yang terdiam mendengar penjelasannya.

"Kau akan bertemu kakakmu tak lama lagi, tenanglah."

Setidaknya, kata-kata Akashi membuat [name] kembali menghirup napas lega sedikit demi sedikit.

[][][]

Kagami tersentak mendengar perkataan Aomine.

Memang benar, berdasarkan informasi yang ada, sebelum Kagami memijak posisi jabatan di kepolisian sekarang, seseorang yang menjabatnya dipecat secara tidak hormat. Jujur saja, Kagami baru di kepolisian, akan tetapi karena sepak terjang dan daya juang yang tinggi membuatnya bisa meraih posisi seperti sekarang.

"Orang ini?" tanya Kagami. Pria berambut merah gelap itu mempersiapkan pistolnya dalam kondisi aktif dan siap tempur.

Aomine mengangguk.

"Kalau bisa jangan membunuhnya. Tapi kalau kau terpaksa—"

Susa menarik kaki Aomine dan membuatnya terbanting ke tanah. Sontak, Kagami langsung menindih tubuh Susa, menahan pergerakannya lebih jauh.

"Tembak, Aomine!" titah Kagami.

Aomine membidik dengan susah payah dan menembak kaki Susa, meminimalisir pergerakannya lebih lanjut.

"Tidak, dia target berharga."

Kiyoshi yang sedari tadi masih tertegun pun cepat bertindak pula, mengambil borgol dan mengunci pergerakan Aomine.

"Kau tidak mengetahuinya juga, Senpai?" lirih Kagami.

Kiyoshi menggelengkan kepalanya dan berujar, "Kau seharusnya ingat kalau aku petugas yang ditransfer ke Tokyo."

Kagami beranjak dari tubuh Susa, mengambil kain di kantungnya dan membekap mulut Susa.

"Baik. Ayo, bawa sindikat ini ke sel tahanan."

[][][]

Akashi mengajak [name] keluar, sekadar menghirup oksigen yang beterbangan bebas di luar. Mereka masih ada di lingkungan rumah sakit, menunggu Midorima menyelesaikan otopsi terhadap Kobori Koji.

Mata Akashi menangkap adanya vending machine di dekat bangku tempatnya dan [name] duduk.

"Kau mau minum apa?" tanya Akashi dengan lembut.

[Name] menoleh ke arah vending machine tersebut, lalu netranya bersirobok dengan milik Akashi.

"Orange juice saja."

Akashi mengangguk dan membelikan [name] sekotak jus jeruk dari vending machine.

"Ini," ujar Akashi sambil menyodorkan minuman yang diminta [name] tadi. "Ngomong-ngomong, kenapa orange juice?"

[Name] menusuk kotak jus dengan sedotan, meminum isinya sedikit demi sedikit. Setelah beberapa tegukan, dia baru menjawab pertanyaan dari Akashi, "Karena rasanya masam."

Akashi menaikkan sebelah alisnya. Terlihat jelas guratan kebingungan di wajah good-looking-nya.

"Lalu?"

[Name] menghela napas.

"Seperti kehidupan, kadang terasa masam, tapi ada rasa manisnya juga—itu yang membuatnya enak."

Akashi mengangguk paham, melipat tangannya di depan dadanya.

"Logikamu cukup aneh. Oh, [name] ...." Akashi memanggil nama [name], sedikit menggantungkan kalimatnya.

"Hm?"

"Sudah merasa lebih baik?" tukas Akashi dengan sehati-hati mungkin, mengingat Akashi bukan tipikal orang yang mengkhawatirkan orang lain seperti ini—[name] adalah pengecualian.

"Hmm ..., entahlah ...."

Akashi sedikit berpikir lebih keras dari biasanya. Benar kata orang-orang, perempuan itu rumit.

"Oh, kau pianis. Kau pasti pintar," ujar Akashi tiba-tiba. "Aku ingin membuatmu berdeduksi, sedikit."

Alis [name] terangkat sebelah.

"Menarik. Boleh saja. Hitung-hitung untuk buang waktu, menunggu Midorima."

[][][]

Hyuuga membenarkan kacamatanya entah untuk keberapa kalinya, jengah rasanya melihat seorang Kagami Taiga yang mondar-mandir tidak jelas sambil bergumam.

"Kau kenapa, Kagami?" tanya Hyuuga sedikit geram.

Kagami menghentikan aksi mengganggu tersebut dan menatap seniornya.

"Saya hanya kesal ..., err ... desu. Susa tidak mau mengakui siapa dan di mana atasannya sekarang."

Hyuuga menghela napas. "Bukankah itu wajar?"

"Memang, tapi saya kesal."

"Putar otakmu, provokasi dan buat dia mengaku, Bakagami," titah Hyuuga, pelipisnya sudah dipenuhi siku-siku sekarang. Dia harus ekstra sabar menghadapi duo-junior bodohnya.

"Aomine juga melarikan diri."

"Jangan mencari alasan, Bakagami. Aomine sedang bertugas di tempat lain, Kiyoshi sedang mengurus anak buahnya Susa. Kau mau naik pangkat, tidak?!"

Kemudian, Kagami langsung memanggil Susa Yoshinori ke ruangan khusus interogasi kembali. Ancaman Hyuuga memang ampuh untuk para juniornya—yang kebelet ingin naik pangkat.

[][][]

Kagami melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sembari berdecak frustasi. Sudah lima belas menit Kagami duduk di hadapan Susa, yang kakinya terluka dan tangannya terborgol, tanpa mendapatkan petunjuk apapun.

"Ayolah, jawab saja. Kau sudah tak bisa melawan sekarang!" perintah Kagami. "Jangan menyulitkan pekerjaanku—"

"Tidak perlu khawatir, kau akan bertemu dengannya ..., sebentar lagi," jawab Susa, dengan sedikit memelankan suaranya di akhir perkataannya.

Kagami berdecak kesal. "Oh, ayolah—"

Pintu ruangan terbuka, menampilkan manusia tinggi berkulit sun-kissed dan berambut navy blue.

"Bagaimana?"

"Dia hanya bilang kita akan berjumpa dengan atasannya sebentar lagi. Sebentar lagi itu kapan?!"

Aomine menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku juga tidak tahu. Hanya saja firasatku buruk."

Sepertinya Kepolisian Tokyo salah menempatkan mereka sebagai investigator.

"Oh, ngomong-ngomong kita akan berjaga saat rapat anggota dewan ...."

Susa Yoshinori menyeringai kecil mendengar kedua polisi muscular itu berbincang satu sama lain.

[][][]

Midorima berkali-kali menatap gadis berambut [hair colour] yang duduk di antaranya dan Akashi di kursi penumpang dengan pandangan yang sulit diartikan—

"Ada apa, Shintaro?" Mata Akashi yang sedari tadi memandang jalanan pun beralih menatap sahabatnya yang masih terlihat kusut akibat proses otopsi dan segala macam.

"Bagaimana caramu menghibur [name], nodayo?" tanya Midorima cepat, sembari membenarkan posisi kacamatanya yang sedikit turun dari posisi semula.

"Aku memberinya sedikit pertanyaan mudah—"

"Mudah bagimu," sahut [name] memotong perkataan Akashi. Ia mem-pout­-kan bibirnya, keringat mengalir di pelipisnya. "Ternyata aku cukup bodoh—"

"Saat berdeduksi, ingat-ingat detail kejadian, dan data yang kautemukan di tempat kejadian perkara, [name]," terang Akashi. "Yah, setidaknya kau sudah tenang, hanya dengan membuatmu penasaran."

[Name] berdecak kesal. "Kau tahu saja, aku mudah penasaran. Kau bisa meramal perilaku dariku juga—oh, apa namanya ..., sih ..., deduksi?"

"Bukan, ini berbeda. Kau sudah di rumahku beberapa hari, wajar saja kalau aku jadi tahu gerak-gerikmu."

Helaan napas terdengar.

"Terserah, aku bingung. Tetapi ..., terima kasih, Akashi ..., kau sudah menghiburku hari ini."

Akashi mengerjapkan matanya, kemudian berujar, "Tentu. Oh, bisakah kau memanggilku dengan nama depanku? Bukannya aku memanggilmu dengan nama depanmu juga?"

Rona merah kecil muncul di wajah [name]. "Itu perintah?"

"Ya."

"Baiklah, Seijuro si Tuan Absolut."

Setelah berujar demikian, [name] tergelak. Sementara Midorima sedikit mengulas senyum melihat kedekatan Akashi dan [name] pasca dia dan Akashi menyelamatkannya.

'Entah kenapa ini menjadi menarik,' batin Midorima.

To be Continue

Mulmed © ownernya

Yo~ Pani kembali!
Well, sekali lagi aku minta maaf karena lama banget to the max nggak apdet---dikarenakan aku sedang hiatus dan fluktuasi mood /slap

Jadi maaf kalau kalian merasa agak kecepetan atau bagaimana alurnya 😂🔫
Kali ini nggak tegang banget, kan? Nggak ada tembak-tembakan hehe.

Sebagai gantinya, ada sedikit bumbu romansa di sini---mungkinkah Akashi Seijuro mulai suka ke Rea?
Hanya Pani yang tahu /salah

Semoga kalian suka! Terima kasih banyak sudah membaca sampai sini dan terima kasih sudah mendukung Pani beserta book ini.

Sekali lagi, danke! Daku akan mengusahakan apdet cepat hehe

Tag : reeshizen

Cheers,
Panillalicious

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro