Bagian 12
Disclaimer
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Mulmed © creator
Story © Panillalicious
Warning!
OOC, Typos, Bad EBI, Absurd, dll.
••Enjoy••
Dewi batin [name] berseru, memanggil nama Kasamatsu Yukio berulang kali.
Sesuatu tentang orang tuanya? Dan kakak laki-laki satu-satunya yang ia punya itu ... tak memberi tahunya sama sekali mengenai hal penting itu?
"Keterlaluan," gumam [name] sembari memeluk lengannya sendiri. "Kenapa dia tak mengatakannya langsung saja kalau begitu? Menemuiku secara langsung, misalnya."
Kobori menghela napas, sudah menduga kalau [name] akan merasa kesal.
"[Name]—"
"Kau ingin aku menemuinya seorang diri, bukan? Akan kuturuti," ujar [name] memotong perkataan Kobori.
Akashi dan Midorima yang mendengar perkataan [name] pun merasa emosi-yang-masih-bisa-mereka-tahan.
"[Name], kau tak bisa gegabah seperti itu, nanodayo," tukas Midorima sembari menaikkan sedikit kacamata—ya, pose andalannya, mungkin?
"Bukan aku ingin menyela, ya, 'ssu," sahut Kise. Sebelah tangannya pria itu gunakan untuk merapikan sedikit poninya. "Bukankah seseorang bernama Kasamatsu itu ingin [name]-cchi mendatanginya sendiri?"
Midorima mulai naik pitam, "Apa kau tak mendengarku? [Name] itu klien kami—"
"Cukup, Shintaro," potong Akashi. Pria berambut crimson itu menatap kliennya, orang yang sudah membuatnya sangat khawatir dalam hati, dengan intens.
"Kau seharusnya tahu, jika mengamati kejadian hari ini, Shintaro. Kita diskusikan nanti saja," lanjut Akashi. "Dan, sebaiknya kita keluar dari sini. Kobori-san, bisa tunjukkan jalannya?"
Kobori mengangguk patuh. Sementara, Aomine menghela napas lega.
"Begitu, donk, Akashi," sahut pria berkulit tan yang nampak tengah kepayahan itu, "kau seharusnya perhatikan aku, aku menggendong pria-yang-tertawanya-menyebalkan ini."
Akashi mengerjapkan matanya.
"Itu sudah tugasmu, Daiki."
Perempatan muncul di dahi Aomine.
"Sialan kau, Akashi," umpatnya.
[][][]
"Kau sudah pasang peredam, Kagami?" bisik Kiyoshi pada juniornya di kepolisian, Kagami Taiga.
Pria berambut merah dengan gradasi gelap itu menganggukkan sedikit kepalanya dan berfokus pada indera pendengarannya.
"Kalau kita tertembak lebih dulu, bagaimana, desu?" sahut Kagami, sembari memasang status waspada.
Kiyoshi sedikit membulatkan matanya mendengar penuturan Kagami.
"Jujur saja, aku juga tak tahu, Kagami," jawab Kiyoshi.
Kagami sweatdrop seketika. Seniornya itu memang selalu nekat.
Kresek
"Datang ...," gumam Kagami.
Bak harimau yang sedang menangkap mangsa, Kagami menggunakan insting liarnya itu untuk menebak lokasi musuh dan langsung menembak.
Tak lama, terdengar suara pria mengaduh.
"Sialan, itu suara anak buahnya," umpat Kagami.
Kiyoshi sedikit tersenyum kecut karena ketidakpuasan Kagami karena tak mendapat mangsa incarannya, Susa.
"Yang penting sudah dapat, aku cek dulu."
Tanpa menunggu jawaban Kagami, Kiyoshi sudah lebih dulu mengendap-endap dan menuju asal suara.
Di hadapan Kiyoshi, ada seorang pria yang memegangi kakinya yang terluka karena peluru Kagami. Pria itu langsung saja menembak Kiyoshi secara beruntun.
Namun, Kiyoshi adalah anggota kepolisian yang terlatih. Pria berambut cokelat itu menghindari peluru dan menerjang sang korban, membuatnya tak bisa bergerak karena sudah ditindih oleh tubuh besar Kiyoshi.
"Lepaskan, sialan!"
Kiyoshi menekan leher sang korban dengan lengan kekarnya, membuatnya kesulitan bernapas.
Baru saja Kiyoshi ingin memukul tengkuk milik korbannya dan membuat pemuda yang tengah dia buat tersiksa ini tak sadarkan diri, Kiyoshi mendengar suara pistol yang sudah siap ditembakkan di belakangnya.
"Lepaskan dia, Kiyoshi Teppei."
Kiyoshi tahu benar, ini target utama mereka, Susa Yoshinori.
Kiyoshi sontak melepaskan tangannya dari tubuh pemuda itu dan mengangkatnya ke atas sembari menjatuhkan revolver-nya ke tanah.
"Kau tahu aku, Susa-san?" tukas Kiyoshi, sekedar berbasa-basi dengan kriminal kelas atas yang ada di belakangnya.
Susa tertawa pelan.
"Tentu saja, aku harus tahu siapa lawanku, bukan? Tapi sayang sekali ...." Susa mempersiapkan diri untuk menekan pelatuknya.
"Bukan kau yang kucari."
Susa menarik pelatuknya. Tidak, bukan ke Kiyoshi, karena Kiyoshi masih bisa melihat dan bernapas dengan baik, tapi ke arah belakang ..., yang berarti—
"Kagami!"
[][][]
"Kami sudah menunggu kalian. Kau lama sekali, Aomine," ujar Hyuuga.
Pria berkacamata itu terlihat lega melihat keberadaan Akashi dan para sandera. Alisnya sedikit bertaut tatkala dia menjumpai dua wajah asing, pria yang ada di gendongan Aomine dan juga pria berambut cokelat gelap.
"Mereka siapa?" tanyanya.
Aomine hanya mendengus malas dan kemudian menyerahkan Takao, yang ada di gendongannya, pada seorang anggota polisi lainnya. Yang terjadi selanjutnya, borgol melingkari kedua tangan Takao.
"Di mana si bodoh itu, Hyuuga?" tukas Aomine sembari menguap lebar.
Aura gelap muncul di sekeliling Hyuuga, membuat semua orang yang ada di situ pun bergidik ngeri—minus Akashi dan Aomine, mungkin.
"Di mana sopan santunmu, Aomine Daiki? Jawab dulu pertanyaanku, dasar bodoh."
Aomine mengorek telinganya dengan jari kelingking dan menatap seniornya dengan malas.
"Kobori, anggota Susa Yoshinori yang berkhianat. Takao yang tadi, anggota Susa Yoshinori yang kalah dengan seorang tsundere."
Midorima yang merasa tersindir, menaikkan posisi kacamatanya.
"Apa maksudmu berkata seperti itu, Aomine?"
Aomine tak menjawab. Pria berkulit sun-kissed itu hanya kembali berjalan ke arah gedung, menuruti keinginannya untuk menangkap salah satu anak buah dari mafia berbahaya di Tokyo—yang belum berhasil dia tangkap.
"Ya sudah, mungkin Aomine mencari Kagami. Dan ... mereka bisa dimintai keterangan, bukan?" ujar Hyuuga, nampak pasrah dengan kelakuan seenak jidat juniornya yang-sebenarnya-ingin-dia-cincang itu, padahal dia juga ingin mengorek keterangan darinya.
Mata [name] menyipit mendengar penuturan Hyuuga.
"Maaf, Megane-Policeman," panggil [name], "Kobori Koji-nii tak perlu dimintai keterangan dan segala macam itu—"
Kobori maju selangkah, membuat [name] menatap punggung tegap milik sahabat dari kakak kandungnya itu.
"Itu akan menyalahi prosedur, [name]," tukas Kobori. "Aku tidak masalah, aku akan menjelaskan semua yang kutahu."
Setidaknya, Midorima dan Akashi tenang berkat perkataan Kobori.
"Tetsuya, kau antar Kise Ryota ke rumahnya dahulu. Dia akan dimintai keterangan paling lambat besok sore," titah Akashi.
Kuroko yang diperintah oleh Akashi pun mengangguk, dengan tetap memasang wajah datarnya.
Kise hanya bisa membulatkan mulutnya dan meronta kala Kuroko Tetsuya memaksanya untuk pulang.
Suara mesin mobil yang menyala, menandakan bahwa pemuda pendek berambut baby-blue itu sudah pergi bersama sang model terkenal Kise Ryota.
"Jadi, kita ke kantor polisi sekarang?" tanya Akashi pada Hyuuga.
"Ya, sebaiknya begitu, Akashi."
[][][]
Tawaan yang menggelegar terdengar di salah satu bagian yang ada di hutan kecil di gudang persenjataan milik kelompok Susa Yoshinori.
Wajah Susa berubah cerah, dia sudah mengincar Kagami sejak lama—
Karena pria berambut merah dengan gradasi gelap itulah yang selalu mencari petunjuk tentangnya. Sepak terjangnya di kepolisian, jauh dari harapan Susa.
"Kau tahu, Kagami Taiga ...." Susa mulai angkat bicara, sementara Kagami tengah mengerang karena peluru yang bersarang di perutnya.
"Dengan kemampuanmu, aku sangat berharap kau bisa masuk ke kelompokku. Si Kacamata itu pasti akan senang menerimamu," lanjut Susa.
"Sayang sekali kau sangat lemah ...."
DOR!
Sebelum Susa bisa menembak Kagami untuk yang kedua kalinya, pistolnya sudah terbuang karena tembakan dari seseorang.
"Menjauh darinya, Susa."
Susa kenal dengan suara bariton yang khas itu, Aomine Daiki.
"Kau rupanya, Aomine," ujar Susa sembari membuat seringaian di wajahnya.
Sontak saja, wajah Kagami dan Kiyoshi yang ada di sekitar Susa pun nampak menegang, terlihat jelas keterkejutan di sana.
"Ya, begitulah. Oi, Bakagami, apa yang kau lakukan di sana? Menyingkirlah. Kau memakai kevlar, tak perlu pura-pura terluka begitu," tukas Aomine sembari mendengus malas.
Kagami dengan cepat beranjak dan memberdirikan tubuhnya. Tangan besarnya sedikit mengusap noda tanah dan dedaunan basah yang menempel di seragamnya.
"Kau mengenalnya, Aomine?" tanya pria yang memiliki alis bercabang itu.
Aomine menghela napas.
"Tentu saja, Susa dulu anggota kepolisian, yang posisinya kini diambil olehmu."
[][][]
"Sepertinya adikmu selamat, Yukio," ujar pria tua berambut cokelat sembari melepas kacamata hitamnya.
Kasamatsu yang mendengar penuturan orang yang dihormatinya itu tersenyum.
"Tentu saja, [name] memiliki teman-teman yang baik ...."
Aida Kagetora, pria berambut cokelat tadi, menghela napas dan menepuk bahu Kasamatsu.
"Hm, sebaiknya adikmu lebih berhati-hati ..., karena ia tengah bersama dengan Akashi Seijuro."
Kasamatsu menutup kelopak matanya, menyembunyikan iris gelapnya.
"Aku tahu, Paman. Aku tahu. Daripada itu, kapan Imayoshi-san akan bertindak?" tanya Kasamatsu.
Aida memegang dagunya, menatap lurus ke depan, otaknya memproses perkataan beberapa bawahannya dan mencoba mengingat-ingat.
"Pertemuan anggota dewan? Minggu ini, Yukio."
Kasamatsu menggeram pelan.
"Kurang ajar. Kita harus ke sana dan mencegahnya—seperti biasa?" tanya Kasamatsu.
Aida mengangguk mantap.
"Tentu saja. Oh ya, kapan kau akan menemui [name]?"
Kasamatsu mengukir senyum di wajahnya.
"Kukira tak lama lagi. Kupastikan aku sudah mendapat info pembunuh orang tuaku yang lebih akurat. Yang jelas, sekarang ini kita harus mengurus yang ini ..., dasar Imayoshi merepotkan."
[][][]
Sepanjang perjalanan menuju ke kantor polisi, [name] hanya diam. Begitu pula dengan Akashi, Midorima, dan Kobori. Takao sendiri belum sadar, karena suntikan dari Midorima.
Hyuuga Junpei mengeluarkan keringat dingin, rasanya hawa di mobilnya jadi tidak menyenangkan akibat aksi saling diam ini.
"Kalian sudah makan?" tanya Hyuuga, mencoba ramah seperti rekannya Kiyoshi—walau terlihat seperti dipaksakan.
"Kami tak berselera makan, nanodayo," jawab Midorima cepat. Kepalanya dia tolehkan lagi untuk menatap jendela, memandang jalanan di sekitar mereka.
Sampai, pria berambut hijau yang gemar memberi perban di tangan kirinya itu melihat laser merah dari kejauhan ....
"Semuanya, menunduk!" Seru Midorima.
Benar saja, tak lama kemudian kaca mobil di bagian [name] duduk pun pecah di kanan dan kirinya. Hyuuga refleks memberhentikan mobilnya dan menatap ke gedung.
"Mereka mengejar kita?" tanya Hyuuga.
Akashi menegakkan tubuhnya lagi dan berujar, "Tidak. Mereka yang mengincar [name]."
"Mereka sudah pergi, kurasa, nodayo."
Hyuuga refleks berdecak kesal. Tiba-tiba saja, gendang telinganya menangkap suara [name] tengah berteriak.
"[Name]—"
Akashi, Midorima, dan Hyuuga terkejut saat mereka melihat [name] dan menangkap suatu hal yang tak mereka perkirakan akan terjadi—
Kobori berlumuran darah di dadanya—kemungkinan terkena peluru tadi—dan menurut perkiraan Midorima ...
..., Kobori tewas di tempat.
To be Continue
Heyho~ maaf apdetnya lama pake banget. Jangan bakar aku yha ;;3;;
Real life membunuhkoe, hiks. //stahp adegan menye2 ini.
Well, semoga kalian suka dengan chap ini.
Oh, aku kepikiran juga bakal ngasih semacam ekstra atau bonus gitu (?) soal kasus yang ditangani sama Akashi-Midorima sebelum kedatengan (name), gimana menurut kalian?
Terima kasih buat kalian yang sudah membaca sampai sini, Danke!
Vomment diterima dengan senang hati! Kritikan juga boleh~~
Cheers,
Panillalicious
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro