Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 10

DISCLAIMER
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Media © Original Artist
Story © Panillalicious

WARNING!
OOC, Typos, Bad EBI, Absurd, Garing, dll.

•••Enjoy•••


Akashi, Midorima, dan Kuroko mengikuti arahan Aomine untuk segera berlari menuju elevator. Sementara si pria tan itu menjadi tameng hidup sementara-sebenarnya tidak juga, kemampuan Aomine sebagai seorang anggota kepolisian tak perlu diragukan, dia bisa menghindari peluru-peluru yang datang.

"Cepatlah, Akashi!" seru Aomine.

Akashi cepat-cepat menekan tombol elevator, membuat pintunya terbuka. Midorima dan Kuroko masuk terlebih dahulu, diikuti oleh Akashi.

"Daiki, masuk!" titah Akashi.

Aomine sedikit mendecih, kemudian buru-buru masuk ke elevator sebelum pintunya tertutup sempurna.

Asap yang dihasilkan dari smoke bomb milik Midorima mulai menipis, sehingga indera penglihatan para penjaga sudah mulai berfungsi dan dapat melihat dengan baik nan jelas.

"Kemana perginya mereka?!"

"Mereka ke atas! Ayo hentikan mereka!"

Sebelum para penjaga berbalik untuk menuju tangga darurat yang bisa menghubungkan mereka ke lantai dua, mereka sudah dihadang oleh anggota kepolisian yang dikirimkan oleh Kagami Taiga.

"Jatuhkan senjata kalian!" seru polisi dengan gaya sok macho dan memiliki rambut berwarna merah, Kagami Taiga.

[][][]

"Kau baik-baik saja, Aomine-kun­?" tanya Kuroko yang nampak mengkhawatirkan rekan berkulit gelapnya itu.

Aomine hanya tertawa hingga matanya menyipit. Tangan besarnya itu menepuk kepala Kuroko dan mengacak helaian rambut baby blue itu.

"Aku baik-baik saja, Tetsu. Yang bisa mengalahkanku, hanyalah aku," ujar Aomine dengan mantap.

Akashi, Midorima, dan Kuroko facepalm. Mereka menghela napas bersamaan dan menggerutu pelan.

"Kau terlalu percaya diri, Aomine-kun," ujar Kuroko.

TING!

Pintu lift terbuka, menampilkan raut keterkejutan di wajah Midorima, Akashi, Kuroko, dan Aomine saat mereka menjumpai orang-orang yang mereka cari tengah melawan para penjaga. Kuroko dan yang lainnya buru-buru keluar dari elevator dan mempersiapkan senjata mereka masing-masing, terutama Aomine.

"Kalian berdua kalah jumlah, nanodayo," tutur Midorima sembari menaikkan kacamatanya yang sedikit bergeser dari tempatnya semula, enggan mengangkat senjata.

Akashi pun enggan mengangkat senjatanya pula dan hanya menghampiri [name], sembari sedikit meringis ketika dia menyadari bahwa tubuh [name] terdapat memar di beberapa bagian.

"Penyusup!" seru Sakamoto, terkejut melihat Akashi dkk berhasil masuk ke lantai dua. "Kenapa mereka bisa membiarkan empat orang ini lolos!"

Sakamoto dan Akahoshi yang semula hanya beradu fisik dengan [name] dan Kobori pun mengambil jarak dan mengeluarkan pistol mereka masing-masing, tak peduli dengan lebam yang ada di tubuh mereka.

"Kita hanya perlu menahan mereka saat Susa-san kembali, bukan?" gumam Sakamoto.

"Ya. Sebentar lagi, kurasa ...," lanjut Akahoshi.

Sebelum kedua pria itu bisa menekan pelatuk mereka masing-masing ke arah [name] dan Kobori, Aomine dan Kise sudah menembak tangan mereka berdua, sehingga Sakamoto dan Akahoshi pun menjatuhkan senjata mereka dan mengaduh kesakitan.

Bersamaan dengan itu pula, suara tembakan terdengar-

Diikuti dengan Kise yang jatuh terduduk sambil memegangi perutnya yang mengeluarkan darah.

"KISE!" teriak [name].

Buru-buru ia menghampiri rekan kerjanya itu dan merangkulnya. Tanpa menyadari ada netra heterokrom yang memandang mereka tak suka.

[Name] berdecak kesal, ia berusaha menghentikan pendarahan di perut Kise sebisanya. Midorima yang merupakan seorang dokter pun ikut tergerak membantu gadis itu. Mereka tak peduli dengan tamu tak diundang yang membuat luka di perut Kise, yang mereka pikirkan sementara ini hanyalah menghentikan pendarahan di perut Kise.

"Masih ada aku, lho," ujar sang pelaku tadi. "Aku masih memiliki satu pistol lagi. Kau terlalu naif kalau hanya berpikir aku kini sudah tak bersenjata, Kobori-san."

Keringat dingin mengalir di pelipis Kobori. Bibirnya yang menjadi sedikit kelu itu berujar, "Kau masih hidup, Tsugawa?"

Tsugawa tertawa kecil.

"Daripada itu, Susa-san dan yang lainnya sudah hampir tiba, lho. Pak polisi, berapa pasukan yang temanmu bawa?" tanya Tsugawa sambil menodongkan pistol pada Aomine.

Aomine tersentak, begitu pula dengan Akashi dan yang lainnya. Seakan-akan, pergerakan mereka sudah dibaca semuanya. Akashi sendiri tak menduga hal ini akan terjadi, seolah-olah dia justru menjadi bidak catur milik dalang di balik kejadian ini.

"Kau terlalu banyak berbicara, sumimasen," ujar pemuda berambut baby blue, Kuroko, yang tiba-tiba sudah ada di depan Tsugawa dan memborgolnya setelah sebelumnya pria itu merebut pistolnya terlebih dahulu.

Aomine mengerjapkan matanya. Tangan besarnya merogoh sabuk di celananya yang memiliki gantungan tempat dia meletakkan borgolnya. Sabuk itu hilang, lebih tepatnya diambil oleh Kuroko.

"Sejak kapan, Tetsu ...?" gumam Aomine, tetapi pria tan itu tersenyum puas.

Aomine berjalan mendekati Tsugawa sambil menatapnya dengan pandangan bak serigala menangkap mangsanya.

"Si Bakagami itu hebat, jangan remehkan dia. Oh, kita akan berjumpa lagi di kepolisian, beberapa anggota kepolisian akan menjemputmu."

Melihat rekan-rekannya yang tak gentar, membuat Akashi mengumbar senyum simpul di wajah tampannya.

'Aku tak perlu khawatir. Teman-temanku bisa diandalkan.'

[Name] yang melihat senyuman Akashi pun ikut tersenyum.

"Kau bisa tersenyum juga, Tuan Detektif?" gurau [name] sembari menghampiri Akashi dan menepuk lengan pemuda merah itu. "Dan terima kasih sudah datang menjemput kami."

Akashi menatap [name] dan mengacak rambut [hair colour]nya.

"Sama-sama, [name]."

[][][]

"S-susa-san ...," panggil Sakurai dengan sedikit gemetaran.

Pria itu menoleh ke atasannya dan mulai menunjukkan mimik wajah yang terlihat gelisah.

"Aku tahu, Sakurai. Kepolisian-"

"Sumimasen, Susa-san! Mereka bergerak lebih cepat dari yang kukira, sumimasen!" ujar Sakurai sembari mengucapkan 'maaf' berkali-kali.

Susa menghela napas, memukul kening bawahannya itu dengan revolver miliknya.

"Berhentilah minta maaf, kita harus bergegas. Biar saja beberapa orang itu tertangkap kepolisian, suatu saat kita akan membalas mereka," ujar Susa, berusaha menenangkan Sakurai yang gemar meminta maaf itu.

Tiba-tiba, terdengar suara tembakan senjata api, dan kaca mobil mereka yang tengah melaju pun pecah. Terpaksa, Sakurai menghentikan laju mobilnya. Sakurai dan Susa membungkukkan badan agar kaca mobil tak mengenai mata atau bagian tubuh penting lainnya. Setelahnya, mereka berdua langsung melayangkan peluru mereka masing-masing ke beberapa anggota kepolisian yang menyerang mereka.

"Sumimasen, Susa-san. Harusnya aku tak memakai mobil yang ini," ujar Sakurai sambil menembaki anggota kepolisian di hadapan mereka.

"Nevermind, Sakurai."

Pria berambut cokelat dengan bentuk bak jamur itu mendecih kesal, karena anggota kepolisian memakai kevlar lengkap dengan tameng bertuliskan 'POLICE' yang setahunya tahan dengan peluru. Sehingga Sakurai harus menembak sembari lari menerjang barisan anggota kepolisian dan berhasil merebut satu tameng milik kepolisian untuk melindungi dirinya dari peluru-peluru yang datang menerjangnya tak lama kemudian.

Mobil kedua dan ketiga tiba tak lama kemudian, dan beberapa orang yang ada di dalamnya langsung sigap membantu Susa dan Sakurai dalam baku tembak dengan polisi yang mulai berdatangan dari dalam gedung milik komplotan Susa.

Kagami yang melihat kejadian itu langsung menggunakan walkie talkie-nya untuk menghubungi markas kepolisian Tokyo sembari memberi arahan pada anak buahnya untuk memasukkan anak buah Susa ke mobil polisi.

"Kami meminta tim tambahan, musuh berbahaya dan membawa senjata api, over."

[][][]

Kobori memapah Kise berjalan, menyusul Akashi dan yang lainnya ke elevator, yang merupakan jalan tercepat mereka untuk menyelamatkan diri dari gedung milik Susa itu. Tetapi saat dia berhasil masuk, listrik dalam elevator itu mati, lampunya padam.

"Ada apa ini?" tanya [name] dengan suara yang mulai terdengar panik. "Kenapa listriknya padam?"

Akashi menghela napas sejenak.

"Kemungkinan, Furihata yang membantu kita dari ruang kendali diringkus, atau Takao sudah bangun dan mengalahkan Furihata kemudian memadamkan aliran listrik. Kau, apakah ada tangga darurat di sini?" tanya Akashi sembari menatap Kobori.

Kobori nampak berpikir sejenak, sembari menatap Kise yang masih meringis kesakitan.

"Ada. Kita harus bergegas."

Kobori pun menunjukkan jalan, dan Kise pun dipapah oleh Aomine yang dirasa sanggup memikul Kise.

Mata Kobori menjadi awas bak elang, takut kalau tiba-tiba ada yang menembak mereka, karena dia sempat mendengar suara tembakan dari kejauhan.

Benar saja dugaan Kobori, saat hampir tiba di tempat tangga darurat berada, dia melihat Takao Kazunari.

"Halo, kalian semua," sapa Takao sembari menodongkan pistolnya. "Bertemanlah denganku dan jatuhkan senjata kalian."

[][][]

"Susa-san, masuklah ke dalam!" seru Sakurai.

Selain pintar berakting juga memainkan biola, pria berambut bak jamur itu juga pandai dalam menembak, beberapa anggota kepolisian sudah menjadi korbannya.

Susa mengangguk cepat dan masuk ke dalam bersama tiga orang lainnya.

Kagami merasa kesal, dia berusaha mengejar Susa, tetapi Sakurai menembakinya-beruntungnya Kagami sudah menghindarinya, gerakan refleks seorang anggota kepolisian yang sudah terasah kemampuannya.

"Sepertinya aku harus berhadapan dengannya dulu," gumam Kagami.

Pria jangkung berambut merah itu mengeluarkan pistol dan balas menembak Sakurai yang berlari ke arahnya sambil menghindari peluru yang berasal dari anak buah Kagami. Kagami sedikit berdecak kesal, Sakurai sangat lincah, bahkan sudah menodongkan pistol pada Kagami.

"Shimatta!" umpat Kagami saat melihat Sakurai menyeringai dan bersiap menekan pelatuknya.

Dor!

Bukan, itu bukan berasal dari pistol Sakurai, tetapi dari pistol milik seseorang yang mengenai pistol milik Sakurai.

Kagami menghela napas lega, langsung saja dia sigap meringkus Sakurai dan memborgolnya.

"Arigato, err ... desu."

Pesan Kagami tersampaikan ke markas pusat, banyak polisi yang berdatangan dan akhirnya dapat meringkus beberapa anggota komplotan milik Susa.

"Kau seharusnya mengatakannya lebih awal, Bakagami! Kenapa kau dan Aomine sama-sama bodoh? Tak melapor padaku lebih dulu dan mengambil tindakan dengan sembarangan. Lihatlah, anak buahmu banyak yang terluka."

Kagami yang mendapat teguran dari seniornya itu pun hanya bisa menggaruk belakang kepalanya.

"Maaf dan terima kasih atas bantuannya, Hyuga-senpai, Kiyoshi-senpai juga."

[][][]

Tok tok tok.

Pria berambut hitam yang sedang duduk sembari menatap layar laptopnya mengalihkan atensinya ke pintu.

"Masuk."

Krieet.

"Aku minta maaf sebelumnya. Beberapa anggota milik Susa sudah diringkus kepolisian Tokyo," ujar seseorang yang masuk ke ruangan itu. "Kau ingin aku ke sana, tidak? Aku sudah gerah ingin membunuh polisi-polisi sialan yang merusak dan mengotori gedung kita."

Pria berambut hitam itu hanya menyeringai.

"Tak perlu, Wakamatsu. Ini sudah dalam pengawasanku, yang terpenting rencana di pertemuan anggota dewan itu harus berhasil. 'Dia' tak menerima penolakan. Dan sebaiknya kita tak bertindak gegabah."

Pria yang dipanggil Wakamatsu itu berdecak kesal.

"Terserah kau saja, dasar licik."

TO BE CONTINUE

By the way, Akahoshi bukan karakter KnB, hanya karakter tambahan yang dibuat olehku lololol.

And semoga kalian suka dengan chapter ini, kayaknya udah ketebak deh siapa bos gengnya~~

Terima kasih untuk kalian yang telah memberi masukan untuk Red Fate, aku sangat menghargainya, dan aku akan berusaha memperbaiki kekurangan yang ada. Ini genre action, mystery [sedikit nano-nano] pertamaku, makanya aku sangat senang untuk kalian yang sudah memberi masukan untukku.

Terima kasih atas support kalian untuk book ini juga, aku juga sangat senang~

Sekali lagi, danke!

Sampai jumpa di chapter berikutnya~ stay tune yaaa~

Cheers,
Panillalicious

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro