Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 1

Butiran salju yang tertiup angin turun dari langit menutupi semua wilayah di Merenorth. Ini bukan awal musim dingin di Merenorth, melainkan sudah lima belas tahun benda putih dingin itu turun tanpa henti. Cametra duduk di depan jendela kamarnya, memperhatikan butiran-butiran kristal itu jatuh dari langit dan menutupi hampir setengah tinggi jendelanya. Ia tidak suka pemandangan wilayah Merenorth yang biasa ia lihat dari kamarnya terhalangi oleh tumpukan salju.

Cametra mendengkus, ia mengangkat tangan kanan dan menempelkannya di jendela. Telunjuknya bergerak melingkar lalu membuat sebuah pola yang mirip dengan bentuk sebuah kristal salju di jendela yang terasa dingin. Sambil membuat pola, Cametra mengucapkan sesuatu. Kalimat yang sering ia ucapkan setiap kali pemandangannya terhalangi oleh tumpukan salju.

"Myst sang penjaga, Kristal Nixie si pengatur, Fervel yang semesta. Lelehkan es ini menjadi air dan menguaplah bersama cahaya." Perlahan-lahan salju yang menumpuk di jendela kamar Cametra mulai meleleh, salju yang sudah mencair berubah menjadi kerlip-kerlip berkilau dan terbang ke udara. Cametra tersenyum puas, dengan begini ia bisa melihat pemandangan Merenorth.

Senyumnya pudar saat ia melihat kota Mere yang tidak jauh dari rumahnya berada, tetap tertutupi salju. Cametra mungkin bisa mengubah salju yang berada di jendela kamarnya, namun ia tidak bisa mengubah semua salju yang ada di Merenorth. Seberapa keras Cametra mencoba, maka salju itu tetap akan kembali entah sampai kapan.

Suara melengking dari atas langit membuat Cametra mendongak, suara melengking aneh untuk seekor burung. Bahkan suaranya lebih buruk dari suara burung gagak sekalipun. Burung merah darah tengah terbang melintasi ibu kota Merenorth, burung yang setiap paginya sering melintas hanya untuk mencari mangsa. Namun, burung itu mengingatkan Cametra akan sesuatu, kutukan Merenorth dan dirinya.

Pelayan pribadinya pernah bilang sehari sebelum Merenorth terkena kutukan, burung merah darah itu terus melintasi langit ibu kota. Sampai sebuah awan hijau dengan aroma pinus, menyambar menara istana yang sekarang menjadi kamar Cametra. Esoknya Merenorth dilanda badai salju padahal saat itu tengah musim panas.

Cametra kembali memperhatikan burung semerah darah itu, wujud fisik burung itu sangat mirip dengan wujud lain Cametra. Manusia setengah supranatural yang dapat berubah wujud menjadi burung merah itu. Pada awalnya Cametra terlahir sebagai manusia normal seperti anggota keluarganya, tetapi kehadiran burung yang membawa kutukan malah membuat Cametra terkena kutukan yang entah kapan berakhir. Setidaknya Cametra bersyukur akan kutukannya, ia berterima kasih pada siapa pun yang mengutuknya karena diberi kelebihan yang tidak dimiliki keluarganya. Ia bisa terbang dengan wujud burung dan memiliki kekuatan sihir yang ia sembunyikan.

Suara dengusan kuda mengalihkan pandangan Cametra. Ia melihat kereta kuda bergerak menuju pintu utama istana yang bisa ia lihat dari kamarnya. Cametra tersenyum saat mengetahui siapa yang turun dari kereta itu, orang yang ia tunggu sejak kemarin. Orang yang memberinya harapan untuk saat ini.

Setelah orang itu masuk ke dalam istana, Cametra berhitung seraya memainkan salju di jendelanya. Butiran kristal es itu menari di udara, membentuk sebuah formasi yang kemudian saling berkumpul membentuk sebuah boneka salju mini. Boneka salju mini yang utuh dan padat tersebut dibiarkan terbang di dekat jendela kamar, sampai hitungan kesembilan Cametra menghentikan sihirnya dan membiarkan boneka salju padat itu turun bebas.

"Sepuluh," ucap Cametra sambil menoleh ke pintu kamarnya. Seorang wanita muda mengenakan gaun putih dan biru muda masuk membuka pintu kamar Cametra, kemudian ia menunduk hormat pada Cametra yang tersenyum aneh karena mendengar suara teriakan seseorang dari bawah.

"Sudah kuduga akan mengenai kepala," gumam Cametra. "Emily!" Cametra berseru dengan girang.

"Your Highness, maaf aku sudah mengetuk pintu." Emily terlihat gugup saat melihat Cametra sedang tersenyum aneh padanya. Emily mengumpat karena seharusnya tadi ia mengetuk pintu lebih lama dan menunggu jawaban Cametra.

"Ah, tidak apa-apa, lagipula aku tidak mendengarnya tadi." Cametra masih memasang senyum aneh, ia berharap kelakuannya tadi tidak diketahui Emily. "Ada apa?"

"Profesor Spellman sudah tiba," ucap Emily sopan. Mata Emily memperhatikan jendela di belakang Cametra, tampak berbeda karena tak ada salju menumpuk di sana.

"Aku akan segera ke sana. Tolong sampaikan pada Profesor Spellman untuk menemuiku di perpustakaan." Cametra berjalan menuju lemari pakaiannya, ia memilah gaun apa yang akan digunakannya.

Setelah pintu kamarnya ditutup oleh Emily, Cametra lekas berlari ke arah jendela. Ia khawatir boneka salju padat itu melukai kepala seseorang, beruntung jika tidak terjadi. Dengan cepat Cametra membuka jendelanya, ia melongokkan kepalanya di sana mencari keberadaan seseorang yang terkena bonekanya. Di bawah sana, Cametra tidak menemukan siapa pun, hanya jejak kaki di atas salju tebal dan boneka saljunya yang masih utuh.

Cametra mengembuskan napas lega, setidaknya tidak ada yang terluka karena boneka es padat itu. Lagipula ia tidak menemukan bercak darah di bawah sana, bahkan di bonekanya. Senyuman muncul di wajah pucat Cametra, ia menutup jendelanya dan kembali memilah pakaian. Profesor Spellman tidak boleh menunggu terlalu lama.

❄❄❄

Profesor Spellman berjalan mengitari rak-rak buku di bagian pojok perpustakaan. Rak-rak itu ditutupi oleh kaca dan dikunci, tidak membiarkan siapa pun mengambil buku dalam rak itu. Hanya beberapa orang dalam istana yang memiliki kuncinya dan membaca buku yang berada di dalamnya.

Pria tua itu membaca satu per satu judul buku, dari paling ujung rak sampai ke ujung lagi dan terus melakukannya pada rak-rak buku berkaca di sekitar situ. Langkahnya terhenti saat menyadari buku yang ia incar ada di dalam salah satu rak berkaca di sana, pria tua itu tidak menyangka bahwa keluarga kerajaan juga menyimpan sebuah buku terlarang. Tetapi berguna untuk melakukan pengusiran makhluk jahat.

Professor Spellman terkejut ketika ia melihat sosok gadis berambut cokelat ikal dengan wajah putih pucat tengah menatapnya dari seberang rak kaca, sosok yang ia kira adalah hantu penunggu perpustakaan.

"Maaf mengejutkanmu, Profesor." Cametra tersenyum kecil padanya, ia tidak menyangka kehadirannya malah membuat Profesor Spellman terkejut.

"Your Highness, maaf saya hanya melihat-lihat saja." Profesor Spellman berjalan menghampiri Cametra, ia menjabat tangan Cametra dan tersenyum hangat khas kebapakan. "Ada yang ingin ditanyakan? Melalui suratmu sepertinya ada sesuatu yang ingin ditanyakan."

Cametra mengangguk, ia lalu mengajak Profesor Spellman untuk duduk di kursi yang ada di perpustakaan. "Ya, ada sesuatu yang ingin kutanyakan, Profesor." Cametra mempersilakan Profesor Spellman untuk duduk, sementara ia mengambil dua cangkir kosong dan mengisinya dengan teh hangat. "Seharusnya aku tidak membawa teh ke sini, tapi mengobrol tanpa minum akan membuat tenggorokan kering."

Profesor Spellman memperhatikan gerakan anggun Cametra saat menuangkan teh pada cangkir di hadapannya, seulas senyuman dari wajah tua Profesor muncul saat itu juga. "Kenapa memilih perpustakaan sebagai tempat mengobrol kita, Yang Mulia?"

Bola mata Cametra bergerak menatap Profesor Spellman, ia tersenyum sebentar lalu meletakan teko teh di atas meja. "Di sini sepi, jarang ada yang kemari karena kurasa pertanyaanku juga tidak boleh sampai terdengar ke telinga ayah." Profesor Spellman mengangguk, pertanyaan Cametra pasti sangat rahasia. "Jadi, Profesor aku punya pertanyaan mengenai Merenorth."

"Silakan, Yang Mulia." Profesor Spellman bersiap mendengarkan pertanyaan Cametra, ia meletakan kedua tangannya di atas meja dan menautkan jari-jarinya.

Cametra menunduk sebelum memulai, matanya memperhatikan pola di pinggiran cangkirnya. "Aku ... aku penasaran kenapa Merenorth hanya punya satu musim. Banyak orang yang bilang terkena kutukan, dan aku percaya itu."

Profesor Spellman menaikan sebelah alisnya. "Tidak seperti pertanyaanmu saat kelas, yang ini menarik."

"Jadi, bisa kau jelaskan kenapa Merenorth dikutuk?" Cametra memajukan badannya, antusias terpancar dari wajahnya.

"Kenapa kau percaya bahwa Merenorth dikutuk?" tanya Profesor Spellman.

Cametra terdiam sejenak, mengalihkan pandangannya pada rak-rak buku. "Rumor beredar, dan aku yakin Merenorth dikutuk karena kerajaan tetangga tidak mengalami musim dingin selama belasan tahun."

"Bagaimana jika musim dingin di Merenorth adalah faktor alam karena alam yang kita tempati ini tidak seperti dulu?" Profesor Spellman menatap Cametra yang tengah mengerutkan keningnya.

"Aku tidak yakin ini faktor alam," ucap Cametra dengan lambat.

"Bisa jadi ini faktor alam, atau Tuhan marah pada Merenorth." Profesor Spellman memutar cangkir tehnya, ia meneguknya perlahan.

"Kenapa Tuhan marah pada Merenorth? Aku yakin ada alasan dibalik itu." Cametra memicingkan matanya, ia curiga pada pria tua di hadapannya tengah menyembunyikan sesuatu. "Aku yakin Merenorth dikutuk oleh penyihir, hanya saja alasannya apa?"

"Kenapa kau yakin penyihir yang mengutuk Merenorth sedangkan mereka tidak ada?" Cametra terdiam mendengar pertanyaan Profesor Spellman, ia tengah berpikir mencari jawaban yang pas agar pria tua itu menerima pendapatnya.

"Lalu, kenapa aku memiliki sihir sedangkan tak satu pun dari garis keluargaku yang memiliki sihir?" Cametra balik bertanya, terdengar dari nadanya berbicara ia sangat tidak senang dengan pendapat Profesor Spellman. "Aku dikutuk, Merenorth dikutuk, dan yang ingin kutanyakan adalah alasannya." Cametra menahan napasnya, perlahan-lahan ia mengembuskan napas dan memejamkan matanya. "Kau mengetahuinya 'kan, Profesor?"

Profesor Spellman terdiam, tatapannya dialihkan guna menghindari kontak mata dengan Cametra. Ia baru menyadari satu hal tentang Cametra selain putri itu setengah supranatural, Cametra dapat membaca pikiran lawannya jika ia melakukan kontak mata langsung. Dan barusan, mereka saling kontak mata.

"Maaf, Yang Mulia." Profesor Spellman mengeluarkan sebuah jurnal kecil dari balik saku mantelnya. Lalu, memberikan buku jurnalnya pada Cametra. "Tolong rahasiakan ini. Seharusnya aku tidak boleh mengatakan apa pun soal kutukan itu."

Cametra menerima jurnal milik Profesor Spellman, jurnal dengan sampul berwarna cokelat kusam dan kertas berwarna abu-abu. Jurnal itu lebih mirip buku harian Profesor Spellman. Mata Cametra berbinar, mungkin dari sini ia bisa tahu alasan dari kutukan yang menimpanya. "Terima kasih, tapi mengapa kau tidak boleh menceritakannya padaku?"

"Karena hanya orang-orang tertentu saja yang tahu kisah aslinya," bisik Profesor Spellman.

"Dan kau tahu itu?"

Professor Spellman mengangguk. "Kami menutupinya dengan isu bahwa musim di Merenorth sedang tidak stabil. Kurasa apa yang ada di dalam buku itu bisa menjawab pertanyaanmu walau hanya sedikit."

Cametra menatap jurnal harian Profesor Spellman, ada jawaban di dalam buku itu yang bisa mengatasi rasa penasarannya. Meski hanya sedikit seperti perkataan pria tua itu, setidaknya jawaban itu bisa memberi gambaran pada Cametra seperti apa Merenorth dulu. Cametra membuka halaman demi halaman jurnal itu, kemudian ia teringat sesuatu.

"Profesor, kenapa kau merahasiakannya? Maksudku alasannya." Jari-jari tangan kanan Cametra memainkan halaman jurnal, namun matanya menatap Profesor dengan penasaran.

Profesor Spellman tersenyum singkat, ia menyesap tehnya mengabaikan pertanyaan Cametra. Gadis itu mendengkus pelan, sudah menduga kalau Profesor Spellman tidak akan menjawab pertanyaan. Lagipula, ia sudah mendapatkan jawaban atas alasan dikutuknya Merenorth dan dirinya, dan jawaban itu akan disimpan untuk dirinya sendiri. Cametra akan menjadi orang-orang tertentu yang mengetahui alasan dikutuknya Merenorth seperti kata Profesor Spellman.

Cametra bangkit dari kursinya, ia tersenyum pada Profesor Spellman. "Terima kasih sudah datang, aku akan menjaga rahasia ini."

Sebelum Cametra beranjak pergi dari sana, Profesor Spellman memanggilnya. Cametra menoleh pada pria tua itu. "Alasan kenapa kami merahasiakannya adalah
... kami tidak ingin rakyat mengetahui faktanya dan berbalik menyerang kerajaan."

❄❄❄

Cimahi, 14 November 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro