Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Fantaser • Surat Untuk Theo

BEDAH BUKU

Surat Untuk Theo

Karya
EffendiS7

• Blurb •

Pertemuan Rashid dan Shuuyi seharusnya tak terjadi. Pertemuan yang dibentuk oleh kuasa diluar kemampuan mereka. Kuasa yang juga berusaha memisahkan mereka.

Di belahan dunia lain Theo merasa terasingkan di rumahnya sendiri. Selalu mencari justifikasi atas peran yang ia mainkan. Membutakan dirinya atas jawaban yang sebenarnya.

Benang takdir mengikat mereka dengan simpul tak terlihat. Setiap pertemuan baru diselimuti rahasia. Sementara hati ditutupi kabut tanpa lentera.

• Review •

1. Biyu

Menurutku 'Surat untuk Theo' ini fantasi yang menarik dan mengingatkanku tentang latar timur tengah. Sebagai pembaca, aku menikmati alur yang disuguhkan penulis, hanya saja bagian Prolog membuatku sedikit kebingungan tentang siapa dan bagaimana cerita akan berjalan. Bahasa dalam prolog memang unik dengan frasa puitis, tapi terdapat beberapa kalimat yang kurang bisa kupahami dan perlu membaca ulang. Hal baiknya, kebingungan itu segera terbayarkan ketika aku melanjutkan membaca part selanjutnya. Suasana perang yang digambarkan Eve dalam cerita ini cukup terasa, beberapa bagian juga memberikan ketegangan. Aku juga menyukai tambahan suku-suku yang ditulis Eve di sana.

Soal ejaan, aku menemukan kata depan 'di' 'ke' yang masih perlu diperbaiki penulisannya, juga beberapa tanda baca yang terlewat, seperti tanda koma setelah dialog (sebelum kata ujar dsb). Selebihnya, aku tak melihat sesuatu yang terlalu mengganggu.

Tentang penokohan, Eve kurasa cukup pandai menggambarkan masing-masing tokoh dengan karakternya, terlebih yang menarik di sini terdapat dua kisah, Rashid dan Shuuyi di gurun pasir, serta Theo dan Wyllas di kerajaan. Selebihnya, Eve mungkin hanya perlu menambah scene yang bisa membuat pembaca penasaran dan 'Surat untuk Theo' akan jadi cerita fantasi yang mind blowing!

2. Jenna

Jujur, kesan pertamaku waktu baca cerita "Surat Untuk Theo" adalah gaya bahasanya yang mirip novel terjemahan. Bukan, itu bukan komentar negatif. Justru aku suka banget gaya bahasa yang digunakan. Terasa fantasinya dan cara penggambaran lingkungannya sangat nyata, aku jadi beneran kayak berasa ada di gurun pasir.

Penggambaran tokohnya oke. Tapi sayangnya aku agak kebingungan waktu membaca prolog, kayak bagian ini masih acak di kepalaku. Aku belum bisa memahami dengan baik apa yang sebenarnya ingin disampaikan di prolog.

Oh, dan mungkin sedikit saran dari aku, ada beberapa kekeliruan di penulisan dialog dan kata sapaan. Sebelum dialog tag, mestinya diakhiri dengan tanda koma sebelum tanda petik. Dan kalau dialog diakhiri dengan dialog aksi atau berada di akhir kalimat, mestinya diakhiri dengan titik. Untuk kata sapaan yang berada di dalam dialog, mestinya diikuti dengan tanda petik, lalu huruf kapital. Seperti; "Bla bla bla, Yang Mulia." Segitu aja dari aku, terus semangat ya!

3. Misa

"Surat untuk Theo"

Dari judulnya saja kedengarannya cukup sedih banget. Apalagi untuk standar fantasi yang memang jarang menggunakan judul semacam ini (bittersweet mungkin). Kedua berlatarkan di gurun pasir, mengingatkanku sama cerita-cerita timur tengah pada era medival (mungkin setara sama film Kingdom of Heaven). Penggambarannya cukup detail dan kerasa kalau kita benar-benar dibawa ke padang pasir.

Pemilihan diksinya bagus, aku suka sama pembawaannya santai jadi sewaktu baca hanyut, kaya ingin terus membalikkan halaman. Hanya saja minusnya di tata cara penulisannya khususnya dialog tag yang mana setiap ada dialog lupa diakhiri tanda titik, bahkan termasuk di chapter terbaru hal tersebut masih luput sama penggunaan partikel "di-" yang dirasa masih kurang karena ada beberapa yang menunjukkan tempat masih digabung (seperti disana yang harusnya jadi di sana atau dimana yang harusnya jadi di mana(?) penggunaan kata "di mana" ini masih simpang siur sih kalau secara praktek, tapi kalau menurut aturan penggunaan "di mana" memang dipisah). Sekian dan terima kasih 🙏 aku lanjut baca lagi seru soalnya.

4. Rhea

Romantis. Ini adalah yang pertama kali terlintas melalui diksi-diksi yang digunakan penulis. Puitis juga. Pokoknya aku suka dengan keterampilan penulis merangkai kata untuk menciptakan suasana ataupun menyampaikan perasaan dari para tokoh.

Aku setuju dengan teman-teman lain kalau Surat untuk Theo ini kental dengan nuansa Timur Tengah. Penulisan adegan, situasi ataupun latarnya cukup detail sehingga bisa dengan mudah dibayangkan. Namun, terkadang ini juga membuat cerita bergulir lambat dan hilang momentum karena penulis terlalu fokus menjejali pembaca dengan info-infokecil yang bisa disebar lagi daripada dipadatkan dalam satu scene.

Cerita sendiri memang sudah beralur lambat dan diselipi flashback. Ini kendala kedua, perpindahan scene serasa lompat-lompat. Memang sih sudah dibatasi dengan tanda (*) sebagai penjeda adegan, tapi ya kadang lompatnya ekstrim dan membuat aku sebagai pembaca sesekali harus baca ulang untuk mengerti konteks yang ingin disampaikan.

Ada yang mengganjal. Ini mengenai POV. Benar di sini penulis memakai POV3. Namun, terkadang terjadi 'slip' yang menurutku cukup mengganggu, yaitu ketika tiba-tiba menjadi POV1. Mungkin kalo diibaratkan kamera, ini kameranya ke mana-mana ataupun pindah tangan begitu saja. Jujur, ini kendala terbesarku sewaktu membaca. Kurang smooth. Saran supaya penulis bisa lebih konsisten dalam penggunaan dan perpindahan POV.

Lalu dialog. Kurasa penulis masih bisa mengolah setiap dialog supaya tidak terlalu kaku dan tidak terasa dipaksakan. Ini terasa dalam pertemuan Rashid dan Shuuyi. Maksudku, mereka baru kenal tapi gesture-nya tidak menunjukkan itu. Maaf, terkadang aku merasa penulis memasukkan dialog demi supaya tulisannya bukan narasi semua. 
Saran untuk penulis untuk sesekali menyelipkan kata ganti, sehingga nama tokoh tidak disebut berulang-ulang dalam satu paragraf. Hindari juga akhiran -nya supaya tidak terlalu banyak. Untuk pembahasan lain sudah di-cover teman-teman di sini, jadi kurasa tidak perlu disebut lagi.

Akhir kata, semangat melanjutkan karya Surat untuk Theo sampai tamat. Mohon maaf sebelumnya jika kritsar ini kurang berkenan.

5. Ryo

Hal yang paling menonjol di cerita Surat Untuk Theo adalah gaya bahasanya yang indah, diksinya puitis banget. Ryo suka cara Eve deskripsikan suasananya. Latarnya juga kental banget, kebayang kalau kita lagi di timur tengah yang mayoritasnya gurun.

Tapi memang dialog tagnya masih belum rapi, Ryo nemuin banyak dialog tanpa akhirnya koma atau titik. Selain itu Ryo masih oke sama ceritanya, dan penokohannya juga bagus. Cara Eve bawain dua POV berbeda juga enak.

6. Sam

Aku suka diksi yang digunakan oleh penulis pada Surat untuk Theo. Diksinya yang indah dan “nyastra” membuatku terhanyut dengan setiap kalimat yang disampaikan. Aku dapat membayangkan rasa khawatir dan takut yang dialami Rasyid hidup dalam pengejaran.

Penggambaran latar juga dibawakan dengan epik. Bagaimana penulis menggambarkan kesan timur tengah dengan sangat detail. Rasanya penulis pasti telah melakukan riset matang saat menulis cerita ini, sehingga bisa membawakan kesan timur tengah yang begitu melekat.

Penggambaran suasana pada Surat untuk Theo juga membuatku terpukau. Misalnya ketika Rasyid dan Nona Shuuyi sembunyi di tengah hujan, penggambaran hujan sangat natural. Bagaimana penggambaran suara hujan, aroma pengap, dan tanah yang becek.

Kesimpulan, Surat untuk Theo adalah cerita yang epik. Rasanya setiap babnya seperti membaca puisi, namun panjang dan ada kisah yang sedang diceritakan. Keren banget pokoknya.

7. Seren

Sebelumnya, saya setuju dengan review yang lain, jadi kali ini mungkin hanya menambahkan sedikit saja. Oke, mari kita mulai dengan prolog, Saya suka pembukaan yang dihiasi perang dan kekacauan seperti ini. Saya juga setuju dengan yang lain, terasa sekali Timur Tengahnya sebuah latar cerita yang jarang saya baca.

Dari prolog saya sudah bisa membayangkan ke mana cerita akan berjalan dan menurut saya kisah ini akan menjadi epic nantinya. Perang perebutan kota? Perang di padang pasir? Wah, kemungkinan-kemungkinan itu yang terbayang.

Akan tetapi, ide cerita yang bagus, juga harus diceritakan dengan baik pula agar kisah tersampaikan tanpa kesalahpahaman. Di sinilah yang mungkin akan menjadi catatan kecil untuk Eve; tanda baca, dialog tag, pemilihan diksi, dan terlalu banyak pengulangan kata dalam satu paragraf.

Sebenarnya pengulangan kata juga menjadi momok tersendiri untuk saya ahahahah tapi mari sama-sama belajar. Salah satu caranya bisa dengan mencari sinonim sebuah kata dan juga banyak-banyakmembaca, apa saja, bisa jadi nantinya menemukan kata baru yang menarik. Selain itu, kurangi pengulangan kata hanya demi membuat kalimat yang puitis, sebab rentan membuat paragraf bertele-tele. Tidak apa di awal-awal ini sering melihat KBBI saat menulis apalagi ketika revisi, menyebalkan memang, tapi lama-lama akan terbiasa dan tersimpan di kepala.

Semangat untuk Eve dalam menyampaikan kisah epic ini. Maaf jika ada kata yang kurang berkenan atau terasa menggurui. Semoga bermanfaat walau hanya sedikit.

Salam Manis,
Fantaser

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro