Fantaser • Monumen Kubus
Bedah Buku
"Monumen Kubus"
Karya
• Blurb •
Sane Enesta adalah seorang siswa SMA biasa. Ia tidak populer, tidak pula mencolok. Satu-satunya kelebihan yang ia miliki adalah selalu mendapatkan nilai bagus. Namun, bagi Sane yang pesimis, apalagi fakta bahwa SMA Pelajar Nasional adalah sekolah elit, nilai bagus bukanlah suatu kebanggaan.
Di tengah-tengah kekalutannya menghadapi ulangan harian, Sane bertemu dengan bocah aneh bernama Angelo. Angelo dikirim dari dunia lain untuk mengajari Sane, bahwa dunia ini tidak sesederhana yang dia ketahui. Dunia ini berjalan berdampingan dengan dunia-dunia lain yang disebut sebagai dunia paralel.
Sane ditakdirkan untuk menjadi Penjaga Dunia, sosok yang berperan penting menjaga keseimbangan dunia paralel.
• Review •
1. Eve
Chapter 1: Much more tell than show. A bit meandering but not endearing. A bit of a stiff dialogue. I would expect improvement.
Chapter 2: Using more direct description wouldn't hurt y'know?. Also, you don't need to describe everything y'know?. Your characters talk alot, i would expect more interiority from them. Dialog itu susah, gak apa-apa gak bisa sempurna. Juga manusia tidak berbicara dengan sempurna.
Chapter 3: I find your characters to be rather stiff and thin. The way you write them sadly reinforce that notion. Your choice of words is quite self limiting aswell. I would expect improvement.
2. Hisam
Sebelumnya saya mau bilang kalau apa yang saya torehkan di sini ialah pendapat pribadi, berdasarkan apa yang saya rasakan ketika membacanya. Saya nggak akan tutup-tutupan buat mengulas. Maka, mohon maaf jika ada ketikan yang menebas penulis, semoga bisa dijadikan bahan pengembangan diri.
Mulai dari cover yang eye-catching, sederhana tetapi menarik, premisnya kuat, seperti memiliki banyak pertanyaan di dalamnya, pembawaan cerita diketik dengan lugas, ringan, simple dan tidak bertele-tele. Membaca Monumen Kubus pada 3 bab awal, saya nggak menemukan sesuatu yang banyak dikoreksi. Namun, ada segelintir hal yang mungkin bisa dibenahi.
Bab 1: Character Development terbentuk di sini. Perfeksionis, pada scene di mana Sane Enesta harus mendapatkan nilai bagus di saat guru yang pelit nilai serta problema jauh dari keluarga sebagai pemicunya juga. Sisi putus asanya tergambarkan melalui diksi yang simple dan ringan. Pada bab 1 juga, karakter lain muncul begitu saja tanpa tedeng aling-aling yang menyebut dirinya sebagai 'senjata' MC. Saya kurang 'sreg' dengan Angelo, tiba-tiba muncul, begitupula sebaliknya. Juga, reaksi yang diberikan Sane terlalu flat saat pertama kali bertemu orang asing di kamarnya. Maksudnya, ayolah, kita tidak bisa se-welcome itu sama orang asing tanpa tahu background jelasnya. Namun, sisi lain, pergerakan karakter Angelo bisa memungkinkan menggaet isi atau konflik cerita secara perlahan, jika itu yang ingin penulis maksudkan.
Bab 2: Alur berjalan dengan baik. Saran saya, mungkin bisa diberikan gambaran ekspresi karakter menggunakan teknik showing agar tokoh lebih terasa hidup, kendati sebenarnya melalui dialog tag kita bisa membayangkannya.
Bab 3: Untuk ukuran pembuka, diksi aksi antara Sane dan Angelo bagus digambarkan, tidak bertele-tele dan sederhana. Mungkin jika dibubuhi beberapa kalimat sebagai pendukung, akan lebih perfecto.
So, Monumen Kubus enak dibaca saat senggang. Cerita yang menawarkan perpaduan menarik antara elemen fantasi dan realitas, meskipun beberapa aspek pengembangannya dapat diperbaiki untuk mencapai potensi penuh.
3. Rhea
Cerita Monumen Kubus karya Sam ini ringan dibaca karena narasinya mudah dipahami tanpa kalimat-kalimat panjang yang njelimet. Enjoy banget deh, baca tiga bab awal. Seperti kata Ryo, bab-bab awal tuh krusial banget dalam suatu cerita dan Sam tulisan Sam sukses memikat kita untuk terus lanjut. Kurasa cerita ini akan kuikuti sampai selesai.
Ada beberapa poin yang harus diperhatikan:
1. Dialog aksi terkadang masih tertukar dengan dialog tag. Jadi, abis dialog bukannya ditutup dengan titik, tapi koma. Nah, ada juga yang harusnya dialog aksi, tapi malah format untuk dialog tag.
2. Ada kata yang butuh tanda hubung, tapi tidak ditaruh.
3. Untuk poin-poin lain, sudah dijabarkan lebih panjang dan detaik oleh rekan-rekan lain. Jadi, kurasa tidak perlu dibahas lagi di sini.
Sekian. Semoga review ini bisa membantu proses menulis kamu. Semangat buat tamatin cerita ini, Sam!
4. Ryo
Tiga bab awal Ryo acungin jempol, kata sensei Ryo kalau bikin cerita itu yang diliat pasti 3 bab awal, kalau tiga ban awal gak menarik bakal susah nyari pembaca. Dan di sini Ryo bisa lihat di bab 1-3 itu isinya bikin penasaran. Selain itu, cara Sam bawain narasi pun ringan dan enak dibaca kalau lagi santai.
Cuman, ada beberapa hal yang bagi Ryo bisa diupgrade. Contohnya interaksi tokoh dalam dialog, di bab 3 pas Angelo tiba-tiba muncul di kantin, reaksi Sane kurang pas, apa ya bahasanya? Urutannya dialog tagnya agak kurang?
Contohnya.
Original : "Angelo!" Sane berseru terkejut, hampir menuntahkan kuah soto yang ditampung rongga mulutnya.
Bisa dibikin lebih simpel dan natural kalau seperti ini : Sane nyaris tersedak kuah soto demi berseru, "Angelo!"
Umm 🤔 Ryo kurang bisa jelasinnya, tapi peletakan dialog tag pun cukup penting di awal atau di akhirnya. Ryo pribadi lebih suka naro di akhir untuk reaksi singkat, sedangkan Ryo taro di awal untuk reaksi seperti tadi.
Tapi, tergantung situasi dan kondisi juga, makannya Ryo gabisa jelasin patokannya 😭
Harus eksperimen sendiri, Samm. Atau kalau ada yang lebih ngerti bisa bantu jelasin juga ;-;)/
Pokoknya tujuannya biar gak ada kata yang bertele-tele, dan reaksi tokohnya terkesan lebih natural ~
5. Seren
Hal pertama yang bisa kukatakan saat membaca Monumen Kubus adalah cerita yang enak dibaca untuk pelepas penat. Bahasanya mudah dipahami. Tanda baca sudah cukup rapi, meski ada beberapa yang bisa diperbaiki lagi.
Aku suka bagian actionnya, terasa lugas dan bisa dibayangkan. Hanya saja, Ada beberapa hal yang mungkin bisa dikembangkan lagi.
Pertama, dari awal diceritakan kalau Sane begitu tertekan dengan UH matematika, tapi saat hari H, dia melewatinya seolah hanya sesuatu yang biasa. Jadi, rasa stres yang dibangun sedari awal malah tersia-siakan.
Kemudian, kehadiran Angelo yang aneh, bisa datang dan pergi secara gaib, bisa berubah menjadi [spoiler], dan mengatakan soal misi dll, itu rasanya terlalu ditanggapi dengan sangat biasa oleh Sane. Mungkin bisa dibuat lebih natural lagi. Bayangkan Sane itu kamu yang hidupnya biasa, tiba-tiba diperlihatkan hal di luar nalar. Pasti akan kebigungan, menolak untuk percaya, lalu mulai menganalisis, baru akhirnya mencoba mengerti dan menerima.
Saranku, Sam bisa membangun suasananya satu-satu secara perlahan. Mulai dari bagaimana kesulitan Sane di sekolahnya. Beri pembaca sedikit waktu untuk merasakan betapa jenuhnya kehidupan Sane, sehingga pembaca akan menjadi bersemangat kala Angelo datang dan menaikkan tensi dan atmosfer cerita. Oh, jangan lupa untuk seimbangkan show dan tell dalam melakukannya.
Saat memperlihatkan kejenuhan dan tekanan yang Sane rasakan, mungkin bisa dari bagaimana persaingan nilai di sekolahnya yang sangat ketat, pandangan teman-temannya, atau tuntutan gurunya yang melebihi guru di sekolah biasa. Dengan begitu, pembaca akan ikut merasakannya.
Overall, Monumen Kubus memiliki ide yang menarik, misteri yang ingin diungkapkan juga asik untuk diikuti. Semangat untuk melanjutkannya dan semoga bermanfaat.
6. Yui
Cerita tentang remaja SMA yang menurutku mengandung pesan moral yang sangat umum, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa hal itu sangat penting. Tentang belajar dengan giat, tidak boleh curang saat ujian, tetap berkomitmen meski sulit untuk dijalani, dll.
Untuk ide cerita cukup bagus, meski sudah banyak cerita dengan konsep seperti ini, tapi cara mengemasnya beda-beda dan menjadikan cerita unik.
Karena aku cuma baca tiga bab. Jadi, tidak ingin berkomentar banyak karena apa yang kurang di tiga bab awal mungkin sudah dilengkapi di bab-bab berikutnya. Namun, dalam setiap bab dari tiga bab yang aku baca, ada beberapa hal yang cukup menarik untuk diulas.
Di bab 1. Reaksi Sane saat pertama kali melihat Angelo ada di kamarnya. Okelah, di sana digambarkan Sane orangnya cuek, tapi tetap terasa tidak nyata jika setelah bertemu dengan orang asing yang tiba-tiba sudah muncul di kamar dan reaksinya biasa-biasa saja. Bahkan ketika dia tau orang itu utusan ayahnya yang entah ada di mana, pun bisa menggunakan telepati. Hal tidak umum disikapi biasa saja rasanya sangat tidak mungkin. Dalam hal ini narasinya kurang mengupas secara lebih dalam emosi sang tokoh utama. Bahkan jika ingin membuat Sane tampak acuh tak acuh dengan keadaan, tetapi emosi di dalam jiwa tetap harus dibuat selaiknya bagaimana orang normal mengalami guncangan batin karena peristiwa aneh yang terjadi.
Bab 2. Saat mengerjakan tugas kelompok, Sane yang digambarkan sebagai sosok yang cuek dan masa bodoh berusaha untuk melerai teman-temannya dan mengajak untuk mengerjakan tugas terlebih dulu. Ini rasanya agak kontradiktif dengan karakter Sane. Kayaknya dia akan 'ah terserah kalian, yang penting aku kerjakan bagianku atau malah tiduran sambil menunggu teman-temannya siap'.
Namun, Sane yang juga disebutkan sebagai sosok perpeksionis justru membuat suasana amburadul di kelompok itu semakin terasa kurang pas. Sosok perpeksionis berbaur dengan orang-orang random bakal menimbulkan konflik batin bagi si perpeksionis. Dan di sini tidak di show sama sekali.
Ini juga: rasa lega setelah melewati ujian Matematika tidak disebutkan sama sekali, sehingga rasanya penderitaan pada masa persiapan dan belajar tidak memberi dampak apa pun pada psikologis Sane.
Bab 3. Di sini Sane digambarkan tidak puas dengan nilai 82, padahal nilai tertinggi. Ini showing cukup bagus untuk seorang perpeksionis, harusnya nilai 100. Dari sini juga bisa diduga bahwa nilai standar dia adalah 100 dan dilihat dari dia yang hanya menganggap Matematika sebagai kegagalan, berarti nilai di mata pelajaran lain pasti selalu sempurna.
Dari tiga bab yang telah kubaca, menurutku yang menjadikan cerita ini feel-nya kurang dalam adalah karena cerita lebih banyak telling. Narasinya sangat minim sehingga emosi para tokoh, terutama Sane kurang bisa dirasakan.
Mengunakan bahasa yang efektif, lugas atau tidak bertele-tele bukan berarti segala sesuatunya harus dikorting. Dalam adegan tertentu yang membutuhkan penjelasan lebih atau untuk memperkuat suasana, bisa dibuat lebih dramatis.
Sebenarnya secara overall sudah bagus, tapi dari cara penulis menyajikan ceritanya ada kesan takut atau kurang bebas mengekspresikan diri. Takut dibilang bertele-tele mungkin? Menurutku, sedikit bertele-tele atau menambahkan informasi yang bisa membuat feel cerita lebih ngena itu tidak masalah.
Semangat untuk lanjut, Kak. Yui bakal ikuti cerita ini.
Salam manis,
Fantaser
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro