Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB XVII : Cry Out, Cut Off

7 Februwari 2024

Embusan napas terasa amat panas menerpa wajah. Luda hanya bisa menerima perlakuan Tuan Yang Agung dengan lapang dada. Bagaimana pria itu menyayat kulit lengannya dan menyiramnya dengan alkohol membuatnya pening nan mual.

“Waktumu habis!” bisiknya membuat Luda meringis. “Keluarkan ia!” perintahnya pada Lindan di depan pintu.

“Baik, Tuan.”

“Nah … kenapa kau bersikukuh? Apakah uang yang orang-orang Ango beri mengenyangkan perutmu?Luda menatap nanar.

“Menurutmu?” jawabnya menyeringai.

Sementara itu, Ibbhe di kanan ruangan hanya berdiri santai sambil bersidekap. Pandangannya pada Luda tampak acuh tak acuh. Sosok Tuan Yang Agung itu menoleh padanya. “Kau harusnya bisa memaksa Luda untuk bicara dan berpihak padaku!”

“Kau pikir aku memihakmu?” ledek Ibbhe. “Maaf, aku tidak hidup untuk mempengaruhi orang lain.”

“Persetan Ibbhe, pergilah!” Ia mendekatkan wajahnya pada Luda lalu menekan keningnya pada kening pria itu. “Aku benar-benar muak!”

“Tanpa kau perintah pun, aku memang akan pergi,” sindir Ibbhe sambil bersidekap.

Lindan memasuki ruangan kembali sambil menggusur sepasang kaki yang diikat tambang dengan kepala berselimutkan kain berwarna perak. “Semuanya sudah siap, Tuan.”

“Buka dan perlihatkan padanya, jika ia masih tak mau bicara, si kecil Jacsah pilihan terakhirnya!” Ia menjulurkan lehernya ke belakang sambil tertawa. “Penawaran terakhir dariku untukmu, putra Horan Barenbud!”

Ibbhe meninggalkan ruangan ketika Lindan mulai melucuti kain pada kepala tersebut. Jemarinya terkepal begitu erat. “Aku akan menyelesaikan kanvasku, jadi jangan ganggu aku!” titahnya dengan tegas.

“Tuan?” panggil Lindan setelah kain itu terbuka dengan sempurna.

Di saat yang sama, tubuh Luda gemetar hebat, iris marunnya membesar lagi goncang. Ia menarik-narik tangannya dan membuat rantai kembali gemerincing gaduh.

“Iblis!” teriak Luda dengan wajah amat marah. “Aku akan membunuhmu, aku akan membalas semua perbuatan tanganmu!” teriaknya menjadi-jadi.

Pria itu hanya tertawa, ia bisa merasakan gejolak Luda benar-benar membakar semangatnya. “Penawaran terakhirku, katakan semuanya atau—”

“Kau … buah jatuh memang tak jauh dari pohonnya. Seorang pembunuh pasti melahirkan pembunuh lainnya. Kau … berlaga selayaknya protagonis yang tersakiti, sejatinya kau adalah villain paling menjijikkan!” Luda meludahi pria itu. “Jjenskins memang iblis!”

“Kau menjilat ludahmu sendiri. Kau juga seorang pembunuh. Kau membunuh ratusan jiwa di Nathuya karena ketidakbecusanmu mencari keberadaanku! Persetan dengan semua yang Tuhan takdirkan, tanpa Mazuke Joe mungkin kita tak akan pernah bertemu denganku. Smis memuji keberaniannya. Seperti yang kau tau … penyerangan kediaman Vandellize adalah idenya Joe dan Ibbhe.”

Luda berteriak gusar. “Iblis kau memang iblis, putra Jjenskins!”

“Kau melupakan betapa sadis ayahmu, kau melupakan bagaimana ia membunuh ayahku, juga ayahnya Ibbhe!” Ia berteriak berang sambil menginjak-injak lantai.

“Ka—kak—” Suaranya lirih, iris merah marunnya tampak begitu temaram, wajah pun pucat dengan bibir perlahan-lahan terkatup.

Luda berteriak hilang waras ketika pria di hadapannya menggusur tubuh itu secara paksa, lalu membanting kepala dengan rambut merah marun itu ke dinding dan membuat noda merah segar terciprat sana-sini. Berulang kali hingga apa yang ada di tangannya hancur menghamburkan beragam potongan kulit dan daging.

“Kau bahkan membunuh Juzio yang malang ini!” teriaknya sambil melempar sejumput rambut merah marun ke arah Luda. Selagi pria itu berteriak gila atas apa yang disaksikannya.

“Kau membunuh Juzio, Luda. Kau membunuhnya!” Ia tertawa dengan lantang membuat Luda semakin berteriak frustrasi.

“Aku akan membunuhmu.” Luda menatap tajam. “Aku akan membunuhmu, Jjenskins!”

“Penawaran akan aku tutup dalam dua jam. Keputusannya bergantung pada apa yang kau pilih, Luda.” Ia melengos meninggalkan ruangan diekor Lindan.

***

Ibbhe membubuhkan cat biru ke kanvas. Di balik punggungnya duduk bocah laki-laki sambil menikmati es krim stroberi dengan beberapa kukis cokelat. “Oi, Jac … apa es krimnya enak?” tanya Ibbhe. “Jangan lupa bilang terima kasih!” Ia menyentil.

“Terima kasih, Ibbhe.” Jacsah mengecap bibirnya. “Ibbhe, Kak Souran dibawa ke mana?”

“Ia akan bertemu Luda.”

“Emm, mereka akan masuk surga bersama. Apa Kak Juzio juga?” celetuk bocah itu sambil mengayun-ayunkan kakinya. “Ibbhe, kakakku bertarung dengan heroik! Aku melihatnya!”

“Kau senang?” Ibbhe menoleh lalu duduk di sebelahnya. Jacsah, bocah laki-laki itu menatap Ibbhe dengan lekat-lekat.

“Aku sedih karena kakakku membunuh dan menumpahkan darah. Tapi, aku sedikit lega karena setelah ini kakakku tidur dengan damai,” jawab Jacsah sambil tersenyum tegar.

“Setelah ini rekanku akan menjemputmu dan kau akan kembali ke rumah Torgan. Aku menjaminnya. Hiduplah dengan bahagia, jangan ingat tentang kakakmu, karena tidak baik hidup membawa dendam.”

Jacsah memeluk Ibbhe membuat kaos pria itu terkena noda es krim. Tangis bocah laki-laki itu memenuhi seisi ruangannya. Ibbhe membelai lembut rambut Jacsah yang rubin indah lagi harum. “Torgan pasti merindukanmu,” bisiknya.

“Aku akan merindukan Ibbhe. Kau bilang, kau akan berhenti jadi seniman, katanya kau juga akan berhenti menjual kanvasmu juga akan menutup toko alat gambarmu lalu kembali ke Ontario, di tanah kelahiran leluhurmu.”

“Emm, aku akan pulang ke Ontario, aku akan menghabiskan waktu tuaku di sana bersama roh para leluhur.”

Di belahan Nathuya lainnya, markas besar Windsteria dihebohkan dengan kiriman jasad Cillas yang sudah hancur nyaris tak berbentuk. Ystello tak kuasa menahan nyeri ulu hatinya, ia tak berhenti memuntahkan isi perutnya yang bau asam. Ia menangis sambil meremas rambutnya.

Belum lagi tim evakuasi yang mengirim sembilan jasad para Battalion yang sebelumnya tertimbun longsor di wilayah Round Zone, termasuk Kanen dan Joe yang juga sudah membusuk parah. Dari tim evakuasi lainnya di wilayah Batler yang diketuai Noah untuk membantu Luda, dari tiga belas anggota yang dikirim hanya empat jasad yang ditemukan itupun sudah membusuk dan termutilasi di tempat.

“Kapten, menurut Sebastian Doel, salah satu jurnalis Windsteria News, Laanga Bennington sudah meninggalkan Nathuya beberapa waktu lalu.”

“Mereka melihat Laanga di pelataran bandara internasional Nathuya.”

Mata Ystello membesar, wajahnya tampak amat terkejut. “Sialan! Gali lebih banyak informasi tentangnya jika perlu carikan aku informasi keberadaan Luda!” perintah pria itu dengan berang.

Namun tiba-tiba saja ledakan besar mengguncang markas, langit-langit seketika rubuh seraya mengobarkan api yang sangat besar dan panas. Semua orang mulai panik, berlarian dengan gemetar termasuk Ystello yang berlari ke arah ruangannya. Nahas, dari arah belakang seseorang memeluknya dan merobek perutnya dari balik punggung.

“Salam hangat, Kapten Ystello. Kami ditugaskan untuk menutup mulut kalian, beristirahatlah dengan tenang!” ucapnya sambil terus menerus merobek perut Ystello dari balik punggung.

“Juzio bilang, kau menyembunyikan buku milik Luda. Daripada pusing mencari, bukankah lebih baik kau dan para Battalion mati saja?” bisiknya.

“Sayang sekali, dunia harus berakhir hari ini, Kapten. Luda pasti kecewa karena rekan-rekannya tak bisa diandalkan!” Suaranya terdengar meledek.

Ystello mencoba membalik tubuhnya. Ia mengeluarkan kunai dari saku depan celananya. Lalu menusuk perut pria di depannya. “Untuk siapa kau bekerja?” tanya Ystello dengan suara lirih.

“Bukan urusanmu!” jawabnya.

“Kejahatan takkan pernah menang. Sekalipun semua bukti yang kami kumpulkan raup terbakar. Luda masih menyimpannya di dalam kepalanya” Ystello tersendak ketika dua tusukan menembus  perutnya dari depan.

“Selamat beristirahat, Kapten! Para Battalion Windsteria memang terlalu banyak membual,” sindirnya.

Ystello tumbang, pandangan matanya kabur, tetapi ia mampu melihat pria dengan rambut merah jambu itu berjalan ke arah jendela lalu melompat. Ystello pun menutup matanya sambil berderai air mata. Ledakan demi ledakan bersahutan, api semakin berkobar memenuni setiap penjuru markas besar.

Takara, pria itu berdiri di balik sebuah jip putih. “Ledakan terakhir!” ucap Takara sambil menekam layar ponselnya membuat seluruh pelataran markas meledak. “Sampai jumpa di neraka, orang-orang hina!” gumamnya.

Update wwwww2 bab, ya sama kemarin malam.
Sampai jumpa di tanggal 15 Oktober 2024

Publikasi 13 Oktober 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro